Rangkuman Pagi

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Gatot Nurmantyo menerima kontingen penembak TNI AD yang menjadi juara umum dalam lomba tembak internasional atau Asean Armies Rifle Meet (AARM) di Vietnam. Seperti biasa TNI AD memenangkan lomba tembak ini nyaris tanpa perlawanan. Mereka menggunakan senjata buatan PT Pindad.

Gatot mengatakan sangat bangga terhadap prestasi yang sudah ditorehkan pasukannya di Vietnam. Sebabnya, kontingen penembak tersebut memperoleh 29 medali emas. Jumlah ini melebihi target yang ditetapkan sebanyak 22 medali.

Selain itu, Jenderal Gatot menegaskan prestasi tersebut merupakan prestasi terbesar sepanjang sejarah perhelatan AARM.

"Ini prestasi terbaik sepanjang sejarah AARM dimana pasukan kita memperoleh piala dan medali paling banyak. Atas nama Kasad saya ucapkan selamat datang, kami bangga atas prestasi ini," kata Gatot di Mabesad Jl Veteran No 5 Jakarta Pusat, Senin, (8/12).

Gatot mengatakan perolehan Trofi para kontingen penembak tersebut melebihi perolehan pada kompetisi sebelumnya di Myanmar.

"Perolehan Trofi pada saat lalu 8, dan saat ini memperoleh 9 Trofi," katanya.

Sementara itu, Indonesia tengah galak-galaknya mengatasi pencurian hasil laut oleh kapal nelayan asing. Sekitar tiga kendaraan air milik Vietnam ditenggelamkan dengan tembakan dan bom.

Menanggapi hal itu Presiden Joko Widodo mengatakan perlu menggertak mereka yang demen mencuri hasil kekayaan laut negara agar kapok dan tak mengambil ikan sembarang di wilayah negeri ini.

Ternyata bukan cuma Indonesia yang mau bikin kapok nelayan asing pencuri ikan, setidaknya empat negara ini jauh lebih menyalak pada mereka ketahuan masuk ke wilayah perairan mereka tanpa izin.

Negara mana saja yang galak pada pencuri ikan di wilayah perairan mereka?

Ramai soal miras oplosan, Ratusan liter miras oplosan yang disita Polresta Solo saat Operasi Pekat, Minggu malam (7/12) kemarin, merupakan ramuan warisan dari menantu tersangka Tri Handoko (62). Menurut pengakuan Tri kepada polisi, dia mendapatkan resep mengoplos miras dari menantunya.

Kepada polisi Tri mengaku hanya melanjutkan usaha sang mantu. Dalam sehari, dia mengatakan, bisa mengoplos miras puluhan liter. Menurut dia, miras oplosan yang dia racik terdiri dari campuran alkohol 70 persen, pemanis, beberapa bumbu dapur seperti jahe, dan rempah-rempah, serta wewangian.

Sejumlah bahan tersebut direbus dengan air hingga mendidih. Setelah itu baru dikemas dalam botol minuman mineral dengan berbagai ukuran.

Humas Polresta Solo AKP Sis Raniwati mengatakan, tersangka mengaku bahan alkohol 70 persen didapatkan dari toko farmasi. Sedangkan beberapa bahan dari bumbu dapur dan rempah-rempah dibeli di pasar.

"Dia mengaku terpaksa menjadi pengoplos karena desakan ekonomi dan tidak memiliki pekerjaan tetap," katanya.

Lebih lanjut Sis mengatakan, Tri mengaku hanya memasok miras oplosan itu untuk temannya penjual jamu, Sarmin (60) warga Kampung Sumber, Solo. Sarmin dan Tri, lanjut Sis, tertangkap petugas kepolisian karena menjual miras oplosan dengan berpura-pura menjadi penjual jamu.

"Saat berjualan jamu dengan gerobaknya, Sarmin tidak lupa membawa 5 botol miras oplosan. Namun saat digerebek di rumahnya, petugas menemukan puluhan botol berisi miras oplosan.

"Keduanya akan dikenai pasal Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dengan denda masing masing sebesar Rp 2,5 juta, dan masa percobaan dua minggu," pungkasnya.

Sebelumnya Polresta Solo mengamankan ratusan liter minuman keras oplosan, saat gelar operasi pekat (penyakit masyarakat), Minggu (7/12). Operasi gabungan antara Satuan Narkoba, Satuan Reskrim & Sat Sabahra tersebut juga menangkap 2 tersangka.

Kedua tersangka tersebut adalah Sarmin (60) warga Kampung Sumber Trangkilan RT. 04 RW 13 Kelurahan Sumber, Banjarsari. Sarmin bertindak sebagai penjual miras oplosan. Sedangkan tersangka kedua adalah Yohanes Tri Handoko (62), Sewu Rt 07 RW 01 Kelurahan Sewu, Jebres. Tri diduga sebagai orang yang mengoplos miras.

Kasat Narkoba Polresta Solo, Kompol Kristiyono mengatakan kasus tersebut terungkap saat Sarmin akan melakukan aksinya, menjual miras oplosan. Polisi yang sedang melakukan operasi pekat memergoki dan menangkapnya.

Rangkuman Petang

Presiden Joko Widodo mengatakan ada 64 pengedar yang divonis hukuman mati di pengadilan datang ke meja Jokowi untuk minta grasi. Dengan tegas ia menolak memberikan grasi.

"Tidak ada yang akan saya beri pengampunan untuk narkoba! No!"

Pernyataan tersebut diungkapkan Jokowi saat memberikan kuliah umum di kampus UGM tempatnya kuliah dulu, Selasa (9/12). Sebelum memberikan kuliah umum, Jokowi terlebih dahulu mendatangi perayaan hari HAM di Gedung Agung dan pembukaan Festival Antikorupsi di Graha Shaba Pramana UGM.

Terkait edaran agar pejabat pemerintah dilarang rapat di hotel mewah yang diterbitkan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan sejak awal tidak setuju dengan surat edaran tersebut. Menurut dia, seorang menteri tak perlu mengurusi urusan teknis.

"Makanya saya bilang, tergantung produktivitas pertemuan itu, mau di hotel yang penting hasilnya, outputnya," kata Rambe di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/12).

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan sebanyak Rp 40 triliun dana APBN dianggarkan hanya untuk perjalanan dinas dan rapat. Dia menilai anggaran tersebut tidak efektif dan harus dipangkas.

"Penelitian APBN mengungkapkan Rp 40 triliun anggaran kita untuk perjalanan dan rapat," ujar JK di gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (9/12).

JK mengatakan efisiensi harus dilakukan dengan cara seperti mengadakan rapat di kantor. Dia mengakui akan ada dampak dari penerapan efisiensi tersebut yaitu hotel menjadi kosong.

"Kalau kita ingin efisien, ada korban juga, kenyamanan berkurang sehingga bayaran ke hotel berkurang," kata JK.

Dari persidangan pembunuhan Ade Sara, salah satu terdakwa, Assyifa Ramadhani (19) masuk ke ruang sidang Mudjono di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sambil menangis. Ketika duduk ia menutupi wajahnya yang sedang menangis itu dengan handuk kecil berwarna biru muda.

Dalam kasus ini, Hafitd dan Syifa didakwa dengan tiga pasal berlapis. Pada dakwaan primer ini, kedua terdakwa dikenakan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.



KOMENTAR ANDA