Penataan PKL, Berkaca dari Pengalaman Bangkok hingga New York
Tidak hanya di Jakarta, masalah pengaturan PKL juga dialami oleh Kota Mumbai di India, Bangkok di Thailand, Singapura, hingga New York di Amerika Serikat.
Solusi penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) masih menjadi pembahasan di Indonesia, khususnya Ibu Kota DKI Jakarta. Kepala Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Hari Nugroho baru saja menyatakan rencana larangan bagi PKL untuk berjualan di atas trotoar uang telah direvitalisasi, Selasa (27/8).
Tidak hanya di Jakarta, masalah pengaturan PKL juga dialami oleh Kota Mumbai di India, Bangkok di Thailand, Singapura, hingga New York di Amerika Serikat.
-
Kapan PPK Pemilu dibentuk? Menurut peraturan tersebut, PPK dibentuk paling lambat 60 hari sebelum hari pemungutan suara.
-
Kenapa PKL penting di Sekolah Menengah Kejuruan? PKL adalah kegiatan implementasi yang diberikan kepada siswa SMK agar bisa mendapatkan berbagai manfaat.
-
Apa manfaat utama PKL bagi pelajar? Manfaat PKL yang pertama adalah untuk mengenalkan siswa pada lingkungan kerja di dunia industri dan usaha. Dengan begitu, ketika mereka terjun ke lapangan pekerjaan yang sesungguhnya, diharapkan mereka tidak canggung dan dapat beradaptasi dengan cepat.
-
Apa tugas utama PPK? Tugas utama PPK adalah mengatur dan mengawasi proses pemilihan di tingkat kecamatan. PPK bertanggung jawab untuk melakukan pemutakhiran data pemilih, melakukan pendataan pemilih, menetapkan atau membuat daftar pemilih tetap, serta mengatur tempat dan waktu pelaksanaan pemilihan.
-
Apa saja manfaat PKL bagi siswa? Berikut beberapa manfaat PKL yang bisa didapatkan:• Penerapan Pengetahuan Praktis: Siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari di kelas dalam situasi dunia nyata. Ini membantu mereka memahami bagaimana teori dan praktik berhubungan dan mengembangkan keterampilan praktis yang diperlukan di tempat kerja.• Pengalaman Kerja: PKL memberi siswa pengalaman kerja yang berharga. Mereka dapat mengamati dan terlibat dalam tugas-tugas sehari-hari di tempat kerja, yang akan meningkatkan pemahaman mereka tentang lingkungan kerja dan tuntutan pekerjaan.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
PKL di Mumbai
Selama beberapa dekade, warga Mumbai mengeluhkan pedagang kaki lima yang menghalangi jalan dan trotoar. Dikutip dari laman Scroll.in, warga Mumbai bahkan sempat menyebut PKL sebagai ancaman kota.
Bersamaan dengan keluhan warga, PKL tumbuh subur berkat sistem haftas (pungutan liar) yang dibayarkan kepada oknum polisi, pejabat kota, dan pemilik sewa lapak ilegal.
Media lokal mengabarkan, sejak 2014 Mumbai mulai mengatur perizinan dan menentukan zona bagi PKL untuk berjualan. Penerapan ini baru dilakukan setelah melalui proses perencanaan selama tiga tahun.
Penertiban PKL di Mumbai dikabarkan mulai berlaku sejak Mei 2014. Penertiban tersebut juga memuat hak-hak pedagang dan kebutuhan regulasi industri informal.
Berdasarkan kebijakan perdagangan nasional tahun 2009, sebuah kota diharuskan memiliki paling sedikit 2,5 persen pedagang berlisensi dari total populasi. Untuk Mumbai, aturan ini berlaku bagi kurang lebih 30 ribu pedagang.
Kurangnya kebijakan dari pemerintah India tentang pedagang asongan, membuat PKL semakin menjamur di kawasan padat. Hal tersebut turut berpengaruh pada standar kebersihan di wilayah itu. Tak hanya soal kebersihan, meluasnya PKL ilegal juga menjadi bukti korupsi yang mencolok.
Pengalaman Singapura
Kembali mengingat ke tahun 1950-an hingga 1960-an, Singapura pun pernah mengalami kesulitan serupa. Tingginya tingkat pengangguran menyebabkan ledakan PKL.
Kala itu, maraknya PKL yang berdagang di tepi jalan juga berpengaruh pada rendahnya tingkat kebersihan kota. Bahkan, keberadaan PKL turut menimbulkan beberapa penyakit.
Masalah makanan yang tidak bersih juga muncul dari PKL yang tidak berizin. Pada 1950-an dan 1960-an kawasan PKL masih dianggap kumuh karena kurang pasokan air bersih dan fasilitas kebersihan yang layak. Hewan liar yang mengganggu juga sering muncul.
