Duduk Perkara Kasus Proyek Satelit Kemhan
Merdeka.com - Menko Polhukam Mahfud MD membongkar dugaan pelanggaran hukum lewat proyek satelit komunikasi pertahanan pada 2015. Proyek tersebut berpotensi membuat negara rugi sekitar Rp800 miliar.
Proyek tersebut sudah dilakukan oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan). Kemhan sudah mengeluarkan kontrak untuk sejumlah perusahaan yaitu PT Avanti, AirBus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat yang terjadi dalam kurun waktu 2015-2016.
"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit kominikasi pertahanan, dengan nilai yang sangat besar. Padahal anggaran belum ada, kontrak yang tanpa anggaran negara itu jelas melanggar prosedur," kata Mahfud dalam konferensi pers, Kamis (13/1).
-
Siapa yang menunggak pembayaran? 'Nah, jemaah sulsel itu sudah selesai semua pembayaran ke oknum broker seat, jemaah surabaya yang belum selesaikan. Ini informasi yang saya dapat yah, tapi belum ada kepastian yah,' sebutnya.
-
Kenapa Kementan harus berutang ke vendor? Dia harus turut menanggung kemauan SYL karena diutangi oleh ASN Kementan yang hingga saat ini uang tersebut belum dibayarkan.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
-
Kapan utang Kementan ke vendor belum dibayarkan? 'Kalau ada catatan versi saya, sudah saya kirimkan. Per hari ini itu sisanya 1,6 sekian miliar lagi yang belum selesai,' pungkas saksi.
-
Bagaimana Kemkomdigi bersikap terhadap kasus ini? Penugasan ini merupakan implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 174 Tahun 2024 tentang Kementerian Komunikasi dan Digital, yang mencerminkan perubahan nomenklatur kementerian sebagai respons terhadap dinamika dan tantangan era transformasi digital saat ini, di mana dibentuk satu kedirjenan baru yang mengawasi kejahatan di ruang digital.
-
Kenapa pekerja Indonesia dipecat? Pihak perkebunan yang mempekerjakan mereka mengatakan mereka dipecat karena kurang cepat memetik buah-buah yang akan dipasok ke supermarket besar.
Kasus ini bermula ketika Indonesia menyewa satelit dan tak memenuhi kewajiban bayar sesuai nilai sewa. Pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT). Karena itu terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.
Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.
Demi mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Lalu, Kemhan membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit), milik Avanti Communication Limited (Avanti). Padahal saat melakukan kontrak, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.
Untuk memulai pembangunan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016, yang anggarannya dalam tahun 2015 juga belum tersedia.
Pada 6 Desember 2015, meskipun persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kominfo baru diterbitkan tanggal 29 Januari 2016. Tetapi, Kemhan pada tanggal 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kominfo.
Selanjutnya 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK). Tetapi, PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan.
Di tahun 2016, anggaran telah tersedia namun dilakukan self blocking Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) oleh Kemhan.
Karena RI tidak memenuhi bayar sewa sesuai dengan nilai kontrak, PT Avanti menggugat pemerintah di London Court of Internasional Arbitration. Sehingga pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah biaya arbitrase, biaya konsultasi dan biaya filing satelit sebesar Rp515 miliar.
"Jadi negara bayar Rp 515 miliar untuk kontrak ada dasarnya," ungkap Mahfud.
Selain dengan PT Avanti, pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi dengan nilai 20.901.209 dolar (USD) atau Rp304 miliar kepada Navayo.
Pihak Navayo yang juga telah menandatangani kontrak dengan Kemhan menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan dokumen Certificate of Performance, namun tetap diterima. Barang tersebut ditandatangani oleh pejabat Kemhan dalam kurun waktu 2016-2017.
Navayo kemudian mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemhan, namun Pemerintah menolak untuk membayar. Sehingga Navayo menggugat ke Pengadilan Arbitrase Singapura.
Anggota TNI Diduga Terlibat
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyebut, ada indikasi sejumlah personel TNI terlibat dalam proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) 2015-2016.
"Selasa kemarin saya sudah dipanggil Pak Menko Polhukam, intinya sama. Beliau menyampaikan bahwa proses hukum segera akan dimulai dan memang beliau menyebut ada indikasi awal beberapa personel TNI yang masuk dalam proses hukum," kata Andika kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jumat (14/1).
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) ini menegaskan, bakal mendukung keputusan dari pemerintah untuk melakukan proses hukum tersebut.
"Jadi kami menunggu nanti untuk nama-namanya yang masuk dalam kewenangan kami," tegasnya.
Kasus Naik Penyidikan
Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai melakukan penyidikan atas kasus proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2016. Kejaksaan Agung menandatangani surat perintah penyidikan hari ini.
"Hari ini kami tandatangani surat perintah penyidikannya," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jumat (14/1).
Akan tetapi, Burhanuddin tak menjelaskan secara rinci terkait perkara tersebut. Namun, hal itu baru akan disampaikan pada sore hari nanti.
"Kemudian, nanti kalau kasus posisinya apapun, nanti tanyakan ke Jampidsus nanti sore," ujarnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hakim menilai pengaturan pembangunan tower menara pemancar BTS tersebut hanya membuang-buang uang negara.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Negeri Batang menetapkan dua tersangka lantaran terlibat tindak pidana korupsi dalam proyek pelabuhan Batang tahun 2015.
Baca SelengkapnyaAtas transaksi tersebut, penyidik Kejati Jatim pun menemukan beberapa indikasi penyimpangan.
Baca SelengkapnyaPembelian armada itu semestinya untuk mengatasi masalah penumpukan di pelabuhan.
Baca SelengkapnyaSAP melalui agen-agen tertentu terlibat dalam skema untuk menyuap pejabat Indonesia guna mendapatkan keuntungan bisnis.
Baca SelengkapnyaBudi menjelaskan, hal ini terjadi sebelum nama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) berubah menjadi BAKTI.
Baca SelengkapnyaPasalnya, kata dia, keterlibatannya dalam kerja sama dengan PT Timah dimulai atas dorongan nasionalisme.
Baca SelengkapnyaPada permen LHK 7/2014 dibuat untuk mengatur mekanisme penyelesaian sengketa perdata lingkungan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Baca SelengkapnyaAda kesepakatan yang terjadi antara Edward Hutahean dengan Irwan dan Anang Latief.
Baca SelengkapnyaKPK belum mengungkapkan nilai rumah mewah itu dan proses pendataan terhadap aset tersebut masih berlangsung.
Baca SelengkapnyaAda pembayaran biji timah ilegal kepada para mitra dengan total biaya sebesar Rp26,649 triliun.
Baca SelengkapnyaHal tersebut diungkapkan saat sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (6/8)
Baca Selengkapnya