Mengatasi Gigi Sensitif, Perawatan yang Tepat untuk Kesehatan Gigi dan Mental Anda
Jika tidak ditangani, masalah sensitivitas gigi dapat memburuk dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Kondisi gigi sensitif sering kali dianggap remeh, padahal dampaknya terhadap kualitas hidup sangat signifikan. Menyambut Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2025 yang bertepatan dengan bulan Ramadan, isu ini kembali menarik perhatian banyak orang. Data global menunjukkan bahwa satu dari tiga orang dewasa mengalami masalah gigi sensitif.
Sayangnya, banyak yang menganggapnya sebagai hal yang biasa seiring bertambahnya usia, tanpa menyadari bahwa kondisi ini bisa menjadi tanda melemahnya enamel dan terbukanya dentin gigi. Jika tidak ditangani, sensitivitas gigi bisa semakin parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari, termasuk saat makan dan minum, yang menjadi tantangan tersendiri selama bulan Ramadan. General Manager Haleon Indonesia, Dhanica Mae Dumo-Tiu, menekankan bahwa kesehatan gigi yang baik berperan penting dalam kesejahteraan secara keseluruhan.
"Gigi sensitif bukan hanya sekadar rasa tidak nyaman saat makan, tetapi juga memengaruhi kualitas hidup. Sangat penting bagi masyarakat untuk memahami kesehatan gigi dan memiliki akses terhadap solusi yang tepat agar dapat menjalani hidup dengan nyaman dan percaya diri," ujar Dhanica, dilansir Merdeka.com dari berbagai sumber pada, Senin(24/3/2025).
Studi Dampak Gigi Sensitif pada Kualitas Hidup
Penelitian terbaru yang dilakukan pada awal 2024 oleh Haleon bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) dan IQVIA mengungkapkan bahwa 9 dari 10 penderita gigi sensitif mengalami penurunan kualitas hidup.
Sebanyak 93% responden mengaku merasa tidak nyaman saat makan dan minum, sementara 86% lainnya mengalami kecemasan terkait rasa sakit yang muncul, sehingga banyak di antara mereka yang menghindari makanan tertentu atau bahkan menarik diri dari kegiatan sosial.
Gigi yang Sensitif dapat Berdampak pada Kondisi Psikologis Seseorang

Dr. drg. Fatimah Maria Tadjoedin, Sp. Perio(K), seorang akademisi dari FKG UI, menyatakan bahwa masalah sensitivitas gigi bukan hanya sekadar ketidaknyamanan yang bersifat sementara. "Banyak penderita tanpa sadar mengubah pola makan mereka dan bahkan menghindari interaksi sosial karena takut mengalami nyeri gigi. Padahal, kondisi ini dapat dikelola dengan penanganan yang tepat," ujarnya.
Selain dampak fisik yang dirasakan, sensitivitas gigi juga memiliki pengaruh pada aspek psikologis individu. Sebanyak 92% responden dalam studi ini menganggap sensitivitas gigi sebagai gangguan yang menghalangi kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Temuan ini sejalan dengan tema Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2025, "A Happy Mouth is a Happy Mind," yang menyoroti hubungan antara kesehatan gigi dan kesejahteraan emosional.
Mengatasi Masalah Sensitivitas Gigi Selama Bulan Ramadan
Bulan Ramadan membawa perubahan pada pola makan yang dapat memperburuk sensitivitas gigi. Konsumsi minuman baik yang panas maupun dingin, makanan manis, serta hidangan asam saat sahur dan berbuka menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang memiliki gigi sensitif. Oleh karena itu, perawatan yang konsisten menjadi hal yang sangat penting dalam mengelola kondisi ini. Dr. drg. Fatimah Maria Tadjoedin menekankan pentingnya langkah-langkah pencegahan. "Menggunakan pasta gigi khusus, menjaga kebersihan gigi dan mulut, serta rutin berkonsultasi dengan dokter gigi dapat memberikan perubahan besar dalam kesehatan gigi jangka panjang dan kesejahteraan secara keseluruhan," tambahnya.
Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia menjadi kesempatan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi. Dengan pemahaman yang baik dan tindakan preventif yang tepat, masyarakat dapat menikmati hidup tanpa gangguan dari gigi sensitif, baik selama bulan Ramadan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pada akhirnya, memiliki kesehatan gigi yang baik bukan hanya berkaitan dengan kenyamanan fisik, tetapi juga berkontribusi pada kualitas hidup yang lebih baik dan lebih bahagia.