Prajogo Pangestu, Mantan Sopir Angkot yang Kini Jadi Orang Terkaya Nomor 23 Dunia
Mengutip laman Forbes, Prajogo menduduki peringkat ke-23 orang terkaya di dunia.
Mengutip laman Forbes, Prajogo menduduki peringkat ke-23 orang terkaya di dunia.
Prajogo Pangestu, Mantan Sopir Angkot yang Kini Jadi Orang Terkaya Nomor 23 Dunia
Mantan Sopir Angkot yang Kini Jadi Orang Terkaya Nomor 23 Dunia
Pengusaha kondang asal Indonesia, Prajogo Pangestu berhasil masuk dalam daftar orang terkaya di dunia.
Mengutip laman Forbes, Prajogo menduduki peringkat ke-23 orang terkaya di dunia.
Tercatat, harta kekayaan Prajogo Pangestu mencapai USD58,8 miliar. Nilai kekayaan Prajogo tersebut setara Rp912 triliun (kurs dolar As: Rp15.510).
Padahal, Prajogo Pangestu tidak terlahir dari keluarga kaya.
Kemiskinan membuat orang tuanya tak mampu menyekolahkan Prajogo untuk menempuh pendidikan SMA.
Jalan menuju kelayakan hidup belum juga direngkuhnya. Prajogo tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Kalimantan.
Untuk menyambung hidup, Prajogo bekerja sebagai sopir angkot. Pekerjaan itu dia lakoni pada tahun 1960.
Menjadi sopir angkot menjadi batu loncatan dalam kehidupannya.
Saat menjadi sopir, Prajogo bertemu dengan pria yang bernama Bon Sun On atau dikenal dengan nama Burhan Uray.
Pria tersebut seorang pengusaha kayu asal Malaysia. Pertemuan itulah yang kemudian mengubah kehidupannya.
Dia kemudian bekerja sebagai karyawan dari Burhan Uray yang dikenal sebagai pendiri dari PT Djajanti Group di tahun 1969.
Tujuh tahun bekerja di sana dengan keras, Burhan Uray mengangkat Prajogo sebagai General Manager (GM) di Pabrik Plywood Nusantara yang berada di Gresik, Jawa Timur.
Perusahaan tersebut kala itu sedang mengalami kesulitan keuangan.
CV Pacific Lumber Coy pun sepenuhnya milik Prajogo.
Berbekal pengalaman yang dia miliki dan insting bisnis yang baik, CV tersebut berganti nama menjadi PT Barito Pacific.
Kala itu perusahaan berhasil memiliki hak konsesi hingga 6 juta hektare di seluruh Indonesia.
Adapun, produk yang dihasilkan perusahan tersebut yaitu plywood, blockboard, particle board, dan woodworking product. Produknya juga diekspor ke luar negeri seperti Eropa dan Amerika.
Barito Pacific berkembang pesat.
Di zaman pemerintahan Presiden Soeharto, Prajogo banyak bekerja sama dengan perusahaan dari anak-anak dan kolega dari Soeharto.
Memasuki tahun 2000, bisnis pengolahan kayu mengalami kemunduran. Ini ditandai dengan ditutupnya beberapa pabrik pengolahan kayu perusahaan mulai tahun 2004 hingga tahun 2007.
Prajogo kemudian mengubah arah bisnis perusahaan ke bisnis Petrokimia dan Energi sejak tahun 2007.
Di tahun itu juga, ia mengambil alih 70 persen saham perusahaan petrokimia bernama PT Chandra Asri.
Di tahun 2011, Chandra Asri dan Tri Polyta Indonesia melakukan merger atau penggabungan.
Ini kemudian membuat perusahaan yang dimiliki oleh Prajogo Pangestu menjadi perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia.