ISIS makin terdesak, wilayah kekuasaan kian menyusut
Dalam 15 bulan terakhir, ISIS telah kehilangan hampir seperempat wilayah kekuasannya.
Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kini kian terdesak setelah sejumlah wilayah kekuasaannya mulai berkurang. Selain itu serangan udara militer Rusia, pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat, serta perang dengan pasukan Kurdi dan milisi Syiah membuat kelompok militan itu makin menderita.
Demikian dikatakan laporan dari lembaga pengamat militer dan keamanan bermarkas di Inggris, IHS Janes.
Dalam 15 bulan terakhir, kata pengamat IHS, ISIS telah kehilangan hampir seperempat wilayah kekuasannya. Kelompok militan itu juga mengalami kekurangan pemasukan setelah sumber-sumber pendapatan mereka dari menjual minyak dihancurkan.
Mirror melaporkan, Rabu (16/3), sejumlah pengamat militer meyakini pasukan pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu tengah mengalami senjakala perang setelah mengumumkan kekhalifahan pada Juni 2014.
Gaji bulanan para militan mereka juga sudah dipotong separuhnya karena ISIS mengalami kesulitan keuangan dan banyak anggota yang membelot.
Laporan dari IHS menyatakan ISIS kini mulai kalah. Dalam 15 bulan terakhir ISIS kehilangan 22 persen wilayah kekuasaannya. Tahun lalu saja wilayah di bawah kendali ISIS berkurang sebanyak 14 persen. Tahun ini daerah kekuasaan ISIS sudah berkurang sebanyak delapan persen.
"Pada 2016 kita melihat kekalahan besar (ISIS) di wilayah timur laut terus ke selatan menuju Raqqa dan Deir al-Zour, Suriah, setelah pasukan Kurdi dan Pasukan Demokratik Sunni Suriah (SDF) merangsek ke daerah itu dengan dukungan serangan udara AS dan Rusia," kata Columb Strack, pengamat senior di IHS Janes.
Bukan hanya wilayah kekuasaan yang berkurang, ISIS juga kehilangan prajurit perangnya.
Kementerian Pertahanan Amerika Serikat dua hari lalu menyatakan komandan perang yang dikenal dengan nama Abu Umar al-Shishani atau Umar si Chechnya tewas akibat serangan udara pada 4 Maret lalu.
Surat kabar the Daily Mail melaporkan, Selasa (15/3), Shishani diyakini sedang berada dalam konvoi kendaraan ketika serangan udara pasukan koalisi membombardir kawasan di dekat al-Shadadi.
Shishani yang terkenal dengan jenggot merahnya termasuk salah satu teroris paling diburu AS. Negeri Paman Sam itu bahkan menawarkan imbalan USD 5 juta bagi informasi buat menangkapnya.
"Kami meyakini dia tewas karena luka parah," ujar juru bicara Pentagon Kapten Jeff Davis kepada kantor berita AFP.