Misil Korut diperkirakan bisa sampai ke Alaska, AS ketar-ketir
AS menakut-nakuti negara-negara sekutu Korut sama saja memelihara rezim berbahaya.
Selepas sukses melakukan uji coba peluncuran misil nuklir antarbenua, Hwasong 14, Korea Utara menyatakan senjata itu bisa membawa hulu ledak nuklir. Mendengar gertakan Pyongyang, Amerika Serikat langsung ketar-ketir.
Dilansir dari laman Reuters, Rabu (5/7), sejumlah pakar menyatakan kalau daya jelajah misil itu bisa mencapai Negara Bagian Alaska dan daratan Amerika Serikat. Dari hasil pengamatan, misil Hwasong 14 terbang sejauh 933 kilometer dan setinggi 2802 meter selama 39 menit.
Kantor Berita Korea Utara, KCNA, menyatakan pemimpin mereka, Kim Jon Un, tidak bakal berunding dengan AS soal senjata sampai Washington melunak.
"Dia (Jong Un) menyatakan AS tidak akan senang. Karena memang misil itu adalah kado buat hari kemerdekaan mereka," kata KCNA.
Meski begitu, para pengamat menyatakan kemampuan misil itu adalah yang paling rendah. Sebab, sebenarnya senjata itu bisa terbang sejauh 8000 kilometer sehingga bisa mencapai daratan AS.
"Peluncuran itu sukses dan lebih dari yang diharapkan. Dan kemampuan ditunjukkan adalah yang paling minim," kata pakar misil di AS, John Schilling.
Melihat kemampuan senjata itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, merasa sudah terancam. Apalagi Korea Utara meluncurkan misil itu tepat pada malam di hari peringatan kemerdekaan AS. Dia kemudian menyatakan kepada negara-negara yang mempekerjakan warga Korea Utara, atau membantu secara ekonomi dan militer maka sama saja melanggengkan rezim berbahaya.
"Seluruh negara seharusnya menunjukkan ke Korea Utara kalau macam-macam dengan senjata nuklir maka mereka yang menerima akibatnya," ujar Rex.
Reaksi Rex seolah memperlihatkan Korea Utara sudah tidak mempan lagi dengan beragam sanksi diterapkan, yang tujuannya buat menghentikan program pengembangan senjata. Sekutu AS menyatakan China dan Rusia sebagai 'sohib' Korea Utara juga tidak cukup tegas memberlakukan embargo. Sebab menurut mereka sampai hari ini keduanya masih aktif melakukan bisnis. Yakni soal embargo minyak, pelarangan terbang bagi maskapai Korea Utara, pekerja migran, hingga menghentikan transaksi dengan bank di Korea Utara.
Hanya saja setelah insiden itu dan akibat tekanan negara lain, Rusia dan China sepakat meminta Korea Utara menghentikan sementara program misil balistik, tetapi juga meminta AS dan Korea Selatan menghentikan latihan militer skala besar.