Steven Johnson Syndrome: Panduan untuk Pasien dan Keluarga dalam Proses Diagnosa
Apa itu penyakit Steven Johnson Syndrome? Apa saja gejalanya? Apa saja proses diagnosisnya? Simak penjelasan lengkapnya di artikel berikut!
Steven Johnson Syndrome (SJS) adalah suatu reaksi hipersensitivitas langka yang mengancam nyawa, biasanya dipicu oleh obat-obatan atau infeksi. Kondisi ini ditandai oleh ruam kulit parah, lepuhan, dan pengelupasan kulit yang disertai dengan peradangan membran mukosa, seperti di mata, mulut, dan alat kelamin. SJS termasuk dalam spektrum toksik epidermal nekrolisis (TEN), di mana perbedaan keduanya tergantung pada tingkat keparahan dan persentase tubuh yang terpapar oleh penyakit ini. Menurut studi oleh Sassolas et al. (2010), prevalensi SJS berkisar antara 1-6 kasus per juta orang per tahun, namun angka tersebut bervariasi antar negara dan faktor genetik turut mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap sindrom ini.
Pentingnya diagnosis yang cepat dan akurat dalam kasus SJS tidak dapat disepelekan, karena keterlambatan dalam penanganan dapat menyebabkan komplikasi yang fatal, seperti gagal organ atau infeksi sistemik yang mengancam nyawa. Diagnosis SJS sering kali menjadi tantangan besar karena gejalanya yang menyerupai penyakit kulit lainnya pada tahap awal. Oleh sebab itu, pemahaman mengenai gejala klinis, faktor risiko, dan metode diagnosis yang tepat menjadi krusial dalam upaya penanganan dini dan pencegahan komplikasi lebih lanjut.
-
Apa itu Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS)? Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) adalah kondisi medis yang serius dan jarang terjadi, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pyogenes, atau yang dikenal sebagai strep A.
-
Apa saja penyebab kulit sensitif? Kulit sensitif bukanlah penyakit yang dapat didiagnosis oleh dokter. Alih-alih, kulit sensitif adalah gejala dari kondisi lain. Anda mungkin tidak menyadari bahwa Anda memiliki kulit sensitif sampai Anda mengalami reaksi buruk terhadap produk kosmetik, seperti sabun, pelembap, atau riasan. Penyebab kulit sensitif pun bermacam-macam. Bisa eksim, psoriasis, alergi, rosasea, dan masih banyak lagi.
-
Apa saja jenis infeksi jamur kulit? Dilansir dari berbagai sumber, berikut ini adalah beberapa jenis infeksi jamur kulit dan penanganannya yang telah merdeka.com rangkum untuk menambah pengetahuan Anda.
-
Bagaimana Sjogren ditemukan? Pada tahun 1929 Dr. Sjögren bertemu dengan seorang pasien yang mengeluhkan mata kering, mulut kering, dan nyeri sendi. Gejala-gejala yang nampak pada pasien tersebut sangat jelas, namun semakin diperhatikan kombinasi gejala yang ada pada pasien tersebut tampak aneh dan tidak biasa.
-
Apa saja gejala alergi obat? Gejala alergi obat adalah reaksi tubuh yang tidak diinginkan terhadap suatu obat tertentu. Gejala ini bisa bervariasi mulai dari ringan hingga parah, dan dapat terjadi dengan penggunaan obat dalam bentuk apapun.
-
Bagaimana cara merawat kulit yang alergi? Gunakan Bahan Alami yang MenyegarkanBahan-bahan alami seperti aloe vera, chamomile, dan oatmeal dikenal memiliki efek menenangkan yang dapat membantu meredakan masalah kulit akibat alergi.
