Sedang Jadi Sorotan, Ini Cikal Bakal Warung Madura, Sudah Ada sejak Zaman Kolonial
Jiwa ulet orang Madura dalam berbisnis sudah tampak sejak zaman kolonial Belanda
Jiwa ulet orang Madura dalam berbisnis sudah tampak sejak zaman kolonial Belanda
Belakangan, warung Madura atau toko kelontong tengah menjadi perbincangan hangat. Ada isu yang beredar mengenai larangan warung Madura buka 24 jam.
Menanggapi isu tersebut, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Teten Masduki angkat bicara.
"Kami pastikan tidak ada rencana apapun dari Kementerian Koperasi untuk membatasi jam operasi warung atau toko kelontong milik masyarakat," tegas Teten, dikutip dari YouTube Liputan6, Kamis (2/5/2024).
Mengutip situs resmi unair.ac.id, orang Madura terkenal sebagai pelaut dan perantau ulung.
Tanah kelahirannya yang relatif tandus menyebabkan usaha berbasis pertanian kurang menonjol. Mereka pun lebih banyak mengandalkan sektor maritim.
Jiwa bisnis telah ditunjukkan orang Madura sejak zaman kolonial Belanda. Mereka yang merantau ke Jakarta mencoba bisnis kayu dan barang bekas. Bisnis yang tak banyak dilirik orang saat itu.
Pada tahun 1990-an awal, perantau Madura tinggal di daerah Priok. Di sana, ia memulai bisnis kayu dari daerah Kalimantan dan berjualan bubur kacang ijo yang dimasak versi Madura.
Pada tahun 2000-an, orang-orang Madura ini mengembangkan bisnis kayunya menjadi bentuk potongan, triplek, dan mebelair kecil-kecilan. Mereka juga membuka warung kacang ijo di sudut-sudut Jakarta.
Sejak saat itu, mulai dikembangkan pula bisnis toko kelontong yang menjual aneka barang kebutuhan sehari-hari.
Mulai bensin, token listrik dan telepon, kerupuk, sabun, pengharum ruangan, obat obatan,rokok, camilan dan aneka minuman dingin maupun panas.
Seiring waktu, akhirnya semakin banyak orang Madura yang merantau ke Jakarta dan kota-kota besar lain. Para kerabat ini diajak untuk gantian menjaga warung semakin ramai pembeli.
Warung Madura identik dengan jam operasional 24 jam karena biasanya bangunannya merangkap tempat tinggal.
Keberadaan warung-warung ini tidak hanya menguntungkan sang pemilik, tetapi juga menguntungkan masyarakat yang membutuhkan sesuatu sewaktu-waktu.
Pembatasan jam operasional Warung Madura bisa mengakibatkan orang yang memiliki kebutuhan mendesak tengah malam seperti obat, kelaparan, kehausan, kehabisan bensin kelimpungan.
Alumni Universitas Airlangga Surabaya, M. Chairul Arifin menuturkan, berkembangnya Warung Madura ialah hasil dari keuletan pemiliknya.
"Margin kecil, hidup sederhana, ulet dan berani menanggung risiko," ujarnya, dikutip dari unair.ac.id.
Kawasan yang saat ini menjadi cagar budaya di Palembang dulunya sebuah lingkungan tempat tinggal bagi warga Tionghoa era kolonial Belanda.
Baca SelengkapnyaSalah satu bangunan pernah digunakan sebagai tempat penyekapan oleh tentara Belanda.
Baca SelengkapnyaPihak kolonial enggan membiarkan keturunan Suropati hidup tenang
Baca SelengkapnyaDulu pabrik ini melakukan produksi secara tradisional maupun menggunakan mesin modern
Baca SelengkapnyaInilah Warung Klothok, cabang asli dari warung dengan nama yang sama di Sleman, Jogjakarta.
Baca SelengkapnyaAnak-anak di bawah usia tertentu tidak perlu membayar biaya perjalanan haji
Baca SelengkapnyaSoto ini sudah diwariskan secara turun-temurun sejak zaman mbah buyut dari generasi saat ini
Baca SelengkapnyaSuropati jadi incaran pihak kolonial Belanda setelah terbunuhnya seorang opsir VOC
Baca SelengkapnyaDi antara banyak varian kue kering, kastengel cukup menjadi primadona
Baca Selengkapnya