Siap-Siap, Petugas Bea Cukai Mulai Pantau Pergerakan Bisnis Jastip Barang Impor
Pemerintah melarang penjualan barang impor di bawah Rp1,5 juta.
Pemerintah melarang penjualan barang impor di bawah Rp1,5 juta.
Siap-Siap, Petugas Bea Cukai Mulai Pantau Pergerakan Bisnis Jastip Barang Impor
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memperketat pergerakan para pelaku bisnis jasa titip atau jastip barang-barang impor. Khususnya yang menjual barang impor dengan harga di bawah USD 100 atau Rp1,54 juta.
"Jastip (akan) juga menjadi atensi kita. Barang-barang yang di bawah 100 USD kita akan petakan melalui nota intelijen waspada pada produk-produk ini dari negara-negara ini," ujar Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis, DJBC Kemenkeu Mohammad Aflah Farobi dalam Media Gathering di Kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/9).
Merdeka.com
Tak hanya memperketat pergerakan, petugas Bea Cukai juga akan melakukan pengumpulan informasi (profiling) pelaku bisnis jastip barang impor.
Terutama bagi mereka yang kerap hilir mudik di titik-titik rawan penyelendupan barang impor.
"Jastip ini kan dibawa oleh penumpang, maka kita akan profiling penumpang yang hilir mudik melalui bandara. Kita memetakan siapa saja seminggu sekali dua kali datang ke bandara. Atau di batam sehari bisa dua kali bolak-balik ke Singapura," bebernya.
Anak buah Sri Mulyani tersebut mengemukakan bahwa bisnis jastip tersebut termasuk ke dalam kegiatan impor ilegal. Ini lantaran pelaku jastip tidak membayar bea masuk sesuai ketentuan yang ada.
"Maka modus-modus dari impor ilegal ini akan kita perhatikan. Nah yang kecil - kecil dulu melalui e commerce nanti akan kita tingkatkan," bebernya.
Aflah mengungkapkan, selama ini pelaku bisnis jastip barang impor kerap kucing-kucingan dengan petugas Bea Cukai. Tujuannya untuk menghindari pengenaan bea masuk barang impor.
"Karena kalau jastip itu setengah untung-untungan. Kalau dia kena Bea Cukai mereka bayar bea masuk," jelasnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk tidak membeli produk impor hasil jastip. Langkah ini demi melindungi daya saing produk UMKM lokal dari serbuan barang impor ilegal.
Sebelumnya, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi pengaruh ketidakstabilan pertumbuhan usaha ritel. Diantaranya cara perdagangan yang tidak adil, seperti jasa titip (jastip) yang tidak memenuhi peraturan.
"Disinyalir akhir-akhir ini banyak barang-barang dari luar (negeri), yang masuk (diimpor dalam hal ini jastip), yang terbebas dari segala ketentuan yang harus mereka bayarkan," ujar Tutum dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (23/1).
Merdeka.com
Dengan ketidakadilan itu, Tutum menilai akan terjadi kerugian di sejumlah pusat perniagaan, baik pihak ritel. Karena tanggungan beban atas barang yang dijual melalui ritel tidak akan laku.
"Terlebih adanya beban sewa, karyawan. (Kerugian juga) dirasakan (pelaku usaha) di Mangga Dua, Glodok, akan tutup toko. Lebih baik di online kan kalau begitu. Nah ini yang bahaya, tidak boleh," ujarnya.