Mahathir: Ketika China Miskin Kita Takut, Mereka Kaya Kita Semakin Takut
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mengatakan bahwa ia akan memihak China atas Amerika Serikat dalam hal sumber daya ekonomi. Lelaki akrab disapa Dr M itu menjelaskan ketidakpastian AS terhadap Malaysia adalah alasan utama ia lebih condong ke Tiongkok.
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mengatakan bahwa ia akan memihak China atas Amerika Serikat dalam hal sumber daya ekonomi. Lelaki akrab disapa Dr M itu menjelaskan ketidakpastian AS terhadap Malaysia adalah alasan utama ia lebih condong ke Tiongkok.
Setelah adanya gesekan baru-baru ini dengan Beijing mengenai proyek-proyek infrastruktur di Negeri Jiran, perdana menteri berusia 93 tahun itu menuturkan, hubungan Malaysia dengan China tidak "statis".
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Bagaimana prajurit Mataram akhirnya berjualan di Jakarta? Meskipun kalah perang, para prajurit yang kalah justru mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe.
-
Kenapa Jakarta semakin macet? Kemacetan di Jakarta dari waktu ke waktu semakin parah. Hingga kini, macet menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah provinsi DKI.
-
Bagaimana Adrian Maulana mengatasi kemacetan di Jakarta? Adrian Maulana lebih prefer jalan kaki dan naik transportasi umum, dari ojol sampe kereta.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Siapa yang menyerahkan kekuasaan atas wilayah Jakarta Raya kepada Pemerintah Republik Indonesia? Hal tersebut diawali dengan penandatanganan dokumen-dokumen peralihan kekuasaan atas wilayah Jakarta Raya dari tangan Co Batavia en Ommenlenden kepada Basis Co Jakarta Raya.
Mahathir Mohamad juga menegaskan, Malaysia tidak akan dipengaruhi oleh kecurigaan Barat bahwa perusahaan telekomunikasi China, Huawei, terlibat dalam kegiatan mata-mata.
"Ketika China miskin, kita takut terhadapnya. Saat mereka kaya, kita justru semakin takut," kata Mahathir yang dikutip dari Malay Mail, Jumat (8/3).
"Saya pikir kita harus menemukan cara untuk berurusan dengan China. Di masa lalu, Tiongkok menyebarkan komunisme ke banyak wilayah, termasuk Malaysia, dan sekarang pengaruh komunisme ini disebarkan lagi melalui kekuatan ekonominya," tambahnya.
Menurut Mahathir, Malaysia secara historis memiliki lebih sedikit alasan untuk curiga terhadap China, mengingat bahwa Malaysia tidak pernah dijajah oleh Negeri Tirai Bambu.
Malaysia harus pragmatis tentang peran China sebagai mitra dagang utama dan investor. Sebab pertumbuhan ekonomi Malaysia sebagian besar didorong oleh investasi langsung dari asing.
"Untuk saat ini, Malaysia harus menerima kenyataan bahwa China dekat dengan kita. Dan ini adalah pasar yang sangat besar. Kami ingin mendapat manfaat dari meningkatnya kekayaan China," tambah Dr M.
Namun di satu sisi ia menjelaskan, meskipun Malaysia akan menyambut investasi dan sumber daya ekonomi Tiongkok, Malaysia tidak menerima kontrol atau pengaruhnya meski ia tahu orang-orang China amat lihai dalam menemukan peluang untuk memperluas pengaruh negara mereka melalui investasi.
Ini adalah alasan mengapa Malaysia tidak setuju dengan proyek-proyek yang didanai oleh pinjaman Tiongkok dan bukannya investasi langsung.
"Jadi itu semua tergantung pada negara-negara yang bersangkutan untuk memastikan bahwa uang yang mengalir ke negara mereka bukan uang pinjaman, bukan uang untuk infrastruktur, tetapi mungkin terbatas pada uang untuk investasi dalam proses produktif," pungkas Mahathir Mohamad.
Sebelumnya, Pemerintah Malaysia dikabarkan tetap membebaskan 11 orang etnis muslim Uighur yang kabur dari penjara Thailand ke Negeri Jiran. Perdana Menteri Mahathir Mohamad beralasan bahwa mereka tidak melakukan kesalahan apa pun.
Keputusan itu mengabaikan protes Beijing yang menginginkan kesebelas muslim Uighur diekstradisi ke China, demikian sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Senin, 15 Oktober 2018.
"Mereka tidak berbuat salah di negara ini, jadi mereka dibebaskan," kata PM Mahathir dalam komentar singkat kepada wartawan di parlemen Malaysia di Putrajaya.
Banyak pengamat memperkirakan bahwa langkah Malaysia kemungkinan akan membebani hubungan Malaysia dengan China, yang sempat bersitegang dengan Mahathir Mohamad kala membatalkan proyek investasi Negeri Tirai Bambu senilai lebih dari US$ 20 miliar, sesaat setelah kemenangannya dalam pemilu tahun ini.
China, yang telah meminta ekstradisi sejak dua bulan terakhir, mengatakan dengan tegas pada Jumat 12 Oktober, pihaknya menentang keputusan Malaysia untuk membebaskan 11 orang muslim Uighur dan membiarkan mereka terbang ke Turki.
Jaksa di Malaysia menetapkan putusan hukum terhadap kelompok Uighur itu atas dasar kemanusiaan, kata pengacara mereka.
Kesebelas muslim Uighur ditahan dan didakwa karena secara ilegal memasuki Malaysia, setelah sebelumnya kabur dari penjara di Thailand pada bulan November.
Mereka dikabarkan melarikan diri dengan menjebol tembok penjara pada bulan November, dan menggunakan selimut untuk turun.
Malaysia Ditekan China yang Ditekan Barat
Berbagai media massa sempat melaporkan pada bulan Februari bahwa Malaysia berada di bawah tekanan besar China untuk mengekstradisi sebelas orang Uighhur.
Di lain pihak, beberapa misi Barat berusaha menghalangi Kuala Lumpur mengirim para Uighur kembali ke China, yang dituduh telah menganiaya etnis terkait.
Sebaliknya, Beijing menuduh masyarakat muslim Uighur sebagai pihak separatis yang merencanakan serangan terhadap mayoritas etnis Han, di wilayah bergejolak Xinjiang di barat China.
Namun, tekanan dunia internasional juga sama besarnya terhadap China, yang menuding Negeri Tirai Bambu melakukan penyiksaan lahir batin terhadap muslim Muighur.
Selain itu, China juga dituduh mengontrol ketat kebebasan agaman dan budaya Uighur yang mayoritas adalah muslim.
Tuduhan tersebut semakin disorot ketika muncul beberapa laporan asing yang menyebut ribuan orang telah melarikan diri dari tekanan di Xinjiang. Mereka rata-rata pergi secara diam-diam ke negara tujuan pengungsi via Asia Tenggara.
Reporter: Afra Augesti
Sumber: Liputan6.com
(mdk/did)