Darah Tinggi pada Ibu Hamil, Ketahui Penyebab, Gejala, dan Cara Penanganannya
Berikut ini adalah penjelasan tentang darah tinggi pada ibu hamil.

Ilustrasi ibu hamil, mengandung. (Image by jcomp on Freepik)
(©@ 2024 merdeka.com)Darah tinggi atau hipertensi pada ibu hamil merupakan kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah di atas batas normal selama masa kehamilan. Secara umum, seorang ibu hamil dinyatakan mengalami hipertensi jika tekanan darahnya mencapai atau melebihi 140/90 mmHg.
Hipertensi dalam kehamilan dapat terjadi pada berbagai tahap, baik sebelum kehamilan, selama kehamilan, maupun setelah melahirkan. Kondisi ini perlu mendapat perhatian khusus karena dapat membawa risiko serius bagi kesehatan ibu dan janin jika tidak ditangani dengan tepat.
Penting untuk dipahami bahwa tekanan darah normal ibu hamil biasanya berada di kisaran 120/80 mmHg atau lebih rendah. Namun, selama kehamilan, tubuh mengalami berbagai perubahan fisiologis yang dapat memengaruhi tekanan darah. Oleh karena itu, pemantauan rutin tekanan darah menjadi bagian penting dari perawatan antenatal.
Penyebab Darah Tinggi saat Hamil
Meskipun penyebab pasti darah tinggi pada ibu hamil belum sepenuhnya dipahami, ada beberapa faktor yang diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini:
- Riwayat kesehatan: Ibu dengan riwayat hipertensi kronis atau pernah mengalami hipertensi pada kehamilan sebelumnya memiliki risiko lebih tinggi.
- Usia: Kehamilan pada usia di bawah 20 tahun atau di atas 40 tahun cenderung meningkatkan risiko hipertensi.
- Kehamilan pertama: Wanita yang hamil untuk pertama kalinya (primigravida) memiliki risiko lebih tinggi mengalami hipertensi.
- Kehamilan ganda: Mengandung lebih dari satu janin dapat meningkatkan tekanan pada sistem kardiovaskular.
- Obesitas: Kelebihan berat badan sebelum atau selama kehamilan dapat berkontribusi pada peningkatan tekanan darah.
- Penyakit ginjal atau diabetes: Kondisi medis tertentu dapat meningkatkan risiko hipertensi selama kehamilan.
- Faktor genetik: Riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan dapat meningkatkan risiko.
- Gaya hidup: Pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan stres berlebihan dapat mempengaruhi tekanan darah.
Perubahan hormonal dan fisiologis selama kehamilan juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Peningkatan volume darah dan perubahan pada sistem pembuluh darah dapat menyebabkan tekanan darah meningkat. Selain itu, plasenta yang memproduksi hormon-hormon tertentu juga dapat mempengaruhi tekanan darah ibu.
Gejala Darah Tinggi pada Ibu Hamil
Hipertensi pada ibu hamil seringkali tidak menimbulkan gejala yang jelas, terutama pada tahap awal. Namun, beberapa tanda dan gejala yang mungkin muncul antara lain:
- Sakit kepala yang persisten dan tidak kunjung reda
- Penglihatan kabur atau melihat bintik-bintik
- Nyeri pada bagian atas perut, terutama di sisi kanan
- Pembengkakan (edema) pada wajah, tangan, atau kaki
- Mual dan muntah yang berlebihan
- Kenaikan berat badan yang tiba-tiba dan signifikan
- Sesak napas
- Penurunan produksi urin
- Denyut jantung yang cepat atau tidak teratur
Penting untuk diingat bahwa beberapa gejala ini juga bisa terjadi pada kehamilan normal. Oleh karena itu, pemeriksaan rutin dan komunikasi yang baik dengan tenaga kesehatan sangat penting untuk mendeteksi adanya masalah tekanan darah.
Pada kasus yang lebih serius, seperti preeklamsia, gejala tambahan dapat muncul:
- Nyeri dada
- Kejang
- Penurunan kesadaran
- Gangguan fungsi hati atau ginjal
Jika Anda mengalami salah satu atau lebih gejala di atas, segera hubungi dokter atau tenaga kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan
Diagnosis hipertensi dalam kehamilan dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan dan evaluasi medis. Berikut adalah langkah-langkah yang umumnya dilakukan untuk mendiagnosis kondisi ini:
- Pemeriksaan tekanan darah: Ini merupakan langkah utama dalam mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah akan diukur secara rutin selama kunjungan antenatal. Jika hasil pengukuran menunjukkan angka 140/90 mmHg atau lebih tinggi pada dua kesempatan terpisah (dengan jarak minimal 4 jam), maka diagnosis hipertensi dalam kehamilan dapat ditegakkan.
