Begini Pencerahan dari Iptu Benny Soal Pernikahan Beda Agama Menurut Hukum
Polemik pernikahan beda agama tengah menjadi isu hangat belakangan ini di Indonesia. Menanggapi hal itu, Iptu Benny memberikan mencerahan soal pernikahan beda a
Polemik pernikahan beda agama tengah menjadi isu hangat belakangan ini di Indonesia. Menanggapi hal itu, Iptu Benny memberikan mencerahan soal pernikahan beda agama menurut hukum.
Begini Pencerahan dari Iptu Benny Soal Pernikahan Beda Agama Menurut Hukum
Mahkamah Agung secara resmi telah melarang hakim mengizinkan atau mengabulkan permohonan beda agama.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023. Di mana surat tersebut ditujukan kepada para Ketua atau Kepala Pengadilan Tingkat Banding dan para Ketua atau Kepala Pengadilan Tingkat Pertama di seluruh Indonesia. Ternyata, masih banyak masyarakat yang menanyakan soal pernikahan beda agama tersebut. Khususnya kepada Iptu Benny Surbakti. Lantas bagaimana pencerahan dari Iptu Benny soal pernikahan beda agama menurut hukum? Melansir dari akun Instagram elangmaut_indonesia, Jumat (21/7), simak ulasan informasinya berikut ini.
Iptu Benny membagikan sebuah video penjelasan terkait persoalan pernikahan beda agama.
Ia mengaku mendapat banyak pertanyaan dari masyarakat terkait kebenaran perizinan dari negara dalam mengabulkan pernikahan beda agama.
"Ini hukum positif maksudnya, bukan hukum agama ya. Kalau hukum agama sudah pasti beda, yang saya tahu agama Islam tidak boleh menikah beda agama. Begitu juga agama Kristen, tapi yang agama lain saya kurang paham," ujar Iptu Benny.
Iptu Benny menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan, dijelaskan bahwa perkawinan itu sah apabila dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaan calon pengantin.
"Lalu pernikahan itu dicatatkan menurut Undang-Undang yang berlaku. Bisa dicatatkan di KUA, bisa juga di Catatan Sipil. Artinya pernikahan itu sah apabila dilakukan sesuai dengan agama masing-masing dan dicatatkan," sambungnya.
"Pada dasarnya hukum positif kita, Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur tentang pernikahan atau perkawinan beda agama. Diserahkan kepada masing-masing agama terkait hukum di agama masing-masing. Itu dia," tambahnya.
Seperti diketahui, tidak sedikit dari masyarakat yang tetap memilih melangsungkan pernikahan beda agama. Biasanya hal tersebut karena keduanya sudah saling cinta namun tetap mempertahankan agamanya masing-masing. "Menurut saya rasa cinta itu tidak boleh dicampuri, kan kita tidak boleh memisahkan orang, tidak boleh negara masuk ke rasa cinta. Tapi kalau terkait agama, masing-masing agama lah yang mengatur tentang pernikahannya," kata Iptu Benny.
"Kalau terjadi hal seperti tadi, beda agama, biasanya yang dilakukan orang yang bisa sesuai dengan hukum kita nanti meminta penetapan kepada Pengadilan supaya mereka dicatatkan pernikahannya. Itu yang pertama," lanjutnya.
Ia mengatakan beberapa pilihan yang biasanya dilakukan para pasangan beda agama agar pernikahan tetap sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama. Jadi dua kali (pernikahan) ya kan, pertama (menikah) menurut agama si A, yang kedua menurut agama si B," jelasnya.
"Salah satu mengikuti agama yang lain untuk menikah. Dan yang terakhir, mereka menikah di luar negeri. Setelah menikah di luar negeri, lalu surat nikahnya itu dibawalah ke Pengadilan untuk minta penetapan pencacatan sipil," katanya.
"Jadi selama ini orang lebih memilih menikah di luar negeri, lalu surat nikah yang di luar negeri tadi dibawa ke Indonesia dimohonkan kepada Hakim Pengadilan untuk ditetapkan, untuk diizinkan, untuk dicatatkan di Catatan Sipil," katanya.
Iptu Benny juga mengatakan bahwa menurut Yurisprudensi dari Mahkamah Agung nomor putusan MA No.1400K/1986 menerangkan Kantor Catatan Sipil saat itu diperkenankan melangsungkan pernikahan beda agama.
"Kasus ini berawal dari perkawinan yang hendak dicatatkan oleh pemohon perempuan beragama Islam dengan pasangannya beragama Kristen Protestan," ungkap Iptu Benny. "Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa dengan mengajukan pencatatan pernikahan di Kantor Catatan Sipil berarti telah memilih untuk perkawinannya tidak dilangsungkan menurut agama Islam. Dengan demikian pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya. Maka Kantor Catatan Sipil harus melangsungkan dan mencatatkan perkawinan tersebut sebagai dampak pernikahan beda agama yang dilangsungkan," terangnya. "Jadi Mahkamah Agung pun mengizinkan," tambahnya."Namun kemarin Mahkamah Agung melarang, membuat Surat Edaran kepada hakim-hakim di bawahnya agar menolak, agar tidak mengabulkan permohonan pencacatan sipil orang yang menikah beda agama," terang Iptu Benny.