Imlek kurang 'wow' tanpa angpau
Nah, salah satu tradisi yang melekat pada Imlek adalah bagi-bagi angpau.
Di bawah rezim Soeharto, tahun baru Imlek sempat dilarang dirayakan di depan umum. Barulah pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967 tersebut dan mengembalikan kebebasan warga keturunan Tionghoa.
Nah, salah satu tradisi yang melekat pada Imlek adalah bagi-bagi angpau. Istilah angpau sendiri berasal dari bahasa Hokkian yang berart ang (merah) dan pau (bingkisan/amplop).
Kenapa harus berwarna merah? Dalam kebudayaan Tionghoa, warna merah dianggap sebagai simbol kebaikan dan kesejahteraan. Warna ini juga dipercaya mampu membawa kebahagiaan dan semangat yang bersumber pada nasib baik.
Angpau tidak hanya ditemui saat perayaan Imlek, melainkan pada peristiwa apa saja yang melambangkan kebahagiaan seperti pernikahan, ulang tahun, pindah rumah, dan lain-lain.
Selain itu, angpau dalam tahun baru Imlek juga sering disebut Ya Sui. Yang artinya, hadiah yang diberikan untuk anak-anak yang berhubungan dengan pertambahan usia atau pergantian tahun. Konon, tradisi ini mulai muncul sejak zaman Ming dan Qing.
Siapa yang berhak menerima angpau?
Mereka yang sudah menikah wajib memberi anpau kepada anak-anak dan yang dituakan. Tradisi ini melambangkan rasa hormat dan keinginan untuk saling berbagi nasib baik.
Kenapa orang belum menikah tidak boleh memberi angpau?
Dalam budaya Tionghoa, orang yang sudah menikah dianggap telah mapan secara ekonomi dibanding mereka yang belum menikah. Di samping itu, perkembangan psikologis juga menjadi tolok ukur kenapa orang menikah dinilai lebih matang dibanding mereka yang belum menikah.
Jadi, jika seorang adik sudah menikah dan kakaknya belum. Adik boleh memberikan angpau kepada kakaknya, meskipun pada kenyataannya harta kakaknya mungkin lebih banyak.