Cinta sejoli berhasil patahkan kutukan satu desa selama 300 tahun
Cinta sejoli berhasil patahkan kutukan satu desa selama 300 tahun. Selama berabad-abad lamanya, warga dari dua desa yang terpisah oleh sungai sepanjang satu meter di China bagian timur terikat oleh satu tradisi. Tradisi itu menjadi kutukan di mana warga dari satu desa dilarang menikah dengan warga di desa seberang.
Selama berabad-abad lamanya, warga dari dua desa yang terpisah oleh sungai sepanjang satu meter di China bagian timur terikat oleh satu tradisi. Tradisi itu kemudian berubah menjadi suatu kutukan di mana warga dari satu desa dilarang menikah dengan penduduk di desa seberangnya.
Konflik antara desa Wushan dan Yuepu di Provinsi Fujian sudah dimulai sejak tiga abad lalu. Penduduk dari dua desa itu memperebutkan satu-satunya sumber air dari sungai yang memisahkan kedua desa.
Permusuhan pun tercipta antara dua desa berpenduduk 7.500 orang itu hingga berujung pada larangan menikah antara penduduk masing-masing desa.
"Tidak ada yang bisa mengingat dari mana larangan pernikahan itu berasal. Kami hanya tahu bahwa pertengkaran dimulai sekitar tiga tahun lalu gara-gara memperebutkan air," kata sekretaris Partai Komunis dari Wushan, Wang Hongdong, seperti dilansir dari laman Asia One, Senin (8/5).
Sebagian besar penduduk percaya, jika terjadi pernikahan antara warga dari dua desa itu, maka hal itu akan memancing kesialan. Kepercayaan itu terus diwariskan dari generasi ke generasi hingga akhirnya terjadi lagi perebutan lahan makam.
"Mereka (para pendahulu) kembali bertengkar sekitar 40 tahun lalu karena memperebutkan lahan kuburan," ungkap Wang.
"Tapi hubungan kembali membaik dalam 10 tahun terakhir. Kami mulai membangun pabrik sepatu bersama dan orang-orang muda mulai bisa bergaul bersama," sambungnya.
Tetapi gencatan senjata antara dua desa rupanya belum benar-benar berakhir. Ketika ada seorang gadis dari Yuepu menjalin hubungan dengan seorang pria dari Wushan sekitar tiga tahun lalu, permusuhan kembali terasa. Orangtua kedua belah pihak menentang pernikahan antara sepasang sejoli itu.
"Keluarga dari sepasang kekasih itu mati-matian menolak perkawinan karena takut terkena kutukan. Namun pasangan itu tetap berkeras menikah hingga terpaksa harus meninggalkan desa mereka ke provinsi lain yang jauhnya sekitar 1.500 kilometer dari desa," jelas Wang.
Namun rupanya, kutukan itu tidak terbukti. Sepasang suami istri itu tetap bisa menjalani rumah tangga tanpa terkena kutukan yang selama ini dikhawatirkan. Bahkan keduanya kini sudah dikaruniai dua putra rupawan. Mendengar hal itu penduduk desa berhenti mempercayai kutukan itu.
Untuk menandai bahwa penduduk dua desa sudah berbaikan sekaligus meresmikan penghapusan larangan pernikahan, para warga menggelar upacara di hadapan otoritas Buddha dan pejabat Komunis setempat. Sekitar 500 orang hadis dalam upacara itu.