53 Spesies Hewan yang Tadinya Dikira Bisu, Ternyata Bisa Bersuara
Penelitian yang dipimpin Gabriel Jorgewich-Cohen, seorang mahasiswa S3 dari Universitas Zurich menyatakan dia terinspirasi melakukan penelitian ketika membaca mengenai proyek penelitian di Hutan Hujan Amazon, Brazil.
Penelitian baru yang dipublikasi dalam Nature Communications berhasil mengidentifikasi 53 spesies hewan yang awalnya dikira tidak dapat bersuara namun nyatanya bersuara.
Lima puluh spesies yang diidentifikasi itu mulai dari kura-kura, tuatara (binatang reptil di Selandia Baru), caecilian (amfibi tanpa kaki) hingga ikan paru Amerika Selatan.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan? Ilmuwan menemukan dua spesies dinosaurus baru, yang hidup 66 juta tahun lalu.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
Penelitian yang dipimpin Gabriel Jorgewich-Cohen, seorang mahasiswa S3 dari Universitas Zurich menyatakan dia terinspirasi melakukan penelitian ketika membaca mengenai proyek penelitian di Hutan Hujan Amazon, Brazil.
Dalam penelitian itu, Gabriel menemukan kura-kura di Hutan Amazon menggunakan komunikasi vokal untuk berbicara dengan kura-kura lain, termasuk anak-anak mereka.
Gabriel tertarik setelah mengetahui kura-kura dapat bersuara. Dia pun yakin kura-kura lain mungkin juga dapat bersuara.
Bersama dengan profesor lain, Gabriel segera meneliti kura-kura. Penelitian awalnya dilakukan pada kura-kura peliharaan yang dimilikinya. Kala itu Gabriel beranggapan dia tidak akan mendapatkan apa pun.
Namun saat meneliti, Gabriel mendengar kura-kura mengeluarkan berbagai suara. Akhirnya temuan itu mendorong Gabriel untuk meneliti hewan-hewan lain yang dianggap tidak mengeluarkan suara.
“Saya ingin lebih dalam melaporkan hewan-hewan yang tidak diketahui bersuara ini, dan mencoba memahaminya dalam gambaran besar,” jelasnya, dikutip dari CNN, Senin (14/11).
Gabriel akhirnya merekam hewan-hewan yang lama dianggap tidak bersuara. Dia merekam hewan-hewan itu selama 24 jam. Berbagai suara pun terdengar dalam rekaman itu, mulai dari ketukan, kicau, desis, dan dengkuran.
Suara-suara yang dikeluarkan hewan-hewan itu berbeda-beda dan aneh, seperti cuara caecilian.
“Saya sangat terkejut mengetahui mereka sering menghasilkan suara, dan dengan cara yang sangat lucu,” jelas Gabriel. Dia menjelaskan suara caecilian terdengar seperti mendengkur dan seperti sendawa keras.
Penelitian Gabriel diyakini dapat memberikan pandangan baru dalam ilmu biologi. Dalam biologi, hewan diyakini berevolusi. Fenomena bernama convergent evolution itu terjadi ketika spesies beradaptasi meski mereka memiliki asal yang berbeda-beda.
Namun penelitian Gabriel menunjukkan jika kemampuan hewan memproduksi suara berasal dari satu asal tunggal. Penelitian pun menjawab jika komunikasi vokal setidaknya berusia setua nenek moyang terakhir vertebrata choanate atau vertebrata dengan paru-paru, sekitar 407 juta tahun.
Meski Gabriel telah melakukan penelitian, namun profesor John Wiens dan Zhuo Chen dari Universitas Arizona menyatakan Gabriel harus melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui asal tunggal komunikasi vokal.
Penelitian yang menyatakan “kehadiran repertoar kompleks (kehadiran sejumlah suara yang berbeda dan / atau panggilan harmonik) menunjukkan makna komunikatif” itu harus diteliti ulang. Bagi Wiens penelitian sebelumnya yang menunjukkan komunikasi antar katak lebih bermakna jika suara digunakan untuk berkomunikasi. Wiens juga mengungkap suara yang direkam Gabriel juga sulit untuk dipahami.
Meski mendapat kritik, namun Wiens menyatakan penelitian Gabriel tetap membantu penelitian lain pada ilmu biologi.
Dalam penelitian ke depan, Gabriel menyatakan dia ingin mengetahui arti suara yang dikeluarkan kura-kura.
“Dalam kebanyakan kasus, kita hanya tahu mereka mengeluarkan suara. Kami tidak tahu apa yang mereka maksud. Selain itu, saya ingin memahami sedikit tentang kemampuan kognisi mereka – bagaimana mereka berpikir, lebih dari arti sebenarnya dari suara,” jelasnya.
Baginya, memahami suara kura-kura dapat membantu langkah konservasi hewan itu.
“Ketika kita berpikir tentang konservasi mereka, kita tidak pernah menganggap kebisingan manusia sebagai sumber masalah, dan saya pikir mungkin sekarang kita harus mulai mempertimbangkannya, memikirkan kembali bagaimana kita melakukan konservasi,” jelasnya.
Reporter Magang: Theofilus Jose Setiawan
(mdk/pan)