CEK FAKTA: Disinformasi Pasal 14 Tentang Jaminan Produk Halal Sudah Dihapus
Informasi Pasal 14 hurup (f) dalam UU nomor 33 tahun 2014 tentang Perizinan produk halal sudah dihapus adalah disinformasi. Pasal 14 huruf (f) memang dihapus. Jadi proses perizinan produk halal hanya membutuhkan lima syarat
Sebuah video yang memperlihatkan pasal 14 huruf (f) UU Nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal dihapus beredar di media sosial. Dalam video itu dijelaskan bahwa jika pasal tentang produk halal dihapus, maka akan berbahaya.
-
Bagaimana cara mendapatkan sertifikat halal MUI? Untuk mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu produk harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan.
-
Kenapa penting bagi konsumen Muslim untuk mengecek sertifikat halal MUI? Pasalnya, mengecek sertifikat halal MUI adalah langkah penting bagi konsumen Muslim untuk memastikan bahwa produk yang mereka konsumsi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
-
Sertifikat halal itu apa sih? Sertifikat halal merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
-
Siapa yang berwenang memberikan sertifikat halal MUI? Produk yang memenuhi kriteria-kriteria di atas akan diberikan sertifikat halal oleh LPH yang terpercaya.
-
Apa saja kriteria yang harus dipenuhi agar produk bisa mendapat sertifikat halal MUI? Untuk mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu produk harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan. Berikut adalah kriteria-kriteria tersebut: 1. Bahan dan Proses ProduksiBahan Baku: Produk harus menggunakan bahan baku yang halal dan tidak mengandung unsur haram. Bahan baku yang digunakan harus sesuai dengan syariat Islam.Fasilitas Produksi: Fasilitas produksi harus memenuhi standar kehalalan dan tidak memiliki kontaminasi dari bahan haram. Fasilitas tersebut harus memiliki sistem pengawasan yang efektif untuk mencegah kontaminasi.Proses Produksi: Proses produksi harus dilakukan dengan cara yang halal dan tidak mengandung unsur haram. Proses tersebut harus memenuhi standar kehalalan dan tidak memiliki kontaminasi dari bahan haram.
-
Apa saja manfaat sertifikat halal? Sertifikat halal memiliki beberapa fungsi penting, terutama dalam konteks konsumen Muslim dan industri makanan serta produk lainnya.
"Nih di dalam Undang-Undang nomor 33 tahun 2014 tentang Perizinan produk halal, kan ada pasal 13. Pasal 14 nya itu dikatakan Ketentuan Pasal 14 dihapus. Dihapus, hilang. Dan konsekuensinya non muslim dapat jadi auditor nih. Ini kacau nih," kata seseorang dalam video berdurasi 1 menit 38 detik itu.
Penelusuran
Penjelasan terkait huruf (f) dalam pasal 14 UU Nomor 33 tahun 2014 dijelaskan dalam artikel kompas.com berjudul "Simak, Ini Ketentuan Sertifikat Halal untuk Produk di UU Cipta Kerja" pada 8 Oktober 2020.
Dalam Pasal 14 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, dijelaskan mengenai pengangkatan auditor halal oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Auditor halal adalah orang yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan kehalalan produk.
Sedangakan, LPH adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujan terhadap kehalalan produk.
Ada sejumlah persyaratan pengangkatan auditor halal oleh LPH, yakni:
(a) Warga negara Indonesia
(b) Beragama Islam
(c) Berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu) di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi
(d) Memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam
(e) Mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan
(f) Memperoleh sertifikat dari MUI
Namun, pada UU Cipta Kerja, persyaratan poin (f) ditiadakan. Sehingga, dalam pengangkatan auditor halal hanya berlaku lima persyaratan saja.
Kemudian dalam artikel merdeka.com berjudul "BPJPH: Penambahan LPH akan Perkuat Jaminan Produk Halal di Indonesia" pada 8 Januari 2021, dijelaskan bahwa LPH bisa menjamin tentang produk halal di Indonesia.
Kepala BPJPH Sukoso mengatakan, bertambahnya jumlah LPH akan semakin memperkuat penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia. Menurutnya, LPH merupakan bagian tak terpisahkan dari proses sertifikasi halal yang diamanatkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
"LPH memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan JPH di Indonesia, yang tak bisa dipisahkan dari pelaksanaan sertifikasi halal," kata Sukoso dalam keterangan pers, Jumat (8/1).
Sukoso menjelaskan LPH sebagaimana ketentuan Pasal 1 UU JPH, adalah lembaga yang bertugas melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk.
Pemberlakuan kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia sejak 17 Oktober 2019, menuntut ketersediaan sejumlah hal yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah ketersediaan LPH dengan auditor halalnya dan labolatoriumnya yang terstandarisasi.
"Apalagi jika menengok data UMK kita yang jumlahnya puluhan juta dan tersebar di seluruh penjuru tanah air, dengan kondisi sebagian besarnya membutuhkan adanya pendampingan kita agar mereka mudah dalam melaksanakan sertifikasi halal. Maka, sudah tentu semakin banyak LPH, auditor halal, penyelia halal dan semua yang dibutuhkan akan semakin baik dan mendukung percepatan sertifikasi halal kita," terangnya.
Sukoso menyambut baik terbentuknya dua LPH baru di akhir tahun 2020. Mereka adalah LPH yang didirikan oleh PT Sucofindo dan PT Surveyor Indonesia. Terbentuknya kedua LPH itu ditandai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala BPJPH tentang Penerbitan Surat Keterangan Akreditasi LPH.
Surat keterangan itu diberikan kepada LPH PT Sucofindo pada10 November 2020, dan kepada LPH PT Surveyor Indonesia pada 28 Desember 2020.Dalam melaksanakan akreditasi LPH ini, BPJPH bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Penetapan kehalalan produk, bukan kewenangan BPJPH atau LPH, tapi tetap menjadi kewenangan MUI,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Kerja Sama dan Standardisasi Halal BPJPH, Sri Ilham Lubis, menambahkan, ada sejumlah calon LPH yang telah mengajukan permohonan pendirian LPH ke BPJPH. Namun, BPJPH baru menerbitkan dua SK pada 2020.
Dua LPH yang telah diterbitkan SK Akreditasinya itu dinilai telah memenuhi persyaratan pendirian LPH. Penetapan surat keterangan akreditasi kedua LPH tersebut, dilakukan BPJPH setelah melalui sejumlah tahapan.
"Dalam proses akreditasi tersebut, MUI juga telah melakukan verifikasi lapangan dan sudah menyampaikan laporannya bahwa kedua LPH tersebut telah memenuhi syarat sebagai LPH," ungkap Sri.
"Setelah itu ada tahap akhir yaitu pengajuan permohonan akreditasi untuk mendapatkan akreditasi LPH maksimalnya dua tahun," tambah Sri.
Kesimpulan
Informasi Pasal 14 hurup (f) dalam UU nomor 33 tahun 2014 tentang Perizinan produk halal sudah dihapus adalah disinformasi. Pasal 14 huruf (f) memang dihapus. Jadi proses perizinan produk halal hanya membutuhkan lima syarat.
Proses perizinan halal akan dibantu oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Meski begitu, pneltapan kehalalan produk tetap kewenangan MUI.
Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan, pastikan itu berasal dari sumber terpercaya, sehingga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
(mdk/noe)