Jika DPR Salah Langkah Sahkan Revisi UU Pilkada, Bakal Berdampak Parah ke Investasi
Banyak daerah yang sedang ada pemilihan, menjadi kurang menarik di mata para investor.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menanggapi polemik terkait revisi UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diputuskan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan cepat. Bhima menegaskan agar DPR tidak mengambil keputusan yang gegabah. Menurutnya hal itu akan menambah beban berat bagi perekonomian Indonesia dan dikhawatirkan investasi yang masuk pun juga nanti makin tidak berkualitas.
"Nah ini ditambah dengan huru hara di dalam RUU Pilkada ini, ini justru menambah beban berat bagi perekonomian kita. Jadi DPR harus hati-hati karena ini punya implikasi serius kepada perekonomian, khawatir investasi yang masuk pun juga nanti makin tidak berkualitas. Jadi memang diharapkan DPR tidak mengambil keputusan yang fatal," kata Bhima kepada media, Jakarta, Kamis (22/8).
Dia menjelaskan jika keputusan ini final, hal itu dapat menciptakan instabilitas politik dan risiko ketidakpastian, terutama jika prosedur pilkada dianggap cacat oleh masyarakat atau publik.
Sehingga dikhawatirkan banyak daerah yang sedang ada pemilihan itu menjadi kurang menarik di mata para investor.
"Akhirnya mereka juga mungkin berpikir untuk menunda investasinya atau yang terburuk mereka akan cari negara lain yang dianggap punya stabilitas politik dan juga stabilitas dari sisi kepastian hukum," jelas dia.
Bhima juga menyoroti dampak dari revisi RUU Pilkada bukan hanya soal ekonomi eksternal, tetapi juga terkait dengan transisi politik, tim ekonomi yang akan ditunjuk, serta keberlanjutan proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) hingga program Makan bergizi Gratis.
"Karena kan ini banyak daerah Pilkada serentak, jadi sangat menentukan. Sementara investasi itu juga bergantung dari misalnya political will dari tiap kepala daerah untuk kemudian menciptakan iklim investasi yang bagus di tiap daerahnya," ucapnya.
Proses mendadak pembahasan revisi UU Pilkada
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mendadak mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dalam rapat kerja yang digelar pada Rabu, 21 Agustus 2024 kemarin.
Agenda tersebut dilakukan tepat satu hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan progresif yang mengubah aturan Pilkada.
Berdasarkan rapat Panitia Kerja (Panja), RUU Pilkada ini tidak merujuk pada putusan MK, malah justru sebaliknya. RUU Pilkada ini cenderung melawan putusan MK.
Banyak pihak kemudian menuding langkah yang dilakukan Baleg DPR itu sebagai salah satu bentuk pembangkangan yang bisa membuat cacat hukum di Indonesia.
Baleg DPR RI telah sepakat jika RUU Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU. Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja di Ruang Baleg, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).
Delapan Fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus menyetujui Revisi UU Pilkada dibawa ke rapat paripurna. Hanya Fraksi PDIP yang tak sependapat dengan putusan tersebut.