- Pemeriksaan urin: Tes urin dilakukan untuk mendeteksi adanya protein dalam urin (proteinuria), yang merupakan salah satu tanda preeklamsia. Proteinuria didefinisikan sebagai adanya protein dalam urin sebanyak 300 mg atau lebih dalam 24 jam, atau rasio protein-kreatinin urin sebesar 0,3 atau lebih.
- Pemeriksaan darah: Tes darah lengkap dilakukan untuk memeriksa jumlah trombosit, fungsi hati, dan fungsi ginjal. Hasil tes ini dapat membantu mengidentifikasi komplikasi yang mungkin terjadi.
- Ultrasonografi: USG dilakukan untuk menilai pertumbuhan dan kesejahteraan janin, serta volume cairan ketuban. Pada kasus hipertensi berat, aliran darah ke plasenta mungkin terganggu, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan janin.
- Pemantauan denyut jantung janin: Kardiotokografi (CTG) digunakan untuk memantau denyut jantung janin dan kontraksi rahim, terutama pada kasus hipertensi yang lebih serius.
- Evaluasi gejala klinis: Dokter akan mengevaluasi gejala-gejala yang dialami ibu, seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri ulu hati, yang dapat mengindikasikan preeklamsia.
- Riwayat medis: Dokter akan meninjau riwayat kesehatan ibu, termasuk riwayat hipertensi sebelumnya, kehamilan sebelumnya, dan riwayat keluarga.
Berdasarkan hasil pemeriksaan-pemeriksaan di atas, dokter dapat menentukan jenis dan tingkat keparahan hipertensi dalam kehamilan. Diagnosis yang tepat sangat penting untuk menentukan penanganan yang sesuai dan meminimalkan risiko komplikasi bagi ibu dan janin.
Klasifikasi Gangguan Hipertensi pada Kehamilan
Gangguan hipertensi pada kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan waktu terjadinya, tingkat keparahan, dan gejala yang menyertainya. Berikut adalah klasifikasi utama gangguan hipertensi pada kehamilan:
Hipertensi Kronis:
- Terjadi sebelum kehamilan atau terdiagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu.
- Tekanan darah tetap tinggi setelah 12 minggu pasca persalinan.
- Dapat disertai atau tanpa proteinuria (protein dalam urin).
Hipertensi Gestasional:
- Muncul setelah usia kehamilan 20 minggu.
- Tidak disertai proteinuria atau tanda-tanda kerusakan organ.
- Biasanya tekanan darah kembali normal dalam 12 minggu pasca persalinan.
Preeklamsia:
- Terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu.
- Ditandai dengan hipertensi disertai proteinuria dan/atau tanda-tanda kerusakan organ.
- Dapat berkembang menjadi eklamsia jika disertai kejang.
Eklamsia:
- Merupakan komplikasi serius dari preeklamsia.
- Ditandai dengan kejang atau koma pada ibu hamil dengan preeklamsia.
- Dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah persalinan.
Hipertensi Kronis dengan Superimposed Preeklamsia:
- Terjadi pada ibu dengan hipertensi kronis yang kemudian mengalami preeklamsia.
- Ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang signifikan dan munculnya proteinuria atau tanda-tanda kerusakan organ lainnya.
Sindrom HELLP:
- Merupakan varian dari preeklamsia berat.
- Ditandai dengan Hemolysis (pemecahan sel darah merah), Elevated Liver enzymes (peningkatan enzim hati), dan Low Platelet count (penurunan jumlah trombosit).
- Dapat terjadi dengan atau tanpa hipertensi dan proteinuria yang jelas.
Klasifikasi ini penting untuk menentukan penanganan yang tepat dan memperkirakan prognosis. Setiap jenis gangguan hipertensi pada kehamilan memiliki risiko dan pendekatan penanganan yang berbeda. Oleh karena itu, diagnosis yang akurat sangat penting untuk memastikan ibu dan janin mendapatkan perawatan yang optimal.
Risiko dan Bahaya Darah Tinggi saat Hamil
Darah tinggi atau hipertensi selama kehamilan dapat menimbulkan berbagai risiko dan bahaya, baik bagi ibu maupun janin. Berikut adalah beberapa risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi:
Risiko bagi Ibu:
- Preeklamsia: Kondisi serius yang ditandai dengan hipertensi dan kerusakan organ, terutama ginjal dan hati.
