Insiden pembakaran pesantren ungkap Malaysia darurat ganja
Insiden pembakaran pesantren ungkap Malaysia darurat ganja. Anggota Parlemen Malaysia untuk wilayah Segambut, Lim Lip Eng, meminta agar pemerintah jangan dulu bernapas lega setelah melakukan penangkapan terhadap tujuh remaja pelaku pembakaran pondok pesantren Darul Quran Ittifaqiyah yang menewaskan 23 orang.
Anggota Parlemen Malaysia untuk wilayah Segambut, Lim Lip Eng, meminta agar pemerintah jangan dulu bernapas lega setelah melakukan penangkapan terhadap tujuh remaja pelaku pembakaran pondok pesantren Darul Quran Ittifaqiyah yang menewaskan 23 orang, Kamis lalu.
Pasalnya, dari hasil tes urin terhadap tujuh remaja itu, enam di antaranya terbukti mengonsumsi ganja.
Lim menilai dengan didapatkannya bukti tersebut, maka pemerintah harus mencari cara guna mengatasi momok penggunaan narkoba di kalangan pemuda, khususnya pelajar. Dia juga mendesak pemerintah menyelidiki pemasok barang haram yang diperoleh para siswa itu.
"Alih-alih mengumumkan kasus pembunuhan itu secara besar-besaran, polisi seharusnya melakukan tindakan keras terhadap sumber yang memberikan barang haram kepada anak-anak ini. Apakah ganja begitu mudah didapat di jalanan sehingga anak-anak kita bisa membelinya?" katanya, seperti dilansir dari laman Free Malaysia Today, Minggu (17/9).
"Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari tahu siapa yang menjual ganja kepada anak-anak yang dicurigai pembunuh itu serta apakah penjual obat-obatan ini bisa dikenai tuduhan sebagai kaki tangan penyebab kebakaran yang menewaskan 23 orang," tambahnya.
Kepala polisi Kuala Lumpur membongkar motif tujuh remaja itu melakukan aksi pembakaran. Diduga kuat, insiden itu dilakukan atas dasar balas dendam karena tidak terima dihina oleh murid lainnya.
"Di bawah pengaruh obat-obatan terlarang, mereka bisa membakar teman sebayanya sampai mati karena main ejek-ejekkan," Lim menyayangkan.
Lim memaparkan meskipun Malaysia memiliki hukum paling berat di dunia atas pelanggaran narkoba, namun para remaja yang terlibat bisa dengan mudah mendapat keringanan karena masih di bawah umur. Oleh karena itu, menurut Lim pemerintah harus memprioritaskan pencarian terhadap penjual narkoba ini.
"Jika anak-anak saja bisa dengan mudah membeli ganja, saya bergidik membayangkan betapa mudahnya orang dewasa mendapat obat terlarang itu di negara kita," paparnya.
Selain itu, kata Lim, pemerintah juga harus menyelidiki dari mana para pelajar ini mendapatkan uang agar bisa membeli ganja. Sebab, jika mereka terpaksa bekerja hanya untuk mendapat uang tambahan agar bisa memenuhi kecanduan mereka terhadap narkoba, maka hal itu bisa menjadi masalah baru.
"Siapa yang memberi mereka uang untuk membeli barang itu? Apa yang harus mereka lakukan agar mendapat imbalan uang untuk beli narkoba. Pihak berwenang seharusnya lebih waspada untuk melakukan pemberantasan narkoba di lingkungan sekolah," pungkasnya.