Sering Berbuat Dosa Setelah Bertobat Apakah Masih Diampuni Allah? Ini Jawabannya Menurut UAH
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan tentang seseorang yang sering melakukan tobat, tetapi kemudian kembali terjerumus dalam perbuatan maksiat.
Setiap manusia yang telah berbuat kesalahan kepada Allah SWT, baik itu berupa kesalahan terhadap sesama makhluk-Nya maupun kelalaian dalam beribadah, seharusnya melakukan taubat dari maksiat. Namun, muncul pertanyaan ketika seseorang melakukan taubat berkali-kali tetapi tetap terjerumus dalam maksiat, apakah Allah SWT akan tetap mengampuni dosa-dosanya?
Hal ini menjadi salah satu tema penting dalam ceramah yang disampaikan oleh Ustadz Adi Hidayat (UAH), seorang pendakwah muda asal Banten. Ustadz Adi Hidayat memberikan pandangannya mengenai fenomena di mana seseorang berulang kali taubat namun kembali melakukan perbuatan maksiat.
-
Bagaimana cara bertobat dari dosa? Bertobat dari dosa dan kesalahan dalam ajaran Islam adalah proses kembali kepada Allah dengan penuh penyesalan, berkomitmen untuk tidak mengulangi kesalahan, dan memperbaiki diri.
-
Apa saja syarat agar tobat diterima Allah? Melansir dari laman NU Online, setidaknya terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi yakni di antaranya sebagai berikut, 1. Menyesali kesalahan2. Meninggalkan kesalahan3. Berjanji tidak akan mengulangi
-
Bagaimana cara bertaubat dengan benar? Taubat harus dilakukan dengan setulus-tulusnya. Umat Islam tidak bisa melakukan taubat jika nantinya akan menggampangkan dan melakukan keburukan kembali. Apalagi keburukan atau kebiasaan yang dibenci oleh Allah SWT.
-
Bagaimana cara bertobat yang benar? Taubat harus dilakukan dengan:Niat yang ikhlas karena ingin mencari ampunan Allah SWT semata.Mengakui dan menyesali perbuatan-perbuatan dosa yang dilakukan.Berhenti melakukan dosa tersebut.Berjanji dan bertekad untuk tidak kembali mengulang perbuatan dosa yang sama.Mengembalikan hak orang yang didzalimi apabila dosanya berhubungan dengan orang lain Melakukan salat taubat.
-
Apa itu Sholat Taubat? Pelaksanaan sholat taubat disunnahkan berdasarkan kesepakatan empat madzhab. Dasarnya dapat kita lihat dari hadis Abu Bakr Ash Shiddiq, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan shalat dua raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.“ Kemudian beliau membaca ayat ini: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.“ (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah.)
Dalam ceramahnya, ia menjelaskan bahwa Allah SWT adalah Maha Pengampun dan siap menerima taubat hamba-Nya yang tulus. Meskipun seseorang jatuh dalam dosa yang sama berulang kali, selama ia benar-benar menyesali perbuatannya dan berusaha untuk tidak mengulanginya, pintu ampunan Allah SWT selalu terbuka.
Dengan demikian, penting bagi setiap individu untuk terus berusaha memperbaiki diri dan tidak putus asa dalam memohon ampunan-Nya.
Jangan Putus Asa
UAH menjelaskan bahwa seseorang tidak seharusnya kehilangan harapan dalam proses tobat, meskipun telah berulang kali melakukan dosa kepada Allah SWT.
"Jangan putus asa dari tobat" ungkap UAH dalam tayangan YouTube Short @askartdr9440, Rabu (25/12/2024).
Menurut pendakwah muda ini, tindakan terbaik yang dapat dilakukan adalah mengimbangi perbuatan maksiat dengan tobat, atau mengganti keburukan dengan kebaikan.
"Kalau sekarang di tobati ada maksiat lagi, tobat lagi," tambahnya.
Melakukan tobat secara berulang kali dapat membawa seseorang pada titik di mana mereka merasa jenuh, dan pada saat itu, maksiat yang dilakukan akan diiringi dengan tobat.
Selain itu, jika kita terus-menerus berusaha untuk bertobat kepada Allah SWT, hal ini akan berujung pada akhir hidup yang baik, yakni dalam keadaan bertobat.
"Terus tobat terus, sampai hati anda merasa lelah dan mulai kemudian tunduk untuk bertobat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala," saran UAH.
Ia juga menekankan pentingnya tidak kehilangan harapan dalam proses tobat.
"Jangan putus asa dari tobat ya, mudah-mudahan saat wafat, ajal tiba dalam keadaan sedang bertobat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala," tutupnya dengan harapan yang mendalam.
Syarat Bertobat yang Benar dan Diterima Allah
Menurut arsyadislamicschool.sch.id, terdapat empat syarat yang harus dipenuhi agar taubat seseorang diterima oleh Allah SWT. Pertama, individu tersebut harus mengakui dosa yang telah dilakukannya.
Kedua, penting untuk memiliki rasa penyesalan yang mendalam. Penyesalan ini mencakup perasaan sedih atas kesalahan yang telah dilakukan, yang menunjukkan ketulusan hati kepada Allah dan penyesalan terhadap hawa nafsu yang mendorongnya untuk berbuat buruk. Taubat yang demikian adalah taubat yang benar-benar berlandaskan pada akidah, keyakinan, dan pengetahuan yang mendalam.
Ketiga, seseorang harus memiliki tekad yang kuat untuk meninggalkan perbuatan dosa. Jika maksiat tersebut berasal dari tindakan yang diharamkan, maka ia harus segera menghentikannya. Sebaliknya, jika dosa itu disebabkan oleh kelalaian dalam menjalankan kewajiban, maka ia perlu segera melaksanakan yang diwajibkan.
Keempat, memohon ampun kepada Allah adalah langkah yang tak terpisahkan dari proses taubat.
Tanda-Tanda Taubat yang Diterima
Pertama, setelah bertaubat, seseorang tidak merasa suci dan bersih dari maksiat. Seperti yang dikatakan, janganlah kalian menganggap diri kalian suci dan sholeh.
Hanya nabi dan rasul yang terjaga dari maksiat. Oleh karena itu, penting untuk selalu ingat akan dosa dan maksiat agar tidak terjebak dalam kesombongan. Sesungguhnya, orang yang bertakwa adalah mereka yang selalu berburuk sangka terhadap diri sendiri.
Kedua, hati orang yang bertobat biasanya lebih banyak merasakan kesedihan dibandingkan kebahagiaan. Ketiga, mereka terus memikirkan bagaimana cara mempertanggungjawabkan segala amal di hadapan Allah SWT.
Seorang yang beriman akan bersyukur ketika menerima nikmat dan bersabar saat menghadapi ujian, karena tidak ada nikmat atau ujian yang bersifat permanen. Keempat, berkumpul dengan orang-orang sholeh sangat dianjurkan, karena hal ini dapat menjaga diri dari maksiat melalui kajian dan majelis ilmu.
Selain itu, mereka juga akan lebih mampu menghargai nikmat sebagai anugerah yang besar, menyibukkan diri dengan kebaikan, dan mengetahui cara menjaga lisan.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul