Beda hak anak di Belanda dan Indonesia
Di Belanda jika orang tua tak sanggup membiayai anak-anaknya, hak asuh mereka direbut negara.
Anak jalanan merupakan salah satu masalah cukup memprihatinkan di negara berkembang tak terkecuali Indonesia. Padahal jelas dalam undang-undang dasar. Setiap dari mereka harusnya dipelihara oleh negara.
Kenyataannya nol. Jumlah mereka saban tahun makin tumpah ruah. Mereka pula warga pertama yang 'menemui' Chaim Fetter, bule Belanda pendiri Yayasan Peduli Anak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Awal kedatangannya ke Indonesia Fetter didatangi anak jalanan meminta belas kasihan dia.
Fetter menuturkan perbedaan hukum soal anak-anak di negaranya dan Indonesia. "Pada jam masuk sekolah misalnya, di Belanda tidak ada anak sekolah berkeliaran. Mereka harus belajar," ujar Fetter saat ditemui merdeka.com (11/12).
Polisi di Belanda juga patroli keliling memperhatikan siapa murid yang nekat tidak sekolah. Bila terbukti mereka kabur pada saat jam pelajaran berlangsung bakal diseret kembali ke sekolahnya.
"Jika mereka mencoba berbohong dengan mengatakan sekolah sedang libur, tempat dia belajar benar-benar ditelepon dan memastikan apa benar sedang diliburkan. Jika terbukti berdusta akan diantar ke sekolahnya," kata CEO situs jualo.com ini.
Fetter juga mengatakan jika ada anak di usia sekolah tidak mengenyam pendidikan orang tuanya bakal dipanggil dan diselidiki. "Kalau mereka tidak mampu memberikan biaya untuk belajar hak asuh anak itu diambil oleh negara dan dibiayai," katanya.
Melihat perbedaan besar soal penanganan anak di Belanda dan Indonesia ini membuat Fetter tergerak menerapkan sistem di negaranya untuk mengurangi tingkat anak jalanan di negeri ini.
Fetter mengaku sudah mengambil hak asuh beberapa anak dari orang tuanya di Lombok untuk dibesarkan oleh yayasan miliknya. Fetter memberinya rumah, pendidikan, serta keterampilan yang seharusnya didapat oleh bocah-bocah usia sekolah itu.
"Jadi mereka tidak berkeliaran di jalan. Masa depan mereka juga lebih cerah sebab memiliki pendidikan yang baik. Tapi ini berlaku jika mereka memang serius ingin kembali bersekolah. Saya lepas tangan kalau ada anak jalanan malas belajar. Biasanya anak-anak jalanan usia remaja sudah tidak mau lagi belajar. Mereka nyaman di jalan dan mendapatkan uang," jelas Fetter.
Sebab itulah yayasan miliknya lebih banyak menampung anak di bawah usia 12 tahun. Menurut Fetter semangat belajar mereka masih tinggi.