Doa Imam Masjid Nabawi Usai Salat Picu Kontroversi, Begini Isi Doanya
Doa Imam Masjid Nabawi Usai Salat Picu Kontroversi, Begini Isinya
Banyak netizen mempertanyakan keputusan sang imam memohon doa semacam itu.
Doa Imam Masjid Nabawi Usai Salat Picu Kontroversi, Begini Isinya
Doa Imas Masjid Nabawi Syeikh Salah Al Budair menuai kontroversi di media sosial. Seusai memimpin salat pada Rabu malam lalu sang imam memohon kepada Allah agar melindungi negara muslim dari aksi 'demo dan revolusi'.
Dilansir laman Middle East Eye, banyak netizen mempertanyakan keputusan sang imam memohon doa semacam itu di tengah gencarnya demo di sejumlah negara muslim yang rakyatnya mendukung warga Palestina di Gaza.
"Ya Allah lindungi negeri kaum muslim dari perselisihan dan konflik, perang, revolusi, dan unjuk rasa.
Ya Allah lindungi negeri kaum muslim dari perang dan cobaan," demikian ucapan sang imam dalam doanya.
Cuplikan video doa ini di media sosial Instagram disukai lebih dari 26.000 pengguna dan mendapat lebih dari 1.100 komentar.
The supplication of the Imam of the Grand Mosque of Medina, Sheikh Salah Al Budair, caused widespread controversy on social media.
— Middle East Eye (@MiddleEastEye) April 6, 2024
During the night time prayers on Wednesday, the Sheikh prayed to God to protect Muslim countries from ‘revolutions and protests’. pic.twitter.com/arxGms2BKB
Unjuk rasa dilarang ketat di Arab Saudi. Pemerintah mengeluarkan larangan ini sejak muncul demo-demo antipemerintah pada Maret 2011. Banyak di antara demonstran itu yang ditahan hingga hari ini.
Pada November lalu Islah Abdur-Rahman, aktor sekaligus presenter asal Inggris yang menunaikan umrah bersama keluarganya mengaku ditahan oleh tentara Saudi karena mengenakan keffiyeh (syal yang dikenal sebagai simbol perlawanan Palestina).
Abdur-Rahman memutuskan umrah akhir Oktober, dan menyuarakan keprihatinannya atas penindasan terhadap simbol atau bentuk solidaritas untuk Palestina di Arab Saudi.
"Saya dihentikan oleh empat tentara karena mengenakan keffiyeh putih di kepala saya dan tasbih berwarna Palestina di pergelangan tangan saya," ungkapnya kepada Middle East Eye.
"Saya diantar ke lokasi tempat mereka menahan orang-orang karena kemungkinan kejahatan atau pelanggaran. Setelah saya ditahan, ada tentara lain yang menginterogasi saya dan bertanya tentang kewarganegaraan saya, mengapa saya di sini, dari mana saya bepergian, berapa lama saya di sini," sambungnya.
Tentara itu kemudian meminta Abdur-Rahman untuk mengulangi cara dia mengenakan keffiyeh, sambil mendiskusikannya dan mengambil visa miliknya.
"Ternyata syal itu yang menjadi masalah," katanya.
"Mereka berbicara dalam bahasa Arab tetapi terus mengatakan 'keffiyeh Palestina' dan menatap syalnya."
Abdur-Rahman kemudian diminta untuk menandatangani formulir pembebasan dan membubuhkan sidik jari setelah menyerahkan keffiyeh tersebut.
"Awalnya, saya sangat takut, karena saya berada bukan di negara sendiri, saya tidak punya hak, dan mereka bisa melakukan apa saja kepada saya dan saya tidak akan bisa bersuara, jadi saya takut," jelasnya.
"Kemudian, rasa takut saya berubah menjadi patah hati… patah hati itu semakin parah ketika saya menyadari ini hanya sebagian kecil dari apa yang harus dialami orang-orang Palestina."
Abdur-Rahman menggambarkan pengalaman itu "mengecewakan", terutama karena itu terjadi di tempat ibadah, dan selama serangan Israel yang tak tiada henti terhadap Gaza, yang sejak 7 Oktober telah menewaskan lebih dari 33.000 warga Palestina.
"Ini membuat saya menyadari betapa warga Palestina di Gaza dan di negara mereka harus merasakan perlakuan pemerintah Israel, dan pelecehan yang mereka terima hanya karena mereka menjadi warga Palestina. Ini justru memperluas empati saya bahkan lebih jauh dari sebelumnya," ujarnya.
Abdur-Rahman memutuskan untuk membagikan pengalamannya di Instagram, mengatakan bahwa dia "tidak ingin memberikan kesan yang salah tentang Makkah, yang merupakan tempat yang indah," tetapi sebaliknya dia ingin membahas bagaimana warga Palestina "tidak memiliki suara".