Pejabat Singapura menganggap pedagang kali lima sebagai gangguan publik. Namun, PKL masih ramai berjualan seiring dengan adanya praktik suap "uang keamanan".
Berikut sejumlah langkah yang dilakukan Singapura untuk mengatur PKL yang juga ditiru oleh pemerintah Mumbai:
Mengatasi lingkungan kumuh akibat maraknya PKL, pemerintah Singapura akhirnya membuatkan pusat jajanan murah yang ditujukan khusus bagi PKL. Kebijakan tersebut menjadi rangkaian upaya pemerintah untuk menciptakan lingkungan, di mana pedagang kaki lima dinilai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota.
Keputusan tersebut diambil, sebagai jalan tengah atas keinginan pejabat untuk membersihkan PKL tanpa melupakan simpati pada mereka. Meski dinilai telah membuat lingkungan kumuh, tetapi sebagian masyarakat tetap menaruh simpati pada para pedagang kaki lima yang berjuang mencari nafkah.
Menurut Peneliti Singapura, Azhar Ghani, rasa simpati terhadap pedagang asongan mendorong pemerintah untuk mendirikan kios untuk merelokasi pedagang kaki lima.
"Aktivitas dagang (PKL) sebenarnya menjawab kebutuhan publik akan barang dan jasa yang murah dan nyaman," tulis Ghani dalam makalahnya.
Seiring dengan perkembangannya, Singapura membangun lebih banyak pusat jajanan untuk merelokasi PKL. Pedagang dipindahkan dari jalan utama ke area lain, untuk mengatasi masalah kemacetan.
Selain memberikan lahan khusus untuk pedagang, Singapura juga mengatur perizinan pedagang. PKL di Singapura harus mengantongi lisensi resmi dan membayar sewa kios di pusat jajanan tersebut. Pusat jajanan bagi para PKL dipromosikan oleh pemerintah, sebagai aspek penting dari kebudayaan Singapura dan menarik wisatawan setiap tahunnya. Dengan demikian, pedagang tidak perlu khawatir kesulitan mendapat pembeli.
Sementara, Sosiolog Singapura Chua Beng Huat meyakini ada alasan lain di balik upaya pemerintah mengakomodasi PKL yang menjual makanan.
"Makanan murah membuat upah (kerja) turun, jadi (kebijakan) itu adalah bentuk modal subsidi," katanya
Relokasi Tidak Jauh dari Lokasi Lama PKL
Azhar Ghani menuturkan, pemerintah Singapura memulai proses pembangunan pusat jajanan sejak 1971 hingga 1986. Pusat-pusat jajanan dibangun tidak jauh dari lokasi PKL berjualan. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kekhawatiran mereka akan kehilangan pelanggan.
Meniru langkah Singapura, pemerintah Mumbai setidaknya menghabiskan dana hingga Rs 2,9 juta di tahun 2002 untuk membangun pusat jajanan lima lantai di Dadar-Matunga. Namun, hanya sedikit pedagang yang mau pindah ke sana.
Para pedagang enggan pindah ke pusat jajanan itu, karena merasa pelanggannya akan hilang. Para pedagang di kawasan Dadar-Matunga, umumnya menargetkan para penumpang yang keluar dari stasiun kereta Dadar. Jika pindah ke dalam gedung pusat jajanan, pedagang takut tidak banyak pembeli yang sudi datang.
Fokus pada kebersihan
Di Singapura, alasan relokasi PKL juga dipicu oleh faktor kebersihan dan ancaman penyakit. Ketika memindahkan para pedagang, pemerintah pun memastikan bahwa setiap pusat jajanan dilengkapi oleh fasilitas toilet, air minum, dan fasilitas lain yang menunjang kebersihan.
Pedagang berlisensi pun diwajibkan mengikuti aturan kebersihan, seperti tidak menjual makanan yang telah terkontaminasi, serta tidak membuang air kotor atau sampah ke saluran pembuangan terbuka. Aturan tersebut dibuat untuk memberi rasa nyaman bagi para pembeli, baik lokal maupun wisatawan asing yang berkunjung ke sana.
Pelatihan kewirausahaan
Oktober 2013 lalu, pemerintah Singapura memperkenalkan program percontohan untuk mendorong kewirausahaan pedagang kaki lima melalui ikatan dengan sektor swasta. Program tersebut melibatkan pelatihan di tempat kerja dengan pedagang lama untuk menginspirasi calon pedagang guna mengasah keterampilan kuliner mereka.
Pengalaman di Bangkok, Thailand
Pada tahun 2017, Bangkok kedua kali terpilih menjadi tujuan terbaik dunia untuk jajanan di pinggir jalan. Namun sebulan setelah itu, pemerintah mengumumkan bahwa semua pedagang kaki lima di kota itu akan 'dihilangkan' dari jalanan.
