Kilas Balik Timnas Indonesia di Ajang Olimpiade Melbourne 1956, Jejak Terakhir Garuda di Pesta Olahraga Dunia
Simak jejak langkah Timnas Indonesia di ajang Olimpiade Melbourne 1956 berikut ini.
Simak jejak langkah Timnas Indonesia di ajang Olimpiade Melbourne 1956 berikut ini.
Kilas Balik Timnas Indonesia di Ajang Olimpiade Melbourne 1956, Jejak Terakhir Garuda di Pesta Olahraga Dunia
Timnas Indonesia U-23 berhasil menumpaskan perlawanan Timnas Korea Selatan U-23 di babak Perempat Final Piala Asia U-23 2024 pada Jumat (26/4) dini hari WIB.
Tim Garuda berhasil menang atas Timnas Korsel melalui babak adu penalti dengan skor akhir 10-11 usai bermain imbang 2-2 hingga babak perpanjangan waktu.
Kemenangan tersebut sekaligus mengantarkan tim asuhan Shin Tae-Yong melenggang ke babak semi final dan membuka asa tampil di ajang Olimpiade 2024 yang diselenggarakan di Paris, Prancis.
Pada babak semi final, Indonesia akan melawan pemenang antara Uzbekistan dan Arab Saudi yang akan bertanding pada Sabtu (27/4) dini hari WIB.
Kemenangan di babak semi final akan mengantarkan Tim Garuda otomatis masuk di ajang bergengsi Olimpiade Paris 2024 pada bulan Juli nanti.
Indonesia berpeluang mengulang kesuksesan mereka tembus di ajang bergengsi antar gelanggang olahraga tingkat dunia tersebut yang pernah diikuti pada tahun 1956 di Melbourne.
Meski tak mampu berbuat banyak di ajang tersebut, Timnas Indonesia pernah mencatatkan kiprah terbaik mereka sepanjang sejarah diselenggarakannya Olimpiade.
Debut di Olimpiade Melbourne 1956 Kontra Uni Soviet
Timnas Indonesia memulai kampanye di Olimpiade Melbourne 1956 pada 29 November 1956 melawan tim kuat Uni Soviet.Di bawah asuhan Toni Pogacnik, Indonesia tampil dalam multiajang bergengsi dunia itu untuk pertama kali di cabang sepak bola.
Penampilan Indonesia di Olimpiade Melbourne 1956 mendatangkan banyak pujian pada laga melawan Uni Soviet pada perempat final.
Uni Soviet adalah satu di antara tim terkuat pada masa itu. Tak mengherankan bila mereka dijagokan untuk meraih medali emas di ajang tersebut.
Dalam pertandingan itu, Timnas Indonesia diperkuat Maulwi Saelan, Endang Witarsa, Thio Him Tjiang, Ramlan, dan Rusli Ramang. Sedangkan kubu lawan dihuni pemain kaliber dunia yang ternama semisal Lev Yashin, Igor Netto, Eduard Streltsov, dan Valentin Ivanov.
Uni Soviet diprediksi bakal menang mudah atas Indonesia. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Strategi pertahanan berlapis yang diterapkan Tony Pogacknik berhasil dijalankan dengan apik sehingga lawan kesulitan menembus kukuhnya lini belakang Indonesia untuk menceploskan gol.
Meski kalah dari segi postur, semangat juang Timnas Indonesia membuat Uni Soviet kewalahan meladeni.
Timnas Indonesia mampu menahan Uni Soviet 0-0. Saat itu belum ada aturan penentuan akhir pertandingan melalui adu tendangan penalti.
Sehingga harus ada pertandingan ulang. Skuad Garuda akhirnya takluk dari Uni Soviet dengan skor telak 0-4 dalam laga ulangan dua hari kemudian.
Uni Soviet pun mengakhiri kontestasi mereka di Olimpiade dengan mampu meraih medali emas usai di final mampu mengalahkan Yugoslavia 1-0.
Dipuji Presiden FIFA
Kiprah Timnas Indonesia tersebut seketika menjadi sorotan publik di tanah air hingga mancanegara.
Usai pertandingan itu, di mana saja ketika bertemu para penggemar sepak bola di perkampungan Olimpiade, sepak bola Indonesia yang menjadi bahasan.
Bahkan Presiden FIFA Sir Stanley Rous pun sempat memuji gaya permainan Indonesia kala melawan Uni Soviet.
“Baru sekali saya melihat permainan bertahan yang sempurna sekali,” ujar Presiden FIFA, Sir Stanley Rous, seperti dikutip dari Tabloid BOLA edisi 27 Juli 1984.
Bernuansa Politik Indonesia-Eropa Timur
Perjalanan tim Garuda ke Olimpiade diawali dengan hubungan diplomatik Indonesia dengan Yugoslavia pada era kepemimpinan Presiden Soekarno.Lewat relasi itu, Indonesia mendatangkan pelatih Yugoslavia, Antun ‘Toni’ Pogacnik pada 1954. Hubungan Indonesia dan Yugoslavia sangat mesra pada kala itu terutama sebagai penggerak negara dunia ketiga.
Presiden Soekarno dan pemimpin Yugoslavia, Josip Broz Tito, sangat mendukung kedatangan Toni. Mereka yakin olahraga bisa menjadi wadah bagi kedua negara untuk bertukar pikiran dan bersahabat.
Jika Soekarno punya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Tito dengan Socialist Federal Republic of Yugoslavia (SFRY). Mereka juga pemimpin yang menjadi pelopor Gerakan Non Blok.
Soekarno dan Tito pun punya pandangan dan basis masa yang sama, serta prinsip loyalitas dan kerja keras.
Prinsip itulah yang tercermin dalam filosofi sepak bola Toni Pogacnik.
Begitu mendarat di Jakarta, Toni langsung memberikan perubahan. Ia berhasil membawa Indonesia tampil di Olimpiade Melbourne 1956.
Zaman dulu, Toni juga melakukan penelusuran pemain sampai ke pelosok-pelosok daerah. Pada akhirnya hanya menyisakan 18 pemain yang berangkat ke Olimpiade.
Selain itu, Timnas Indonesia intensif melakukan rangkaian uji coba, terutama melawat tim-tim Eropa Timur.