Ternyata, Iri Jadi Salah Satu Penyebab Orang Belanja Barang yang Tak Perlu
Sebagian orang merasa bahwa membeli barang yang mereka sukai dapat memberikan kebahagiaan.
Kehidupan sebagian individu sering kali dipenuhi dengan aktivitas membeli barang untuk memenuhi kebutuhan premier atau tersier. Namun, belakangan ini banyak masyarakat berbelanja barang-barang yang sebenarnya bukan kebutuhan.
Mengapa hal ini terjadi? Sebagian orang merasa bahwa membeli barang yang mereka sukai dapat memberikan kebahagiaan, meskipun barang tersebut sama sekali tidak memiliki nilai fungsional dalam kehidupan mereka.
-
Apa itu impulsive buying? Impulsive buying adalah sebuah perilaku dimana seseorang cenderung membeli sesuatu hanya berdasarkan keinginan dan tanpa berpikir dua kali. Berbeda dari perilaku konsumtif yang berarti kecenderungan mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan.
-
Apa yang dimaksud dengan impulsive buying? Secara umum, impulsive buying adalah perilaku membeli barang tanpa direncanakan dan tanpa memikirkan fungsi dan konsekuensinya.
-
Kapan impulsive buying sering terjadi? Lagi asyik scroll e-commerce, begitu lihat ada barang lucu bawaannya pasti langsung ingin checkout. Begitu pun saat lagi jalan-jalan di mall, barang yang terlihat menarik hati juga selalu ingin dibeli.
-
Kenapa orang suka berbelanja? Membeli barang bisa menyenangkan, dan membantu kita terhubung dengan orang lain. Seiring waktu, Anda mungkin mengembangkan rasa bangga atau status dalam membeli barang yang sepenuhnya terkait dengan kebutuhan psikologis kita untuk diterima oleh kelompok sebaya,' kata Klontz.
-
Kenapa impulsif membeli jadi berbahaya untuk keuangan? Perilaku ini membuat seseorang menjadi lebih boros karena membeli sesuatu hanya berdasarkan keinginan dan bukan atas dasar kebutuhan. Perilaku impulsive buying ini pun bisa berbahaya bagi kestabilan finansial.
-
Kenapa impulsive buying harus dihindari? Perilaku impulsive buying sudah seharusnya dihindari agar kondisi finansial bisa tetap terjaga dan stabil.
Tentu saja, kebiasaan ini dapat menjadi masalah serius jika kondisi keuangan kita sedang tidak stabil. Penting untuk lebih bijak dalam mengelola pengeluaran agar terhindar dari kesulitan finansial di masa depan.
Lalu, apa sebenarnya alasan di balik kebiasaan orang membeli barang yang tidak dibutuhkan? Salah satunya adalah dorongan untuk mengikuti tren yang sedang populer dan banyak dibicarakan.
Melansir dari Becoming Minimalist, berikut alasan mengapa seseorang lebih banyak membeli barang yang tidak dibutuhkan:
Berpikir Bahwa Itu Aman
Logika kita sering kali berpikir bahwa memiliki banyak harta benda akan memberikan rasa aman yang lebih besar. Dengan memiliki atap, pakaian, dan transportasi yang andal, kita merasa kebutuhan dasar terpenuhi. Maka, semakin banyak barang yang dimiliki, semakin besar pula rasa aman yang kita harapkan.
Namun, setelah kebutuhan mendasar tercukupi, kita mulai menyadari bahwa rasa aman sejati dari harta benda bersifat jauh lebih rapuh daripada yang kita bayangkan. Segala sesuatu dapat musnah, rusak, atau memudar seiring waktu. Bahkan, semua itu bisa lenyap lebih cepat dari yang kita perkirakan.
Berpikir Barang Tersebut Membuat Bahagia
Tidak seorang pun akan mengakui bahwa mereka mencari kebahagiaan dalam harta benda, kita semua menjalani hidup seperti biasa.
Kita membeli rumah yang lebih besar, mobil yang lebih cepat, teknologi yang lebih canggih, dan mode yang lebih trendi dengan harapan kita akan menjadi lebih bahagia karenanya.
Sayangnya, kebahagiaan yang sesungguhnya yang diperoleh dari harta benda yang berlebihan hanya bersifat sementara.
Manusia Lebih Rentan Terhadap Iklan
Rata-rata, kita terpapar oleh sekitar 5.000 iklan setiap hari. Setiap iklan menyampaikan pesan yang serupa 'hidup Anda akan lebih baik jika Anda membeli produk atau layanan yang kami tawarkan'. Ketika pesan ini terus-menerus disampaikan dari berbagai sudut pandang, kita secara perlahan mulai mempercayainya, sering kali tanpa sadar.
Pernyataan ini bukanlah kecaman total terhadap industri pemasaran, melainkan sebuah pengingat untuk lebih waspada terhadap sejauh mana pesan-pesan tersebut memengaruhi pikiran dan perilaku kita, seringkali lebih dari yang kita sadari.
Berharap untuk Membuat Orang Lain Terkesan
Dalam masyarakat yang makmur, rasa iri dengan cepat menjadi kekuatan pendorong bagi kegiatan ekonomi. Setelah semua kebutuhan dasar kita terpenuhi, konsumsi harus menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar kebutuhan. Konsumsi menjadi kesempatan untuk memamerkan kekayaan, kepentingan, dan kesuksesan finansial kita kepada dunia.
Iri
Perbandingan tampaknya merupakan keadaan alami manusia. Kita memperhatikan apa yang dibeli, dikenakan, dan dikendarai orang lain. Masyarakat kita mendorong perbandingan ini.
Dan terlalu sering, kita membeli barang yang tidak kita butuhkan hanya karena orang-orang di lingkungan pertemanan kita melakukan hal yang sama. Budaya yang terpaku pada pujian terhadap kelebihan akan selalu salah mendefinisikan kesuksesan sejati.
Mencoba Menutupi Kekurangan
Secara keliru, kita mencari rasa percaya diri melalui pakaian yang kita kenakan atau mobil yang kita kendarai. Kita berusaha pulih dari kehilangan, kesepian, atau patah hati dengan membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Kita mencari kepuasan dalam hal-hal materi.
Dan kita mencoba membuat orang lain terkesan dengan barang-barang yang kita miliki, bukan dengan diri kita sendiri. Namun, pengejaran ini tidak akan pernah sepenuhnya memuaskan kekurangan kita. Sering kali, hal itu justru menghalangi kita untuk mengatasinya.