Mengapa Orang Kaya Masih Saja Korupsi? Ternyata Begini Analisisnya
Beragam faktor saling berkaitan, dan bukan hanya sekadar kebutuhan ekonomi yang mendorong mereka melakukan tindakan tersebut.

Belakangan ini, masyarakat dihebohkan dengan dugaan kasus mega korupsi yang melanda anak usaha PT Pertamina (Persero) yaitu PT Pertamina Patra Niaga.
Kejagung menyebutkan bahwa kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina pada tahun 2018-2023 mencapai sekitar Rp193,7 triliun per tahun. Bahkan, jika ditotal, potensi kerugian negara hampir mencapai Rp 1.000 triliun. Nilai yang tentunya sangat fantastis.
Hal jadi sorotan salah satunya yaitu terkait gaji para pejabat yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Mereka disebut telah mendapatkan gaji yang sangat besar, taip masih saja korupsi.
Korupsi merupakan fenomena yang sudah lama mengakar di berbagai lapisan masyarakat, termasuk di kalangan orang kaya. Meskipun mereka telah mengumpulkan kekayaan yang melimpah, tindakan korupsi tetap menjadi pilihan bagi sebagian dari mereka.
Beragam faktor saling berkaitan, dan bukan hanya sekadar kebutuhan ekonomi yang mendorong mereka melakukan tindakan tersebut.
Salah satu pendorong utama korupsi di kalangan orang kaya adalah keserakahan dan ketamakan. Meskipun telah memiliki banyak harta, sifat serakah dan ketidakpuasan akan apa yang dimiliki sering kali membuat mereka terus mengejar keuntungan lebih besar.
Dalam pandangan mereka, kekayaan yang ada bukanlah akhir dari pencarian, melainkan awal dari keinginan untuk memiliki lebih banyak lagi, tanpa memikirkan dampak etis dan hukum dari tindakan tersebut.
Faktor lain yang tak kalah penting adalah peluang dan akses yang dimiliki oleh orang kaya. Dengan pendidikan yang lebih tinggi dan jaringan yang luas, mereka seringkali memiliki kesempatan lebih besar untuk melakukan korupsi.
Mereka dapat mengendalikan sumber daya penting, kontrak pemerintah, dan keputusan bisnis yang dapat dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Posisi mereka yang strategis memberikan peluang untuk melakukan tindakan korupsi dengan risiko yang lebih rendah untuk terdeteksi.
Sudut Pandang Korupsi dari Sisi Ekonomi dan Psikologi
Dikutip dari penjelasan akun edukasi @zeniuseducation, jika dilihat dari sudut pandang ekonomi dan psikologi kebahagiaan, terdapat beberapa faktor yang membuat orang kaya tetap merasa tidak cukup.
Faktor-faktor tersebut meliputi insentif, status sosial, hingga masalah dalam sistem.
Sebuah riset dari ekonom University of Basel, Bruno Frey dan Alois Stutzer, membahas hubungan antara ekonomi dan kebahagiaan.
Dalam penelitian tersebut, mereka mencoba menjawab pertanyaan, "Apakah menjadi lebih kaya bisa membuat seseorang lebih bahagia? Dan jika iya, sejauh mana?"
Penelitian ini meninjau berbagai perspektif ekonomi yang dapat memengaruhi kebahagiaan. Tidak hanya teori, tetapi juga berdasarkan data dan hasil studi dari beberapa negara. Lantas, apa hasilnya?
Paper tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara pendapatan dan kebahagiaan. Orang dengan pendapatan tinggi umumnya lebih bahagia dibandingkan dengan orang miskin, terutama pada level pendapatan menengah ke bawah. Berikut beberapa faktanya:
- Dengan pendapatan lebih tinggi, seseorang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti makanan, tempat tinggal, dan kesehatan, sehingga mengurangi stres finansial.
- Pendapatan tinggi memberikan lebih banyak pilihan dan kontrol atas hidup, seperti bisa berlibur, membeli barang yang diinginkan, serta mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik.
- Pendapatan tinggi juga meningkatkan status sosial seseorang, sehingga lebih dihargai dan dihormati oleh masyarakat.
Tekanan Lingkungan dan Pandangan Moral
Lingkungan bisnis dan politik yang kompetitif sering kali menciptakan tekanan yang mendorong individu untuk terlibat dalam praktik korupsi. Dalam upaya mempertahankan atau meningkatkan status dan kekuasaan, beberapa orang mungkin merasa bahwa korupsi adalah satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan tersebut.
Tekanan ini, ditambah dengan pandangan moral dan etika yang bervariasi, semakin memperburuk situasi. Pendidikan tinggi tidak selalu menjamin moralitas yang baik; ada individu yang memiliki pandangan longgar terhadap etika, sehingga menganggap korupsi sebagai cara yang dapat diterima untuk mencapai ambisi mereka.
Sistem yang tidak transparan dan akuntabel juga menjadi salah satu penyebab utama korupsi di kalangan orang kaya. Ketika struktur ekonomi dan pemerintahan tidak memiliki pengawasan yang memadai, celah untuk melakukan praktik korupsi menjadi lebih besar. Kurangnya kontrol memungkinkan individu untuk menjalankan tindakan korupsi tanpa menghadapi konsekuensi yang berarti, sehingga mereka merasa aman untuk melakukannya.
Psikologi di Balik Korupsi
Dari sudut pandang psikologi, korupsi dapat dilihat sebagai mekanisme untuk mengatasi rasa rendah diri (inferiority complex) dan mencapai rasa superioritas (superiority complex) yang berlebihan. Beberapa individu mungkin merasa perlu untuk terus membuktikan diri dan mencapai kekuasaan yang lebih besar sebagai cara untuk mengatasi ketidakpuasan pribadi.
Dalam konteks ini, korupsi bukan hanya sekadar tindakan ilegal, tetapi juga merupakan bentuk pelarian dari masalah psikologis yang lebih dalam.
Selain itu, kepercayaan bahwa semua orang melakukan korupsi juga dapat memengaruhi keputusan individu untuk terlibat dalam praktik tersebut. Jika seseorang meyakini bahwa korupsi adalah hal yang umum dan diterima di sekitarnya, mereka mungkin merasa tidak ada yang salah dengan melakukannya. Pemikiran ini menciptakan siklus di mana korupsi dianggap sebagai norma, bukan pelanggaran.
Insentif dan Status Sosial
Korupsi juga menawarkan insentif finansial yang besar dan dapat meningkatkan status sosial seseorang. Bagi sebagian orang, imbalan yang didapat dari korupsi lebih menarik daripada risiko yang mungkin dihadapi. Dalam banyak kasus, keuntungan yang diperoleh dari tindakan korupsi dapat digunakan untuk memperkuat posisi sosial mereka di masyarakat, sehingga semakin mendorong mereka untuk terlibat dalam praktik tersebut.
Secara keseluruhan, korupsi di kalangan orang kaya bukan hanya masalah ekonomi, melainkan juga masalah moral, psikologis, dan sistemik yang kompleks. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan reformasi sistem, penegakan hukum yang tegas, dan pendidikan karakter yang kuat. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif, kita dapat berharap untuk mengurangi praktik korupsi yang merugikan masyarakat.