Cukup 20 menit pasukan elite RPKAD rebut RRI dari tangan PKI
Merdeka.com - Aksi pasukan G30S yang dikomandani Letkol Untung Sjamsuri tak cuma menculik pucuk pimpinan TNI Angkatan Darat pada dini hari 1 Oktober 1965. Mereka juga menduduki sejumlah tempat strategis di Jakarta.
Sehari setelah peristiwa penculikan berlangsung, Untung memerintahkan sejumlah pasukan bernama 'Divisi Ampera' untuk menguasai Radio Republik Indonesia (RRI). Lewat media inilah Untung mengumumkan pengambilalihan kekuasaan sekaligus membentuk 'Dewan Revolusi’. Saat itu radio merupakan sarana informasi yang sangat vital. Jangkauan RRI sampai ke seluruh pelosok Indonesia.
Untung memandang RRI dapat menggerakkan seluruh simpatisan PKI di Indonesia agar mendukung upaya mereka merebut kekuasaan.
-
Siapa yang memimpin pasukan G30S/PKI? Saat Soepardjo menanyakan bagaimana antisipasi jika kekuatan Angkatan Darat menyerang balik, Sjam yang mengendalikan operasi ini pun tidak punya jawaban.
-
Siapa yang memimpin PKI saat peristiwa G30S PKI? Di mana peristiwa ini dilancarkan oleh PKI yang saat itu dipimpin Dipa Nusantara (DN) Aidit dan Pasukan Cakrabirawa di bawah kendali Letnan Kolonel Untung Syamsuri.
-
Siapa yang memimpin pasukan baret merah? Mayjen Soeharto mengerahkan pasukan elite baret merah, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ke Jawa Tengah. Pasukan ini dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhie Wibowo untuk melawan kekuatan komunis di sana.
-
Bagaimana pasukan G30S menguasai RRI? Di bawah todongan senjata, mereka memaksa penyiar membacakan berita tersebut.
-
Siapa yang memimpin gerakan G30S/PKI? Brigjen Soepardjo menjadi salah satu tokoh kunci dalam gerakan tersebut bersama DN Aidit, Sjam Kamaruzaman, dan Letnan Kolonel Untung Sjamsuri.
-
Siapa yang pimpin pasukan? Tim Sparta yang dipimpin langsung oleh Kapolresta Surakarta Kombes Pol Iwan Saktiadi langsung melakukan pengadangan.
Panglima Kostrad Mayjen Soeharto segera memerintahkan Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), Kolonel Sarwo Edhie Wibowo bergerak cepat merebut RRI. Propaganda Untung dkk harus dibungkam secepatnya.
"Berapa lama waktu yang dibutuhkan?" tanya Soeharto.
"20 menit Pak," jawab Sarwo Edhie.
1 Oktober 1965, saat matahari mulai terbenam, pasukan baret merah ini mulai bergerak menuju RRI. Kolonel Sarwo Edhie menunjuk Letnan Dua Sintong Panjaitan sebagai komandan pasukan.
Mereka bergerak dari Markas Komando Strategis Angkatan Darat (Makostrad) menuju RRI dengan berjalan kaki. Pasukan ini dibagi tiga, ada yang bergerak lurus, ada pula yang bergerak mengitari bagian selatan maupun utara Monas.
Setelah tiba di gerbang, pasukan RPKAD mengintai keadaan di luar RRI. Mereka menemukan sejumlah orang berjaga di depan. Kebanyakan dari Pemuda Rakyat, organisasi underbouw PKI. Sejumlah pasukan yang TNI yang bersimpati pada gerakan komunis tersebut ternyata sudah angkat kaki lebih dulu.
Salah satu peleton yang bergerak untuk merebut RRI mulai melepaskan tiga kali tembakan. Tindakan ini ternyata efektif untuk mengusir pasukan ilegal tersebut. Mereka lari tunggang langgang saat mendengarnya dan meninggalkan tugasnya. Alhasil, perebutan RRI berlangsung tanpa perlawanan.
Setelah dirasa aman, pasukan elite ini mulai memasuki gedung satu per satu. Mereka memeriksa bagian per bagian ruangan, serta membebaskan karyawan yang disandera kelompok Untung. Lalu, Letda Sintong melaporkan keberhasilannya kepada Lettu Feisal Tanjung.
Kisah lucu di tengah perebutan RRI


Namun walau RRI sudah direbut, suara propaganda PKI masih terus terdengar dari radio itu. Kolonel Sarwo Edhie tak percaya dengan laporan yang disampaikan Sintong selaku komandan. Dia meminta Sintong kembali mengecek seluruh gedung.