- Eklamsia: Komplikasi lanjutan dari preeklamsia yang menyebabkan kejang dan dapat mengancam nyawa.
- Sindrom HELLP: Komplikasi serius yang melibatkan pemecahan sel darah merah, gangguan fungsi hati, dan penurunan jumlah trombosit.
- Solusio plasenta: Kondisi di mana plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum waktunya, yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.
- Stroke: Risiko stroke meningkat pada ibu dengan hipertensi berat.
- Gagal ginjal: Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
- Edema paru: Penumpukan cairan di paru-paru yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas.
- Gangguan pembekuan darah: Dapat meningkatkan risiko perdarahan selama dan setelah persalinan.
Risiko bagi Janin:
- Pertumbuhan janin terhambat (IUGR): Aliran darah ke plasenta yang terganggu dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan janin.
- Kelahiran prematur: Hipertensi dapat memaksa dilakukannya persalinan dini untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
- Berat badan lahir rendah: Bayi yang lahir dari ibu dengan hipertensi berisiko memiliki berat badan di bawah normal.
- Kematian janin dalam kandungan: Pada kasus yang parah, hipertensi dapat menyebabkan kematian janin.
- Hipoksia janin: Kurangnya suplai oksigen ke janin akibat gangguan aliran darah plasenta.
- Komplikasi neonatal: Bayi mungkin mengalami berbagai masalah kesehatan setelah lahir, termasuk gangguan pernapasan dan metabolik.
Mengingat besarnya risiko dan bahaya yang ditimbulkan, penanganan dan pemantauan yang ketat sangat penting bagi ibu hamil dengan hipertensi. Pemeriksaan rutin, pengobatan yang tepat, dan perubahan gaya hidup dapat membantu mengurangi risiko komplikasi ini.
Cara Mencegah Darah Tinggi pada Ibu Hamil
Meskipun tidak semua kasus hipertensi dalam kehamilan dapat dicegah, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko dan menjaga tekanan darah tetap stabil selama kehamilan:
Pemeriksaan pra-kehamilan:
- Lakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh sebelum merencanakan kehamilan.
- Atasi masalah kesehatan yang ada, termasuk hipertensi, sebelum hamil.
Pemeriksaan antenatal rutin:
- Lakukan kunjungan antenatal secara teratur sesuai jadwal yang direkomendasikan.
- Pantau tekanan darah secara konsisten selama kehamilan.
Pola makan sehat:
- Konsumsi makanan kaya serat, buah-buahan, sayuran, dan protein rendah lemak.
- Batasi asupan garam, makanan olahan, dan makanan tinggi lemak jenuh.
- Pastikan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup.
Kontrol berat badan:
- Jaga kenaikan berat badan selama kehamilan sesuai rekomendasi dokter.
- Hindari kenaikan berat badan yang berlebihan.
Aktivitas fisik teratur:
- Lakukan olahraga ringan seperti jalan kaki atau renang, sesuai anjuran dokter.
- Hindari aktivitas fisik yang terlalu berat atau berisiko.
Manajemen stres:
- Praktikkan teknik relaksasi seperti yoga prenatal atau meditasi.
- Istirahat yang cukup dan berkualitas.
Hindari alkohol dan rokok:
- Berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok.
- Hindari konsumsi alkohol selama kehamilan.
Konsumsi suplemen yang direkomendasikan:
- Minum suplemen asam folat, zat besi, dan vitamin prenatal sesuai anjuran dokter.
- Konsultasikan penggunaan suplemen tambahan dengan tenaga kesehatan.
Kenali faktor risiko personal:
- Pahami riwayat kesehatan pribadi dan keluarga yang dapat meningkatkan risiko hipertensi.
- Diskusikan strategi pencegahan khusus dengan dokter jika memiliki faktor risiko tinggi.
Pantau gerakan janin:
- Perhatikan dan catat gerakan janin secara teratur.
- Laporkan ke dokter jika ada perubahan signifikan dalam pola gerakan janin.
Penting untuk diingat bahwa setiap kehamilan itu unik, dan apa yang efektif untuk satu orang mungkin tidak sama efektifnya untuk yang lain. Selalu konsultasikan dengan dokter atau bidan tentang langkah-langkah pencegahan yang paling sesuai untuk kondisi Anda.