3 Mitos tentang jenggot pria ini benar atau salah?
Apakah orang berjenggot lebat lebih maskulin? Simak di sini!
jenggot adalah sesuatu yang sedang tren di kalangan kaum adam. Banyak pria yang makin 'pede' ketika ada bulu-bulu lebat yang menghiasi wajahnya. Dengan meningginya tren ini, banyak sekali bermunculan mitos-mitos terkait tentang jenggot.
Kredibilitas mitos memang tak selamanya benar. Beberapa ada yang benar, beberapa lagi hanyalah bualan belaka. Kebenaran mitos ini akan dibuktikan dengan sains sebagai bidang ilmu yang melingkupi hal yang terkadang tak bisa dimengerti orang awam.
-
Siapa suami Prisa? Ia menikah dengan Wayne Vidamo pada 2012, dan pernikahan mereka sudah berjalan selama 14 tahun.
-
Apa yang ditemukan oleh pria asal Meksiko itu? Seorang pria asal Meksiko menemukan salah satu bongkahan emas terbesar yang pernah ada di belahan bumi Barat, dengan berat sekitar 12 kg.
-
Apa yang ditemukan bersama kerangka pria perkasa ini? Pria ini dikubur dengan pedang sepanjang 1,2 meter yang masih utuh.
-
Apa yang dimaksud dengan kesuburan pria? Kesuburan pada pria mengacu pada kemampuan sistem reproduksi pria untuk menghasilkan sperma yang berkualitas dan kemampuan sperma tersebut untuk membuahi sel telur wanita.
-
Kapan skrotum pria mulai mengendur? Tidak hanya penis, skrotum juga mengalami perubahan posisi seiring usia. Skrotum akan cenderung semakin mengendur karena hilangnya massa otot.
-
Dimana makam pria perkasa ini ditemukan? Kerangka ini ditemukan selama penyelidikan arkeologi di Lilla Torg, Halmstad, di sebuah makam di mana pernah berdiri gereja biara Sankta Anna pada akhir abad pertengahan.
Mari kita simak beberapa di antaranya.
Mitos: "jenggot itu kotor, mengandung lebih banyak bakteri ketimbang toilet."
Fakta: Hal ini bisa jadi benar. Dalam beberapa penelitian non-ilmiah, beberapa helai jenggot dari objek penelitian mengandung bakteri yang sama dengan di toilet, atau di tempat kotor lainnya.
Namun penelitian sebelumnya memang tak terlalu kredibel. Sampai akhirnya seorang ahli mikro biologi mencoba menelitinya. Dalam penelitian ini, sang pakar mikro biologi bernama John Golobic, menyuruh teknisi di laboratoriumnya untuk 'menyeka' jenggot dari beberapa partisipannya, untuk meneliti kandungan bakteri di dalamnya. Lebih parah, hasil dari penelitian tersebut memperlihatkan bahwa bakteri yang ada di jenggot adalah bakteri yang juga dapat ditemukan pada kotoran manusia. Meski demikian, menurut sang pakar, bakteri tersebut adalah bakteri yang tidak membawa penyakit.
Mitos: "Orang jenggotan itu berbahaya dan menyeramkan."
Fakta: Dalam sebuah pengambilan sampel non ilmiah, 45 persen pria dengan jenggot lebih berani untuk berkelahi, ketimbang hanya 29 persen pria tanpa jenggot yang berani. 40 Persen orang jenggotan juga mengakui pernah mencuri, dibandingkan hanya 17 persen orang yang tidak jenggotan. Bahkan, 65 persen wanita yang disurvei lebih memilih pria bersih ketimbang jenggotan, separuh di antaranya bahkan sama sekali tak akan mempertimbangkan pria dengan jenggot.
Namun sampel ini sama sekali tak bisa dijadikan patokan. Ini adalah sebuah polling sederhana yang dilakukan oleh sebuah jejaring sosial berbasis video bernama 'Eva,' yang ternyata bertujuan sebagai 'campaign.' Metodologinya tidak dipublikasikan, tapi kita sudah cukup pintar untuk tahu kalau hal tersebut adalah preferensi dan stereotip, tidak menggeneralisasi orang yang memiliki jenggot secara keseluruhan.
Mitos: "Orang jenggotan seringkali dianggap sebagai pria yang maskulin."
Fakta: Mitos ini benar-benar kuat, karena jenggot dianggap sebagai simbol kejantanan sejak dahulu. Namun untuk membuktikan kebenarannya, 20 pria dan 20 wanita disuruh untuk memberi peringkat kepada enam orang dengan tingkat pertumbuhan bulu wajah yang berbeda. Mereka diperintah untuk memberi peringkat berdasarkan tingkat kemenarikan.
Dari penelitian ini, tidak ada indikasi bahwa pria jenggotan lebih menarik, namun baik partisipan pria maupun wanita, keduanya menganggap seseorang dengan jenggot lebih lebat terlihat lebih maskulin dan dominan. Studi ini juga melingkupi tingginya nada suara dengan maskulinitas, di mana yang lebih rendah lebih maskulin.
Namun penelitian ini tak bisa dijadikan patokan, karena hal ini adalah sebuah preferensi yang ada di benak manusia sejak zaman purba.
Menurut Ryan Gregory, seorang profesor biologi evolusi dari University of Guelph, Ontario, Kanada, menyatakan bahwa evolusi sudah mengubah segalanya dan maskulinitas tak lagi sama seperti zaman purba. Mungkin penelitian dengan sampel tertentu menyebutkan bahwa jumlah jenggot setara dengan maskulinitas. Namun faktanya maskulinitas sekarang diukur dengan lebih banyak hal, tak hanya soal berburu seperti di zaman purba.
Baca juga:
Begini cara cegah dan atasi komedo yang cocok untuk pria!
5 Kesalahan grooming cowok yang bikin cewek ilfil!
5 Cara buat gebetan fokus padamu dan tutup lembaran bersama mantan
4 Cara agar parfum lebih tahan lama di tubuhmu!
5 Fakta unik tentang jenggot pria yang patut diketahui
5 Hal yang harus diperhatikan ketika membeli celana jeans