Definisi dan Penyebab Steven Johnson Syndrome
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Dermatology oleh Mockenhaupt et al. (2008), SJS sering kali dipicu oleh reaksi terhadap obat-obatan tertentu, seperti antibiotik, antikonvulsan, dan obat antiinflamasi nonsteroid. Beberapa infeksi virus, seperti herpes simplex dan Mycoplasma pneumoniae, juga diketahui dapat memicu kondisi ini. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa 75% kasus SJS disebabkan oleh konsumsi obat tertentu, terutama pada individu yang memiliki riwayat alergi atau gangguan imunitas. Lebih lanjut, SJS memiliki korelasi genetik, terutama pada individu dengan alel HLA-B1502 dan HLA-B5801 yang menunjukkan risiko lebih tinggi terhadap reaksi obat tertentu, seperti karbamazepin pada populasi Asia Tenggara (Wu et al., 2016).
Mekanisme patogenik SJS melibatkan proses apoptosis (kematian sel terprogram) pada keratinosit kulit akibat interaksi antara obat atau agen infeksi dengan sistem imun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chung et al. (2011), kondisi ini dimediasi oleh sel T sitotoksik yang memicu kerusakan sel epidermis secara massal. Lepuhan pada kulit dan mukosa adalah hasil dari kerusakan lapisan dermis dan epidermis, yang kemudian menyebabkan pemisahan kulit secara luas. Proses ini membuat penderita SJS sangat rentan terhadap infeksi sekunder dan kehilangan cairan tubuh yang masif.
Gejala Klinis Steven Johnson Syndrome
Steven Johnson Syndrome (SJS) merupakan kondisi serius yang ditandai dengan reaksi hipersensitivitas yang dapat berakibat fatal. Gejala awal SJS sering kali muncul secara bertahap, dimulai dengan tanda-tanda umum dan berkembang menjadi manifestasi yang lebih parah.
- Gejala Awal
Menurut penelitian oleh Mockenhaupt et al. (2008) dalam American Journal of Dermatology, gejala awal SJS sering kali mirip dengan infeksi virus umum, yang mencakup demam, malaise (perasaan tidak enak badan), nyeri tenggorokan, dan nyeri otot. Pada gejala nyeri tenggorokan, hal ini dapat menyerupai infeksi saluran pernapasan atas, menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis SJS. Gejala ini biasanya muncul 1-3 minggu setelah paparan terhadap obat atau infeksi yang memicu reaksi.
- Ruam Kulit
Ruam kulit adalah salah satu gejala utama SJS. Awalnya, ruam muncul sebagai bercak merah datar yang kemudian berkembang menjadi lepuhan besar yang menyakitkan. Ruam ini dapat bervariasi dalam penampilan, meliputi eritema (kulit tampak merah meradang dan bisa menyebar dengan cepat), lepuhan dan pengelupas kulit. Menurut penelitian oleh Harr dan French (2010) dalam Journal of Clinical Pathology, ruam ini sering kali muncul di area tubuh yang terkena, tetapi dapat menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh. Lepuhan dapat pecah, meninggalkan luka terbuka yang rentan terhadap infeksi.
- Keterlibatan Membran Mukosa
Salah satu ciri khas SJS adalah keterlibatan membran mukosa, termasuk di area mulut, mata, dan alat kelamin. Konjungtivitis (radang konjungtiva) dan keratitis dapat menyebabkan rasa sakit, kemerahan, dan sensitivitas terhadap cahaya. Menurut penelitian oleh Reddy et al. (2008), keterlibatan mata dapat menyebabkan kerusakan permanen jika tidak ditangani dengan segera. Selain di area mata, lesi dapat muncul di dalam mulut, menyebabkan kesulitan dalam makan dan berbicara, serta meningkatkan risiko infeksi. Ruam dan luka pada area genital juga dapat terjadi, yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa sakit.
- Gejala Sistemik
Selain gejala kulit dan mukosa, SJS juga dapat menyebabkan gejala sistemik yang serius. Gejala ini meliputi:
- Nyeri Sendi dan Otot: Rasa sakit pada sendi dan otot dapat muncul bersamaan dengan gejala lain, menambah ketidaknyamanan pasien.
- Gastrointestinal: Mual, muntah, dan diare dapat terjadi, yang dapat memperburuk kondisi umum pasien dan menyebabkan dehidrasi.
