Kemenhub Belum Putuskan Kenaikan Tarif KRL, Ini Alasannya
Kementerian Perhubungan menyebut sudah ada diskusi terkait naiknya tarif KRL.
Tarif KRL Jabodetabek tidak mengalami penyesuaian atau kenaikan sejak 2016
Kemenhub Belum Putuskan Kenaikan Tarif KRL, Ini Alasannya
Wacana kenaikan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) masih terus bergulir di tengah pengembangan fasilitas yang dilakukan. Kementerian Perhubungan menyebut sudah ada diskusi terkait naiknya tarif KRL.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati menyampaikan, pihaknya masih mendiskusikan hal tersebut. Artinya, wacana itu turut dibahas bersama PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sebagai pengelola KRL Commuter Line.
"Tarif KRL ya sama, kita masih diskusi terus ya," ujar Adita, ditemui di Jakarta Convention Center, Selasa (21/5).
Kendati sudah ada diskusi, Adita belum berbicara banyak mengenai waktu kenaikan tarif KRL itu berlaku. Menurutnya, kebijakan itu harus mempertimbangkan kondisi yang tepat.
"Kita mesti melihat situasi dan kondisi yang tepat lah," tegas dia.
Termasuk dalam hal ini kemungkinan kenaikan tarif dilakukan sebelum periode kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) selesai pada Oktober 2024.
"Kita lihat lagi ya," pungkas Adita.
Disubsidi Sejak 2016
Diberitakan sebelumnya, tarif KRL Jabodetabek tidak mengalami penyesuaian atau kenaikan sejak 2016.
Adapun KRL Jabodetabek jadi salah satu moda transportasi publik yang bersifat pelayanan publik (public service obligation/PSO) atau mendapat subsidi dari pemerintah.
Padahal, survei yang dilakukan terhadap pengguna KRL Jabodetabek oleh LM FEUI (2016) menyebutkan, penumpang KRL Jabodetabek yang memiliki penghasilan Rp 3-7 juta per bulan sebanyak 63,78 persen.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno pun turut memaparkan hasil survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)-Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan pada 2021.
Hasilnya menyatakan, penumpang yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 4 juta sebulan sebanyak 56,06 persen, dan lebih dari Rp 4 juta sebanyak 43,94 persen.
"Pengguna KRL Jabodetabek mayoritas bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan paling tinggi Rp 4 juta," ujar Djoko dalam keterangan tertulis, Kamis (2/5).
Seperti diketahui, rata-rata upah minimum regional (UMR) Jabodetabek pun mengalami penyesuaian atau kenaikan setiap tahunnya. Saat ini, UMR DKI Jakarta Rp 5.067.381, Kota Bogor Rp 4.813.988, Kota Depok Rp 4.878.612, Kota Tangerang Rp 4.760.289, Kota Tangerang Selatan Rp 4.670.791, dan Kota Bekasi Rp 5.343.430.
Subsidi Tak Tepat Sasaran
Mengutip penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ardianta, Hengki Purwoto dan Agunan Samosir dalam Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik Trisakti (Juli 2022), Djoko menambahkan, pemberian subsidi PSO KRL Jabodetabek tidak tepat sasaran karena sekitar 60 persen pengguna adalah kelompok mampu.
"Volume penumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh terhadap penyesuaian/kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu. Karakteristik penumpang didominasi oleh kelompok berpenghasilan tinggi dan jenis perjalanan komuter yang bersifat inelastis," imbuhnya.
"Nilai elastisitas terhadap tarif KRL Jabodetabek tergantung pada karakter perjalanan, karakter penumpang, karakter dan layanan kota, dan besaran dan arah perubahan tarif," kata Djoko.