Pemakaian Gawai dalam Waktu Lama Bisa Picu Munculnya Tantrum pada Anak
Penggunaan gawai secara berlebihan pada anak bisa sebabkan berbagai dampak buruk termasuk munculnya kebiasaan tantrum pada anak.
Penggunaan gawai secara berlebihan pada anak bisa sebabkan berbagai dampak buruk termasuk munculnya kebiasaan tantrum pada anak.
-
Kenapa gadget bikin anak stres? 'Dengan kemajuan teknologi, anak-anak lebih rentan terhadap kecemasan dan depresi. Pergeseran fokus ini disebabkan oleh konten digital yang dihasilkan dan dikonsumsi oleh anak-anak dengan tingkat kritis,' jelas Mehrotra.
-
Apa dampak buruk kecanduan gadget pada anak? Kecanduan gadget pada anak telah menjadi salah satu masalah yang menghantui para orang tua. Anak yang mengalami kecanduan gadget tentu akan mengalami perubahan secara fisik dan emosional. Hal tersebut akan berdampak buruk bagi kesehatan dan perkembangan anak ke depannya.
-
Apa saja dampak negatif bermain gadget pada anak? Studi yang dipublikasikan dalam International Journal of Applied Research mengungkapkan bahwa terdapat beberapa dampak negatif dari penggunaan gadget pada anak. Seperti ADHD, keterlambatan bicara hingga depresi.
-
Apa aja dampak buruk gawai buat otak anak? Terlalu lama menggunakan gawai bisa menyebabkan gangguan perhatian, keterlambatan kognitif, kesulitan belajar, impulsivitas yang meningkat, dan penurunan kemampuan untuk mengatur diri.
-
Kenapa gadget bahaya buat anak? Penggunaan layar yang berlebihan bisa mengakibatkan sejumlah masalah yang signifikan bagi anak-anak dan orang dewasa. Gangguan tidur menjadi salah satu dampak utama, karena paparan cahaya biru dari layar gadget dapat mengganggu ritme alami tubuh dan mempersulit proses tidur. Selain itu, penggunaan yang berlebihan juga sering terkait dengan masalah kegemukan, karena waktu yang dihabiskan di depan layar berarti waktu yang kurang untuk aktivitas fisik yang sehat. Tak hanya itu, terlalu banyak waktu di layar juga bisa berhubungan dengan gangguan perilaku dan belajar. Anak-anak yang terlalu sering terpaku pada layar cenderung mengalami kesulitan dalam konsentrasi, interaksi sosial, dan bahkan mengembangkan kemampuan bahasa. Selain itu, risiko terkena kecanduan terhadap teknologi juga meningkat akibat paparan berlebihan terhadap layar.
-
Kenapa anak lebih agresif karena main gawai? Banyak orang tua melihat anak-anak mereka menjadi lebih agresif akibat terlalu banyak bermain game di gawai. Seringkali, ini berujung pada perilaku tantrum pada anak kecil dan ketidakpatuhan pada anak yang lebih besar.
Pemakaian Gawai dalam Waktu Lama Bisa Picu Munculnya Tantrum pada Anak
Penggunaan gawai dalam waktu yang berkepanjangan pada anak-anak telah menjadi perhatian serius dalam bidang tumbuh kembang. Dr. dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani, Sp.A(K), anggota Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia, menggarisbawahi bahwa fenomena ini dapat menghasilkan perilaku negatif seperti tantrum pada anak.
Perilaku tantrum pada anak menjadi lebih mungkin terjadi ketika mereka terlalu lama terpapar oleh gawai.
"Anak yang menonton atau mendapatkan paparan gadget lebih dari 20 menit, 66 persen mengalami tempered tantrum, karena penggunaan atau paparan gadget terlalu lama akan mengubah perilaku menjadi negatif," kata dr. Trisna dilansir dari Antara.
Perubahan perilaku ini disebabkan oleh pergeseran fokus dan aktivitas yang drastis. Saat orang tua mengalihkan perhatian anak dari gawai ke aktivitas lain, dapat timbul ketidaknyamanan yang menghasilkan reaksi negatif.
Trisna menjelaskan bahwa tantrum pada anak bisa terjadi karena beberapa faktor lainnya, seperti infeksi, gangguan tidur, kelelahan, atau rasa lapar. Tantrum juga bisa dipicu oleh ketidakmampuan anak dalam mengelola emosi mereka sendiri.
Penting untuk dipahami bahwa tantrum merupakan bagian dari proses perkembangan emosional normal pada anak, namun dapat menjadi masalah jika terjadi secara berulang dan tidak ditangani dengan tepat.
Menurut Trisna, penting bagi orang tua untuk memahami tahapan perkembangan emosional anak berdasarkan usia. Anak pada usia 15 bulan mungkin sudah bisa merasakan dan menunjukkan empati terhadap emosi orang lain. Pada usia 22 bulan, mereka mulai menunjukkan sikap menentang ketika dilarang, sementara pada usia dua tahun, mereka mulai mengendalikan emosi mereka dengan lebih baik.
"Usia tiga tahun sudah bisa berbagi dengan orang lain tanpa diminta, empat tahun sudah bisa menunjukkan rasa bahagia, takut, marah, karena perkembangan emosional sudah terbentuk dengan baik," katanya.
Trisna juga menggambarkan manifestasi tantrum pada anak, yang sering kali melibatkan tangisan, teriakan, atau merengek. Tantrum yang berat, sering terjadi, dan berlangsung lama, bisa menjadi tanda adanya masalah internal dalam mengontrol emosi dan masalah eksternal dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang tua disarankan untuk membawa anak ke fasilitas kesehatan jika tantrum anak berlangsung lebih dari 15 menit, lebih dari lima kali dalam sehari, atau jika tantrum tersebut melukai diri sendiri atau orang lain.Selain itu, jika suasana hati anak tidak segera pulih setelah tantrum, perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Trisna merekomendasikan pemeriksaan anamnesis untuk mencari tahu apakah ada masalah kesehatan seperti infeksi atau gangguan tumbuh kembang.
"Periksa anamnesis, apakah sakit atau infeksi atau gangguan tumbuh kembang, keterlambatan bicara, skrining pendengaran. Kalau lebih lanjut cek laboratorium untuk dilihat adanya kelebihan timbal dan ada gangguan perilaku abnormal," kata Trisna.
Pemeriksaan lebih lanjut seperti skrining pendengaran atau pemeriksaan laboratorium juga dapat membantu mendeteksi masalah yang mendasari perilaku tantrum tersebut.
Dalam konteks yang lebih luas, pemahaman mengenai penggunaan gawai pada anak dan dampaknya terhadap perkembangan emosional mereka sangat penting. Orang tua dan pengasuh perlu membatasi waktu anak terpapar oleh gawai dan memberikan alternatif aktivitas yang sesuai dengan usia dan minat anak.