"Apa? RRI sudah diduduki? Coba kamu periksa seluruh ruangan dulu. Itu aktivitas mereka masih di dalam!" tegas Sarwo Edhie, seperti dikutip dari buku 'Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando', karya Hendro Subroto terbitan Kompas Gramedia.
Perintah ini membuat Sintong bingung, apalagi dia sudah memeriksa seluruh bagian dan tak menemukan satu pun tempat yang masih beroperasi. Setelah yakin, dia kembali melaporkannya. Namun jawaban yang diterima tetap sama.
"Laporanmu tidak benar. Kamu bersihkan dulu sampai bersih. Jangan buru-buru kamu lapor. Tangkap dulu semua orang yang ada di situ," sahut Sarwo Edhie menjawab laporan Sintong.
Tidak lama, Sintong baru menyadari pengumuman yang masih terus mengudara itu berasal dari tape recorder. Kaset tersebut terus berputar meski tak ada yang mengoperasikannya. Demi menghentikannya, Sintong sempat ingin merusaknya dengan memukulkan popor senjata, namun tindakan ini segera dicegah salah satu karyawan dan menekan tombol off.
Segera setelah RRI diduduki, Kepala Pusat Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Ibnu Subroto mulai menyiarkan pengumuman lanjutan. Dia membacakan pesan yang ditulis Mayor Jenderal Soeharto bahwa ada upaya kudeta dari gerombolan Letkol Untung dan dirinya mengambil alih kepemimpinan TNI AD.
Setelah pembacaan selesai, rupanya temuan tape recorder yang berisi siaran propaganda dari PKI menggelitik seorang perwira senior. Dia menyindir Sintong yang gaptek.
"Ah kampungan kamu. Masak kamu tidak tahu kalau siaran G30S/PKI itu berasal dari tape recorder?"
Mendengar itu, Sintong langsung menjawab dengan nada bercanda. "Ya, tadi saya mendapat perintah untuk menangkap orangnya," jawabnya disambut tawa.
Keberhasilan RPKAD merebut RRI ini telah membalikkan keadaan. Letkol Untung yang semula berada di atas angin mulai terdesak. Batal sudah rencana Ketua CC PKI DN Aidit untuk mengumumkan kabinet Dewan Revolusi tanggal 4 Oktober 1965. Sebaliknya, pidato Mayjen Soeharto menyatukan seluruh kekuatan antikomunis yang semula ragu-ragu tak tahu mana kawan mana lawan.
Keesokan harinya, RPKAD dan satuan lainnya berhasil menduduki basis tentara pro-PKI di sekitar Halim. Komplotan ini pun melarikan diri.
Tak butuh waktu lama hingga Letkol Untung dan anggota lainnya bisa ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kolonel Sahirman dan sejumlah pimpinan PKI Jawa Tengah melarikan diri setelah G30S/PKI gagal.
Baca Selengkapnya1 Oktober 1965, pukul 03.00 WIB, belasan truk dan bus meninggalkan Lubang Buaya. Mereka meluncur ke Pusat Kota Jakarta untuk menculik tujuh Jenderal TNI.
Baca SelengkapnyaTerbentuknya pemerintahan darurat di Pulau Sumatra menjadi momen penyambung hidup NKRI serta gelorakan semangat perjuangan melawan kolonial.
Baca SelengkapnyaJenderal, Kolonel, Letnan kolonel tak ada yang berani mengacungkan tangan. Pilihan jatuh pada seorang kapten baret merah.
Baca SelengkapnyaSebuah peristiwa pembajakan pesawat maskapai Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan 206 ini menjadi momen bersejarah bagi Kopassus.
Baca SelengkapnyaPerlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaPemberontakan G30S/PKI juga meletus di Semarang. Brigjen Suryo Sumpeno mengerahkan panser dan tank untuk mengusir mereka.
Baca SelengkapnyaBerawal dari Agresi Militer Belanda Kedua pada 19 Desember 1948, PDRI pun didirikan di Sumbar.
Baca SelengkapnyaPerjuangan dan semangat yang dimiliki pasukan tentara Indonesia melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan begitu besar dalam peristiwa ini.
Baca SelengkapnyaKapten yang terpengaruh G30S/PKI itu menodongkan senjata pada Brigjen Suryo Sumpeno. Bagaimana cara untuk lolos?
Baca SelengkapnyaMasyarakat setempat bersikap wajar dalam bereaksi terkait adanya konvoi itu.
Baca Selengkapnya