- Kardiovaskular: Dalam kasus yang parah, SJS dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, yang bisa berujung pada kegagalan organ.
Proses Diagnosis Steven Johnson Syndrome
- Anamnesis dan Riwayat Medis
Proses diagnosis SJS dimulai dengan anamnesis yang mendalam. Dokter akan mengumpulkan informasi mengenai riwayat kesehatan pasien, termasuk:Penggunaan Obat: Menyusun daftar obat-obatan yang baru saja digunakan pasien, terutama antibiotik, antikonvulsan, dan obat antiinflamasi nonsteroid. Menurut studi oleh Mockenhaupt et al. (2008), sekitar 75% kasus SJS dipicu oleh reaksi terhadap obat tertentu.
- Riwayat Alergi: Memeriksa apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu.
- Infeksi Sebelumnya: Mengidentifikasi adanya infeksi yang mungkin menjadi pemicu, seperti infeksi virus atau bakteri.
- Pemeriksaan Fisik
Setelah anamnesis, pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengevaluasi gejala klinis yang muncul. Gejala yang diperhatikan meliputi:
- Ruam Kulit: Ruam khas SJS biasanya dimulai dengan bercak merah, yang kemudian berkembang menjadi lepuhan besar. Ruam ini sering kali menyakitkan dan dapat menyebabkan pengelupasan kulit yang luas.
- Keterlibatan Mukosa: Pemeriksaan apakah terdapat lesi pada membran mukosa, seperti di mulut, mata, dan alat kelamin. Keterlibatan mukosa adalah salah satu ciri khas SJS yang membedakannya dari kondisi dermatologis lainnya.
- Biopsi Kulit
Biopsi kulit merupakan langkah penting dalam diagnosis SJS. Pemeriksaan histopatologis dari jaringan kulit yang terpengaruh dapat memberikan informasi yang krusial. Menurut Harr dan French (2010), biopsi menunjukkan pola nekrosis pada lapisan epidermis dan infiltrasi sel T sitotoksik. Hasil biopsi ini dapat membantu membedakan SJS dari kondisi lain yang memiliki gejala serupa, seperti lupus eritematosus sistemik atau pemfigus.
- Tes Laboratorium
Selain biopsi, beberapa tes laboratorium juga dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis:
- Uji Genetik: Pengujian untuk mencari alel HLA-B1502 dan HLA-B5801 dapat dilakukan, terutama pada pasien yang memiliki riwayat penggunaan obat tertentu, seperti karbamazepin. Penelitian oleh Wu et al. (2016) menunjukkan bahwa pasien dengan alel tersebut memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami SJS.
- Pemantauan Fungsi Organ: Pemeriksaan fungsi ginjal, hati, dan paru-paru sangat penting, karena SJS dapat menyebabkan komplikasi serius seperti gagal organ.
- Skala SCORTEN
Dalam praktik klinis, skala SCORTEN sering digunakan untuk menilai keparahan kondisi pasien. Skala ini berdasarkan pada beberapa parameter klinis, termasuk usia, kadar gula darah, dan luasnya kulit yang terlibat. Studi oleh Bastuji-Garin et al. (2000) menunjukkan bahwa skor SCORTEN yang tinggi berkorelasi dengan tingkat mortalitas yang lebih tinggi, yang menunjukkan pentingnya penilaian ini dalam proses diagnosis dan manajemen SJS.
Steven Johnson Syndrome merupakan kondisi dermatologis serius yang memerlukan diagnosis dini dan penanganan intensif. Pemahaman mendalam mengenai faktor penyebab, gejala klinis, dan pendekatan diagnosis menjadi krusial dalam menurunkan angka kematian dan komplikasi yang berkaitan dengan SJS. Bagi tenaga medis, kewaspadaan terhadap tanda-tanda awal SJS dan pengetahuan tentang faktor risiko dapat membantu memberikan diagnosis yang cepat, tepat, dan mengurangi risiko komplikasi yang fatal.