Pembangunan Kota-Kota Indonesia Disentil Pemerintah, Disebut Hanya Fokus Kejar Komersil
Jika para arsitek dari universitas di kota-kota Indonesia turut serta, maka akan lebih indah dan tertata.
Jika para arsitek dari universitas di kota-kota Indonesia turut serta, maka akan lebih indah dan tertata.
Pembangunan Kota-Kota Indonesia Disentil Pemerintah, Disebut Hanya Fokus Kejar Komersil
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Suharso Monoarfa menilai bentuk kota-kota di Indonesia tidak jelas (amorf).
Dia meyakini kondisi ini tercipta karena pembangunan kota saat ini lebih cenderung berdasarkan desakan ekonomi atau hanya fokus mengejar komersial.
“Kota-kota di Indonesia ini menurut saya amorf. Kota-kotanya itu enggak ada bentuknya. Kalau gitar itu kan ada bentuknya, gitar Spanyol gitu kan atau gitar listrik ada bentuknya. Kota-kota kita itu semakin hiruk pikuk dan semakin tinggi mobilitas penduduk di sana, dia semakin amorf,” ujar Suharso dilansir dari Antara, Rabu (12/6).
Suharso bercerita, pada tahun sekitar 1980-an, dia bertemu dengan pengusaha properti Ciputra yang hendak membangun Bumi Serpong Damai (BSD) City menjadi kota hijau.
Hanya saja di tahun tersebut Indonesia dilanda krisis ekonomi yang membuat impian Ciputra tidak dapat terealisasi.
“Tapi, 1997-1998 ketika ekonomi Indonesia terganggu, lalu (mayoritas saham) BSD (dibeli oleh perusahaan lain), saya bisa rasakan apa yang terjadi perubahannya, jauh dari angan-angannya beliau (Ciputra),” ujar Suharso.
Pembangunan kota tak berwujud juga terjadi di kawasan Pondok Indah yang dibangun oleh Ciputra.
Suharso menganggap kawasan yang identik sebagai pemukiman elit itu dianggap telah amorf setelah tidak dikelola oleh Ciputa yang sedianya ingin membangun kota hijau.
“Setelah pindah juga dari Pak Ci (Ciputra) itu amorf enggak jelas, bentuk pinggangnya itu di mana nggak ngerti saya. Gitar itu kan ada pinggangnya, lekuknya, jadi lekuknya enggak kelihatan lagi,” kata Menteri PPN.
Karena itu, apabila setiap universitas memiliki concern untuk membangun sebuah kota hijau, maka berbagai kota di Indonesia akan lebih baik lagi. Artinya, universitas di daerah masing-masing dapat terlibat dalam setiap penyusunan masterplan pembangunan kota/kabupaten dengan mengedepankan prinsip SDGs.
Dengan begitu, capaian target-target SDGs lebih cepat terealisasi, mengingat adanya partisipasi publik dan keterlibatan dari para pemangku lainnya dalam proses pembangunan kota.
Suharso menganggap bahwa upaya membangun kota sejalan dengan SDGs 11, yakni menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan.
Dia pun meminta keikutsertaan institusi pendidikan dalam membangun tata kota agar memiliki konsep-konsep tertentu.
“Kalau universitas-universitas, yang ada arsiteknya paling enggak, di semua kota di Indonesia punya concern seperti ini, menurut saya kota-kota kita jadi cantik, baik, enak, dan dari satu kota ke kota itu ada temanya. Jadi, tidak semua kota itu harus menyerupai seperti ‘Jakarta’,” pungkasnya.