Korea Selatan dan minimnya keselamatan pekerja laut
Dua kecelakaan kapal di tahun ini terungkap media dan membuat warga Negeri Ginseng itu trauma.
Tenggelamnya kapal pukat Oryong 501 milik Korea Selatan di Rusia dan merenggut, sejauh ini, 18 orang benar-benar bikin warga Negeri Ginseng itu trauma. Betapa tidak, mereka baru saja dihantam tragedi serupa walau tak sama yakni karamnya feri Sewol menewaskan ratusan orang.
Ada apa dengan kapal Korea Selatan ini? Mengapa dalam setahun ini terjadi dua peristiwa besar melibatkan kendaraan air mereka, itu pun yang tercium oleh media. Beberapa kasus bisa jadi hanya dianggap angin lalu padahal cukup serius.
Namun benang merah dan dugaan sementara dari tragedi dua kapal ini sangat klise. Kelebihan muatan.
Jaksa Korea Selatan menangani kasis Sewol yang terbalik dan tenggelam di perairan Pulau Jindo, sebelah selatan negara ini, memperkirakan feri itu karam lantaran kelebihan muatan. Dia menduga Sewol membawa muatan tiga kali dari kapasitas seharusnya.
Menurut politikus Kim Young-roc yang mengutip pernyataan para jaksa, kapal Sewol itu membawa lebih dari 3.600 ton muatan saat meninggalkan pelabuhan, seperti dilansir stasiun televisi NBC News (24/4). Itu berarti tiga kali dari kapasitas maksimal muatan yang disarankan hanya kisaran 1.200 ton saja.
Para jaksa juga tengah menyelidiki apakah pihak operator kapal yakni Chonghaejin Marine Co. Ltd, menyuap pejabat pemerintah buat memberikan sertifikat keselamatan bagi kapal itu. Namun perusahaan operator kapal itu belum berkomentar terhadap tuduhan ini.
Sementara dugaan pada Oryong 501 tak jauh beda. Kemarin situs stuff.co.nz melansir ternyata perusahaan yang mengoperasikan pukat itu bermasalah. Sajo Industries pernah kena hukuman dan denda sebab menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif di Selandia Baru. Saking banyaknya muatan tuna yang ditangkap menyebabkan kapal Oyang 70 tenggelam.
Media Korea Selatan juga menyoroti Sajo Industries lantaran sering menyalahgunakan lingkungan laut, mengabaikan keselamatan nelayan, dan tidak mengidahkan hak ketenagakerjaan. Para keluarga korban Oryong 501 percaya bencana itu disebabkan oleh ketamakan perusahaan tetap memaksa nelayan mencari ikan dalam cuaca buruk.
"Kami yakin kapal didorong mencari ikan di tengah gelombang tinggi enam meter ini," ujar salah satu keluarga korban Kim Cheon Sik.
Sementara direktur Sajo Lim Chae Ok mengatakan pihaknya di Ibu Kota Seoul tidak mengetahui kondisi cuaca yang buruk. Namun hal ini dibantah oleh salah satu kerabat korban yang bilang sebelum tenggelam dia masih sempat berbincang dengan pelaut hilang.
"Saudara saya mengatakan mereka diperintahkan melakukan penangkapan ikan tambahan padahal jumlah ditetapkan telah sesuai," ujar kerabat korban itu. Dia juga menyentil permasalahan nelayan Oryong 501 dibayar dengan upah yang rendah.
Chae Ok menanggapi hal ini dan mengatakan tidak benar jika kapal kelebihan muatan. Dia berkilah air masuk ke wadah ikan dan ini yang menyebabkan kapal kehilangan keseimbangan. Namun beberapa media mencibir lantaran alasan itu mirip sekali dengan yang diucapkan saat kapal Oyang 70 tenggelam di Selandia Baru.
Ditambah usia kapal sudah 36 tahun, kelayakan Oryong 501 patut dipertanyakan. Kalau sudah begini perlu dua kali bagi warga sejagat bekerja di kapal milik Korea Selatan.