Trem Otonom di IKN Disebut Mirip Bus Gandeng TransJakarta, Kemenhub Ungkap Perbedaannya
Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan memaparkan bahwa trem otonom jelas punya spesifikasi yang berbeda dengan bus gandeng.
Autonomous Rail Transit (ART) atau trem otonom bakal dioperasikan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada saat perayaan HUT RI ke-79, 17 Agustus 2024. Sejumlah netizen menilai moda transportasi baru trem otonom ini punya kemiripan dengan bus gandeng, seperti yang dioperasikan TransJakarta.
Namun, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan memaparkan bahwa trem otonom jelas punya spesifikasi yang berbeda dengan bus gandeng.
"Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Kendaraan, ukuran panjang keseluruhan dari bus gandeng tidak boleh lebih dari 18 meter. Sementara trem otonom memiliki ukuran panjang keseluruhan mencapai 30 meter," jelas DJKA dikutip dari sebuah postingan pada akun Instagram resmi @ditjenperkeretaapian, Kamis (15/8).
Perbedaan lainnya, trem otonom hanya dapat dioperasikan pada jalur lintasan rel virtual berupa marka jalan dan magnet sensor. Plus dilengkapi dengan sensor dan radar pada seluruh sudutnya, sehingga memungkinkan pengoperasian tanpa masinis (driverless) seperti LRT Jabodebek.
Bergerak di Jalan Rel
Merujuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2027 tentang Perkeretaapian, dijelaskan bahwa trem merupakan kereta api yang bergerak di atas jalan rel yang sebidang dengan jalan.
Sementara jalan rel merupakan satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah dan di atas tanah, atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api.
Dalam hal ini, jalur lintasan berupa rel virtual berfungsi sebagai track yang mengarahkan jalannya trem otonom. Sistem persinyalan pada trem otonom dirancang untuk memprioritaskan kereta pada jalan raya, unguk memastikan keselamatan penumpang maupun pengguna jalan raya lainnya.
"Sistem persinyalan ini bekerja dengan mengirimkan sinyal kepada lampu lalu lintas dari sarana trem otonom pada jarak 100 meter sebelum trem otonom melintas. Sehingga dapat memprioritaskan trem otonom melintas tanpa halangan," terang DJKA.
"Begitupun sebaliknya, sistem persinyalan yang dilengkapi sensir ini akan memberitahu trem otonom jika di depannya ada halangan maupun sarana trem otonom lainnya, sehingga dapat menyesuaikan laju kereta," lanjutnya.
Adapun cara kerja persinyalan ini sama dengan cara kerja persinyalan kereta berbasis komunikasi (Communication Based Train Control) yang mengatur jarak aman antar kereta secara otomatis.
Perbedaan terakhir antara trem otonom dengan bus gandeng, pada trem otonom terdapat dua sisi muka yang memungkinkan moda transportasi ini dijalankan secara maju pada dua arah. "Sementara bus gandeng hanya memiliki satu sisi muka dan dioperasikan maju pada satu arah," pungkas DJKA.