Sudah Ada sejak Zaman Sultan Agung, Ini Sejarah Munculnya Warteg di Jabodetabek
Pada abad ke-17, Sultan Agung memerintahkan masyarakat Tegal untuk membantu menyediakan makanan murah bagi prajurit Mataram.
Pada abad ke-17, Sultan Agung memerintahkan masyarakat Tegal untuk membantu menyediakan makanan murah bagi prajurit Mataram.
Sudah Ada sejak Zaman Sultan Agung, Ini Sejarah Munculnya Warteg di Jabodetabek
Keberadaan Warung Tegal atau Warteg begitu menjamur di wilayah Jabodetabek. Bagi warga Tegal, usaha mereka terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Setelah usaha mereka makin besar, beberapa warteg membuka cabang pada lokasi lainnya yang masih di seputaran Jabodetabek.
Keberadaan warteg di sana diketahui sudah muncul sejak zaman Sultan Agung. Lalu bagaimana ceritanya?
-
Dimana Sate Tegal terkenal di Kota Tegal? Salah satu warung sate terkenal di Kota Tegal adalah warung makan sate Tirus H. Sakya yang berada di Jl. Kapten Soedibyo, Kota Tegal, Warung Sate Kambing Wendy's di daerah Tegalsari, Warung Sate Sari Mendo di Jl. Teuku Umar, warung sate Cempu Lemu di Jl. Ahmad Yani No. 84, dan masih banyak lagi.
-
Siapa yang membuka Warteg di Kampung Indonesia? 'Kalau saya aslinya Surabaya,' kata Hadi Wijoyo kepada sang kreator yang memesan nasi rames khas Indonesia.
-
Siapa yang suka sama warteg? Tahu enggak persamaan kamu dengan warteg?Sama-sama sederhana, tapi banyak yang suka
-
Di mana sate pertama kali populer di Indonesia? Diperkirakan Ponorogo menjadi kota pertama sate mulai populer dan menyebar.
-
Kenapa Sate Tegal populer di Jakarta? Di Jakarta, Sate Tegal populer disebut Sate Kambing Muda Tegal.
-
Kenapa Warung Khas Jawa populer? Menu-menu makanan khas Jawa yang disajikan diolah dengan resep kuno. Menurut pihak warung, beberapa menu favorit pelanggan ialah Nasi Rawon, Nasi Campur, Nasi Gudeg, Nasi Krengsengan, Semur Lidah dan Sop Buntut.
Dilansir dari Goodnewsfromindonesia, pada waktu penyerbuan ke Batavia di abad ke-17, Sultan Agung memerintahkan masyarakat Tegal untuk membantu menyediakan makanan murah bagi prajurit Mataram.
Saat itu Bupati Tegal, Kyai Rangga, meminta agar rakyatnya menyiapkan telur asin dan orek tempe sebagai perbekalan. Dua menu itu dipilih karena diyakini bisa bertahan cukup lama saat dibawa oleh prajurit.
Pada saat itu, Pelabuhan Tegal merupakan depot logistik Sultan Agung dalam Perang Jayakarta. Tapi rupanya VOC sudah mengetahui rencana Sultan Agung karena adanya pengkhianatan.
Setelah mendengar informasi tersebut, VOC mengirimkan armadanya ke Tegal. Di sana perahu-perahu Mataram, rumah-rumah, dan Gudang-gudang beras tentara Mataram dibakar habis.
Karena pusat logistiknya hancur, pasukan Mataram tidak bisa bertahan lama menyerang Batavia. Karena itu sebagian mereka memilih mundur, tapi ada sebagian lain yang memilih bertahan.
Memilih Bertahan
Meskipun kalah perang, para prajurit yang kalah justru mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe. Hingga pada era 1960-an, perantau dari Tegal mulai mencari peruntungan di Jabodetabek dengan membuka warteg.
Ciri-ciri peninggalan khas prajurit masih kental dalam desain warteg hari ini. Misalnya pada model warung dua pintu yang menandakan sebuah kepemimpinan dan kedisiplinan.
Kini usaha warteg begitu menjamur di Jabodetabek. Salah satunya adalah Warteg Kharisma Bahari. Warteg ini didirikan oleh Sayudi pada tahun 1996. Kini telah ada 800 Warteg Kharisma Bahari di Indonesia.
Sayudi sendiri hanya memiliki 10 warung warteg saja. Sementara sisanya adalah system waralaba.
Warteg Kharisma Bahari memiliki tiga model waralaba, yakni Warteg Kharisma Bahari yang menyasar kalangan menengah, Warteg Mamoka Bahari berukuran medium, dan Warteg Subsidi Bahari.