Dalam upaya untuk meningkatkan kebersihan dan keselamatan, Bangkok Metropolitan Administration (BMA) mengatakan bahwa PKL akan dibersihkan dari jalanan pada akhir tahun 2017.
"BMA sekarang berupaya untuk menyingkirkan para pedagang kaki lima dari semua 50 distrik Bangkok dan mengembalikan trotoar ke pejalan kaki," Wanlop Suwandee, kepala penasihat gubernur Bangkok.
Suwandee juga mengatakan banyaknya pedagang kaki lima menyita ruang trotoar dan mereka telah menyediakan ruang untuk para penjual makanan dan produk lainnya secara legal di pasar.
Di kutip dari bk.asia-city.com, banyak yang mengkritik rencana dari pemerintah Thailand dianggap sebagai tragedi, penghapusan budaya lokal, dan hal yang memalukan terhadap pekerja kota yang bertahan hidup dengan menjual makanan murah.
Pedagang kaki lima tidak diam saja dengan keputusan ini. Yada Pornpetrumpa warga Asosiasi Pedagangan Kaki Jalanan Khaosan turut menyerukan suaranya.
"Kota ini ingin melarang makanan jalanan di jalan Kaosan. Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi," kata dia, seperti dikutip dari Aljazeera.
Setelah terjadi tarik ulur dengan asosiasi PKL Pemerintah Thailand akhirnya mengeluarkan regulasi bagi PKL antara lain:
1. PKL harus beroperasi di area yang telah ditunjuk, dan pada waktu yang ditentukan.
2. Setiap zona memiliki jadwal sendiri, serta slot terbatas, sehingga hanya sejumlah vendor yang diizinkan beroperasi di area tertentu.
3. Pemerintah memutuskan zona terbuka untuk bisnis sejak 2005 di Soi Rangnam, kabupaten kota yang penuh dengan PKL.
4. PKL baru bisa menetap secara legal di pinggiran kota ketika trotoar tidak padat.
5. Vendor harus membayar setahun sekali "biaya kebersihan" sebesar BHT 100 (USD 3,3) dan PKL yang menjual makanan harus diperiksa oleh departemen kesehatan kabupaten.
6. Status vendor resmi yang diberikan tidak menjamin untuk melindungi mereka terhadap penggusuran dan tidak memberikan kompensasi jika pemerintah setempat ingin mengklaim kembali tanah tersebut.
7. PKL membayar iuran bulanan, sebanding dengan ukuran bisnis mereka dan berapa lama mereka menggunakan lokasi tiap hari. Ini secara signifikan lebih mahal dari biaya kebersihan.
8. PKL harus memastikan lingkungan gerobak mereka bersih dan teratur.
Pengalaman di New York
Pada 2016 ada sekitar 20 ribu PKL di Kota New York. Mereka menjual apa saja dari mulai kacamata hitam hingga bakso goreng. Para pegawai kantoran kerap mengantre untuk membeli kopi dan makanan di gerobak penjual kopi.
Masalahnya selama bertahun-tahun para PKL masih harus berjuang untuk berjualan karena ketatnya peraturan dan penegakan hukum terhadap mereka. Seringkali mereka kalah lobi dengan pebisnis yang lebih besar yang memandang PKL adalah kuno dan bersaing dengan tidak adil. Tapi sesungguhnya ini bukan soal persaingan bisnis, ini soal bagaimana pemerintah mengatur ruang publik dan warga yang berinteraksi di dalamnya.
Meski aturan bagi PKL di New York sudah ada sejak tahun 1800-an ketika pedagang gerobak dorong dilarang bercokol selama lebih dari 30 menit di suatu lokasi, pada 1970an dan 1980-an aturan bagi PKL makin diperketat. Termasuk mereka dilarang berjualan di sejumlah jalan dan trotoar.
Pada 2016 Dewan Kota New York menelurkan sejumlah aturan bagi PKL di antaranya:
-Pemberian izin PKL akan dilipatgandakan selama tujuh tahun dengan 5 persen bagi PKL veteran tentara dan kaum disabilitas
-Membentuk satuan penegak hukum baru untuk memastikan aturan bagi PKL terlaksana
-Penerapan aturan lebih diupayakan di daerah-daerah padat dan sekitar supermarket
-Membentuk dewan panel penasihat untuk mengawasi penegakan hukum bagi PKL
"PKL membuat jalanan kota menjadi lebih hidup dan menjadi sumber ekonomi yang belum termanfaatkan," ujar Ketua Dewan Kota Melissa Mark-Viverito kala itu.
Reporter Magang: Anindya Wahyu Paramita, Ellen RiVeren
(mdk/pan)