PLN Utang 8,3 GW Pembangkit Listrik Hijau
Pemerintah target mencapai bauran EBT 23 persen di 2025.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti bauran energi baru terbarukan (EBT) dari pembangkit listrik milik PT PLN (Persero), yang masih kurang dari target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, berdasarkan RUPTL hingga 2025, bauran EBT dari pembangkit listrik hijau masih kurang 8,2 gigawatt (GW). Dengan nilai investasi yang diperlukan sekitar USD14 miliar atau setara Rp 216,3 triliun (kurs Rp 15.456 per dolar AS).
"Kalau kita hitung ya, untuk mencapai bauran yang sesuai dengan RUPTL, jadi saya kan beberapa kali bilang, ini PLN utang sama Kementerian ESDM, karena RUPTL enggak pernah tercapai," ujar Eniya di Kantornya, Jakarta, Senin (9/9).
Utang pembangkit listrik hijau itu terdiri dari berbagai macam jenis, mulai dari berbasis biomassa, biogas, sampah, panas bumi (geothermal), air, hydro, hingga baterai.
Energi baru terbarukan tergantung investasi
Eniya tak menampik bahwa target bauran EBT sangat bergantung terhadap investasi. Hingga Agustus 2024, realisasi investasi sektor EBTKE baru mencapai sekitar USD 580 juta dari target USD 1,23 miliar di tahun ini.
"Jadi USD 14 miliar dalam in the next 1 year, kalau USD 14 miliar tadi ada, itu sebetulnya baruan EBT kita meningkat. Sekilas ini baru kasar. Kalau kita punya investasi USD 14 miliar, dalam 1 tahun ke depan bauran EBT kita itu bisa menyentuh 20 persen energy mix," terangnya.
Adapun dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah target mencapai bauran EBT 23 persen di 2025. Melihat kondisi terkini, target bauran EBT 23 Persen baru bisa tercapai di 2029.
"Target 23 persen ini masih menjadi question kapan tercapainya. Walaupun di KEN terbaru 23 persen itu kalau enggak salah di 2029, karena di 2030 direncanakan tercapai 25 persen lewat KEN yang baru," tutur Eniya.