BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Ini Dampak yang Bakal Dirasakan Masyarakat
Selain daya beli masyarakat, masih ada tiga tantangan yang akan dihadapi usai kenaikan suku bunga acuan.
Selain daya beli masyarakat, masih ada tiga tantangan yang akan dihadapi usai kenaikan suku bunga acuan.
BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Ini Dampak yang Bakal Dirasakan Masyarakat
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan (BI rate) menjadi 6,25 persen.
Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pada 23-24 April 2024.
Merespon kebijakan tersebut, Analis Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menyebut dengan kebijakan moneter yang cukup agresif ini, ada tiga hal yang akan menjadi tantangan.
Pertama, kebijakan perbankan yang cenderung akan menaikkan suku bunga kredit, sehingga di sektor usaha akan mengalami kenaikan cost of fund.
Menurutnya hal ini akan mendorong kenaikan Harga Pokok Penjualan (HPP) atas produksi.
"Ini hal pertama yang perlu dimitigasi, yaitu timbulnya inflasi karena kenaikan harga pokok produksi atau cost push inflation,"
kata Ajib dalam keterangan tertulisnya kepada merdeka.com, Kamis (25/4).
Kedua adalah pelemahan daya beli masyarakat.
Dengan semakin sedikitnya likuiditas dan potensi kenaikan harga barang, maka daya beli masyarakat akan mengalami tekanan.
Apalagi, pemerintah juga mempunyai ruang fiskal yang relatif terbatas untuk menopang daya beli masyarakat dengan skema bantuan sosial (bansos).
Terakhir, yakni pelambatan ekonomi. Ajib mengatakan, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup bagus pasca pandemi, karena bisa di atas 5 persen.
Namun di sisi lain, pertumbuhan ekonomi ini sedang menghadapi masalah, yaitu tren yang menurun.
Tahun 2022 pertumbuhan ekonomi secara agregat mencapai 5,31 persen dan tahun 2024 hanya mencapai 5,05 persen.
Dia melanjutkan, tren penurunan ini diharapkan kembali bisa rebound di tahun 2024, sehingga pemerintah membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi pada angka 5,2 persen.
"Ketika pemerintah membuat kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan, semakin tidak mudah mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan,"
ucapnya.
Berkaca dengan hal tersebut, dia menilai pemerintah perlu membuat program dan kebijakan yang komprehensif dan berorientasi jangka panjang.
Untuk mengendalikan inflasi dan bisa tetap dalam kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen, pemerintah perlu membuat ekosistem bisnis yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah, dengan melibatkan semua stakeholder ekonomi yang ada.
Termasuk untuk sektor pertanian, perkebunan, maritim, energi dan lainnya.
Sementara untuk menghindari crowding out, pemerintah harus fokus dengan menawarkan investasi jangka panjang yang lebih menarik, dibandingkan dengan investasi jangka pendek.
"Investasi jangka panjang ini harus ditopang dengan kemudahan berusaha dan insentif yang tepat sasaran," imbuh Ekonom itu.
Selain itu untuk sisi penguatan nilai rupiah, pemerintah harus fokus dan konsisten dengan transformasi ekonomi yang berorientasi ekspor dan substitusi impor.
"Secara bilateral perlu membangun kesepakatan untuk transaksi dagang dengan mata uang lokal, atau dedolarisasi," ujarnya.
Lebih lanjut, kenaikan tingkat suku bunga acuan, secara umum akan menimbulkan dampak tantangan ekonomi.
Sehingga pemerintah perlu melakukan penguatan ekonomi, agar bisa mencapai target pertumbuhan dan indikator makro ekonomi yang diproyeksikan.