Demi penguatan Rupiah, Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di 6,25 Persen
Melansir data Bloomberg, nilai tukar Rupiah diperjualbelikan direntang Rp16.417 per dolar AS.
Melansir data Bloomberg, nilai tukar Rupiah diperjualbelikan direntang Rp16.417 per dolar AS.
Demi penguatan Rupiah, Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di 6,25 Persen
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 6,25 persen.
Selanjutnya, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 7,00 persen.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19 dan 20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (20/06).
Keputusan mempertahankan suku bunga ini bertujuan menjaga aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang dalam tren pelemahan.
Melansir data Bloomberg, nilai tukar Rupiah diperjualbelikan direntang Rp16.417 per dolar AS.
Selain itu, kebijakan mempertahankan BI rate juga konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability, yaitu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali. Pemerintah menetapkan sasaran inflasi sebesar 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025.
Bank Indonesia juga melanjutkan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran
Selanjutnya, kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Perry berharap sejumlah kebijakan yang ditempuh BI dapat berkontribusi positif terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah.
"Untuk memastikan stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran," pungkas Perry.