Menyorot Rencana Subsidi Tarif KRL Jabodetabek Berbasis NIK, Adilkah Untuk Semua Penumpang?
Rencana subsisi KRL Jabodetabek berbasis NIK tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Pemerintah berencana mengubah subsidi KRL Jabodetabek dengan skema Nomor Induk Kependudukan (NIK). Rencana tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Sontak, wacana tersebut pun menuai pro dan kontra. Mereka mempertanyakan realisasi skema subsidi berbasis NIK.
"Maksudnya gimana sih kalau subsidi berbasis NIK? Nanti kita tap-nya pakai e-KTP gitu," kata Hani pengguna KRL di kawasan Jakarta Selatan saat ditemui merdeka.com, Jakarta, Kamis (29/8).
Hal yang sama juga diungkapkan Yandi, pengguna KRL Jabodetabek asal Depok. Dia mengaku tidak mempermasalahkan jika skema subsidi berubah, asalkan kenaikan tarifnya tidak memberatkan pengguna.
"Setuju aja bayar Rp5.000 kalau dari Rp3.000 enggak masalah. Namanya subsidi," kata Yandi.
Sementara itu, Lia pengguna KRL asal Bogor justru menolak keras rencana tersebut. Ibu dua anak ini mengaku keberatan jika tarif KRL dibedakan tetapi fasilitasnya tidak sama.
"Tidak setuju. Kenapa kita harus bayar mahal kalau fasilitas yang didapat sama saja. Kalau subsidi itu kan urusan pemerintah, jangan dibebankan pada penumpang," kata Lia.
Suara penolakan terhadap skema subsidi berbasis NIK juga lantang diungkapkan publik melalui media sosial. Mereka menolak rencana tersebut lantaran dianggap malah memberatkan masyarakat. Terlebih kehadiran transportasi umum sebenarnya menjadi solusi mengatasi kemacetan.
"Negara lain tuh malah diperbagus transportasi umum dan dibuat murah, biar orang-orang pada naik umum, bisa-bisanya dimahalin," kata pemilik akun Instagram @sofie.sharon, dikutip Kamis (29/8).
"Bukannya menarik minat masyarakat uat pakai transportasi umum , malah ngilangin minat," tulis akun @anggitrizki04.
54 Persen Penikmat Subsidi KRL Jabodetabek Kelas Menengah
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Transportasi, Djoko Setidjowarno menilai skema subsidi dengan tarif murah dinilai belum tepat sasaran. Bahkan dia menyebut penikmat subsidi tarif 54 persen dinikmati masyarakat kelas menengah. Mereka dikategorikan dengan pekerja dengan gaji Rp5 juta atau di atas Upah Minimum Regional (UMR).
"54 persen pengguna KRL itu kelompok mampu, gajinya di atas UMR," kata Djoko saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (29/8).
Djoko bilang setiap tahun Pemerintah telah membayarkan subsidi tarif pengguna KRL hingga Rp1,6 triliun. Angka ini dinilai terlalu besar kalau hanya dinikmati masyarakat di kawasan Jabodetabek. Mengingat subsidi serupa untuk angkutan perintis daerat se-Indonenia nilainya hanya Rp188 miliar.
"Subsidi angkutan perintis darat se-Indonenia tidak sampai Rp200 miliar. Ada 300 rute se-Indonenia. Kalau buat Jabodetabek angkanya sampai Rp1,6 triliun," kata Djoko dari Masyarakat Transportasi Indonesia.
Skema Subsidi Berbasis NIK
Djoko menilai skema subsidi berbasis NIK bisa menjadi solusi penyaluran yang lebih berkeadilan. Pemerintah akan membuat klasifikasi tarif berdasarkan pendapatan.
Pengguna KRL dengan gaji di atas UMR tetap akan mendapatkan subsidi namun jumlahnya berbeda dengan masyarakat kelas bawah. Djoko mencontohkan pekerja kelas atas bisa dikenakan tarif Rp10.000 untuk jarak terjauh atau menggunakan tarif normal tanpa subsidi.
Kemudian pengguna dari kelas menengah dikenakan tarif Rp7.000 untuk jarak yang sama. Sementara untuk masyarakat bawah tarifnya tetap seperti yang sekarang yakni Rp5.000.
Tak hanya itu, bagi 8 kelompok tertentu tarifnya bisa hanya Rp3.000 saja. Adapun kelompok tertentu yang dimaksud di antaranya lansia, penyandang disabilitas dan sejenisnya.
"Memang tarifnya berbeda-beda sesuai pendapatannya. Jadi tarifnya berkeadilan," kata Djoko.
Djoko menilai proses realisasi wacana tersebut tidak akan memakan waktu lama. Mengingat di era digitalisasi, pendataan bisa dilakukan secara online atau menggunakan aplikasi.
Pengguna KRL tinggal mendaftarkan NIK dan pendapatan untuk menentukan jumlah subsidi yang didapat. Bagi mereka yang tidak bekerja tinggal melampirkan surat keterangan dari RT dan RW.
"Masalah dia bohong atau enggak kalau ketahuan langsung dikasih denda keras misalnya tidak boleh naik KRL lagi," kata Djoko.
Menhub Budi Karya: Subsidi Berbasis NIK Masih Wacana
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan bahwa pemberian subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk tiket kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek pada 2025 masih bersifat wacana.
"Itu belum, masih wacana," kata Budi Karya kepada seperti ditulis Antara di Jakarta, Kamis (29/8).
Budi mengatakan, memang sedang dilakukan studi agar semua angkutan umum bersubsidi digunakan oleh orang yang memang sepantasnya mendapatkan subsidi. Namun, kata dia, semua opsi yang ada masih bersifat wacana dan belum ada keputusan final.
"Kita lagi studi bagaimana semua angkutan umum bersubsidi itu digunakan oleh orang yang memang pantas untuk mendapatkan, bahwa nanti kalau ada (berbasiskan) NIK, ya itu masih wacana, masih studi," kata dia.