Aset Negara Rp10.467 T Cukup Untuk Lunasi Utang Indonesia
Merdeka.com - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan melaporkan total aset negara atau Barang Milik Negara (BMN) yang telah direvaluasi periode 2018-2019 mencapai Rp10.467,53 triliun. Angka ini lebih tinggi dari posisi utang yang Kementerian Keuangan catat hingga akhir 30 April 2020 mencapai Rp5.172,48 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Isa Rachmatarwata, menekankan total aset dimiliki pemerintah sebesar Rp10.467,53 triliun tidak bisa digunakan untuk membayar utang pemerintah. Sebab, pemerintah sudah memiliki sumber pembiayaan lain untuk menambal utang yang jumlahnya mencapai Rp5.000 triliun lebih.
"Kalau kita mau serahkan aset kita, jual aset bisa. Tapi kita tidak mau jual, serahkan aset ke orang lain. Jadi kita pakai metode lain, teknis lain," kata Isa dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat (10/7).
-
Apa total utang Amerika Serikat? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Bagaimana Kemenhan RI mengelola kekayaan negara? Kemudian, fungsi pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kemenhan.
-
Bagaimana utang negara dihitung? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Dimana negara dengan utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Siapa yang memiliki utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Apa aset terbesar Menteri Trenggono? Secara rinci kekayaan terbesar, Menteri Trenggono berasal dari kepemilikan aset berupa surat berharga sebesar Rp2,2 triliun.
Isa mengatakan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko tengah fokus menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Tujuannya adalah untuk penerbitan sukuk yang nantinya akan digunakan sebagai sumber pendapatan dan pembiayaan utang.
Menurutnya, dengan aset-aset negara tersebut, menjadi salah satu jaminan untuk pemerintah menerbitkan sukuk negara. Mengingat aset pemerintah sudah semakin banyak, otomatis potensi penerbitan sukuk pun juga semakin besar.
"Tapi kita tahu penerbitan sukuk ada aspek lain yakni pasarnya, akan mampu serap atau tidak. Apakah kemudian pricing bagus atau tidak. Kalau mau obral, ya dengan cara jual aset. Tapi kita tidak mau melakukan itu. Yang kita lakukan model sekuriti aset," kata dia.
Pemanfaatan Aset Negara Melalui Kerja Sama
Di samping itu, pengembangan aset-aset pemerintah juga bisa dilakukan dengan skema Limited Concession Scheme (LCS). Di mana, skema ini merupakan pemberian konsesi dengan jangka waktu tertentu kepada badan usaha untuk mengoperasikan dan atau mengembangkan infrastruktur yang sudah tersedia.
"LCS itu juga salah satu bentuk, walaupun modelnya bukan sekuritisasi yang bisa dijualkan di pasar modal. Tapi itu salah satu cara stream, income stream dalam pemanfaatan ke depannya, bisa kita tarik ke depan. Kita dapat duitnya, pengelolaan aset diserahkan kepada orang itu. Bukan asetnya yang diserahkan, tapi pengelolaan dan hak pendapatan yang bisa didapat dari aset tersebut di masa datang," jelas dia.
"Tapi yang jelas, kita tidak akan jual aset kita untuk nutupi (utang) itu. Kita cari jalan untuk manfaatkan aset itu untuk bayar kebutuhan di masa datang dan itu bisa kita lakukan dengan beberapa mekanisme," sambung dia.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mayoritas utang pemerintah per Juni 2024 didominasi oleh SBN sebesar 87,85 persen, sedangkan sisanya adalah pinjaman sebesar 12,15 persen.
Baca SelengkapnyaKemenkeu mencatat, utang jatuh tempo tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
Baca SelengkapnyaUtang Indonesia saat ini justru mengalami perbaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Baca SelengkapnyaKemenkeu mencatat, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kini sebesar 38,49 persen.
Baca SelengkapnyaPerkembangan ULN tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan aliran masuk modal asing pada SBN.
Baca SelengkapnyaDalam periode yang sama di tahun lalu, penarikan utang sebesar Rp480,4 triliun.
Baca SelengkapnyaKepercayaan diri dalam mengelola pasar, tergantung dengan kepercayaan pasar.
Baca SelengkapnyaPosisi utang pemerintah relatif aman dan terkendali karena memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen.
Baca SelengkapnyaNamun demikian, pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 5, 4 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Baca SelengkapnyaJika dibandingkan dengan posisi akhir bulan Mei 2023, mengalami kenaikan Rp17,68 triliun.
Baca SelengkapnyaNaiknya utang luar negeri karena penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.
Baca SelengkapnyaDalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.
Baca Selengkapnya