PDIP Nilai Pemilu 2024 Terburuk Pasca-Reformasi: Alat Negara dan Aparat Dikerahkan
Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat menilai, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi yang terburuk pascareformasi.
Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat menilai, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi yang terburuk pascareformasi. Hal ini disampaikan menanggapi pidato Ketua DPR RI Puan Maharani soal Pemilu dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD Tahun 2024.
"Jadi kita melihat bahwa dan merasakan Pemilu kemarin, Pileg dan Pilpres kalau menurut saya adalah Pemilu terburuk, sejak masa pasca reformasi," kata Djarot di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/8).
Oleh karenanya, mantan Wakil Gubernur Jakarta ini ingin ada perbaikan dalam penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut ke depannya.
"Pemilu yang buruk ini harus kita perbaiki dan kita buktikan perbaikan itu pada saat Pilkada, supaya Pilkada tidak berkurang keburukan dari Pileg dan Pilpres," ujarnya.
"Pengerahan alat-alat penyelenggara negara mulai KPU, Bawaslu, kemudian pengerahan aparat penegak hukum untuk mengintimidasi dan memaksa rakyat untuk memilih calon-calon," sambungnya.
Dia berharap Pilkada 2024 bisa jauh lebih baik lagi dari sebelumnya. Dia meminta rakyat mengawasi penyelenggaraan Pilkada dengan tidak takut menggunakan hak pilih sesuai hati Nurani.
"Kita harus buktikan betul bahwa Pilkada November nanti adalah Pilkada jauh lebih baik dari Pemilu pileg dan Pilpres," ucapnya.
Pidato Puan soal Pemilu
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyinggung etika politik dalam Pemilihan Umum dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD. Pidato Puan disampaikan di hadapan Presiden Jokowi, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Menteri dan pimpinan Lembaga.
Dia mengatakan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) tahun 2024 seharusnya menjadi autokritik atau koreksi diri. Puan mengingatkan, Pemilu 2024 telah berakhir dan rakyat telah menggunakan hak kedaulatannya tanpa disalahkan atas pilihannya.
Menurut Puan, hal tersebut lantaran rakyat memilih atas dasar apa yang diketahui dan dipahaminya, terlepas dari kualitas para calon pemimpin. Ia juga menyinggung soal Pemilu berkualitas yang tidak dapat hanya dilihat dari partisipasi rakyat dalam memilih.
"Tapi harus dilihat dan dinilai juga dari kebebasan rakyat untuk memilih, yaitu apakah rakyat dapat memilih dengan bebas, jujur, adil, tanpa paksaan, tanpa dikendalikan, dan tanpa rasa takut," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8).