Cerita Buya Hamka di Penjara pada Masa Sukarno
Buya Hamka merupakan seorang ulama, aktivis politik, dan sastrawan.
Buya Hamka merupakan seorang ulama, aktivis politik, dan sastrawan. Ia merupakan salah satu pendiri Majalah Panji Masyarakat. Pada masa Orde Lama, Buya Hamka pernah mendekam di penjara oleh Sukarno.
Buya Hamka memiliki nama asli Abdul Malik Karim Amrullah. Ia dikenal sebagai seorang ulama, aktivis politik, serta sastrawan. Selain mendirikan majalah bersama rekan-rekan ulamanya, ia juga menulis novel.
- Cerita Sedih Istri di Maros Tinggalkan Jenazah Suami Demi Ikut Ujian PPPK Kemenag
- Cerita Warga Suku Dayak Terbang dari Kalimantan ke Jakarta Demi Prabowo-Gibran
- Cerita Santri dari Keluarga Miskin, Bisa Pergi Haji karena Patuh Kepada Sosok ini
- Mengenal Abdul Karim Amrullah, Ulama Pendiri Sekolah Islam Modern Pertama di Indonesia
Buya Hamka menjadi aktivis politik melalui Partai Masyumi, yang akhirnya partai politik Islam ini dibubarkan oleh Sukarno pada 1960. Pada tahun 1960-an, Sukarno tengah gencar melancarkan aksi pembubaran dan penangkapan para partai dan tokoh yang dianggap sebagai oposisi.
Mengutip dari Ahmad Syafii Maarif dalam Percaturan Islam dan Politik, dikatakan bahwa salah satu cara rezim Soekarno untuk melemahkan lawan-lawan politiknya adalah dengan memenjarakan mereka, baik yang terlibat dalam pemberontakan daerah maupun yang tidak, selama bertahun-tahun tanpa proses pengadilan.
Pihak oposisi pemerintahan Sukarno pada masa itu ialah partai-partai Islam dan para ulama dan pemuka agama Islam. Selain Partai Masyumi, Majalah Panji Masyarakat milik Hamka juga ikut dibredel oleh Sukarno karena dinilai memuat kritik yang tajam terhadap pemerintahan Sukarno.
Salah satu tokoh politisi Islam yang ditangkap oleh Sukarno adalah Buya Hamka. Ia dipenjara pada 27 Januari 1964 oleh Sukarno dikarenakan tuduhan kejahatan subversif, di mana ia dituduh merencanakan pembunuhan terhadap Sukarno dengan menggelar rapat gelap di Tangerang.
Kala itu, Buya Hamka baru saja pulang mengisi pengajian ia didatangi oleh sejumlah orang kepolisian yang menunjukkan surat penangkapan. Ia dibawa ke Sukabumi, Jawa Barat. Dalam penahanannya tersebut ia diinterogasi untuk mengaku bahwa ia terlibat dalam rapat rahasia menggulingkan Sukarno dan rencana pembunuhan.
Tidak Terbukti
Tuduhan-tuduhan tersebut tidak terbukti. Hamka pernah menyampaikan kepada Ghazali Sjahlan bahwa Wakil Ketua Tim Pemeriksa bahkan mengakui bahwa semua tuduhan yang ditujukan padanya adalah palsu.
“Setelah pemeriksaan selesai dalam waktu 3 bulan, kami dipindahkan dan dipencar ke beberapa tempat. Kebetulan saya dan Buya Hamka dibawa ke Cimacan/Puncak. Ketika singgah di tengah jalan untuk shalat Ashar, dan polisi pengawal membiarkan kami berdua masuk langgar, dalam kesempatan berwudhu beliau membisikkan kepada saya bahwa sebelum meninggalkan rumah tahanannya di Sukabumi, Wakil Ketua Tim Pemeriksanya berkata: "Dari segala proses verbal ternyata bahwa semua tuduhan ini adalah sandiwara belaka. Tak ada satu pun pengakuan yang diberikan para tersangka dapat dikemukakan ke pengadilan. Namun, walaupun demikian, bapak-bapak akan tetap beristirahat,” ujar Ghazali Sjahlan dalam Kenang-kenangan 70 Tahun Buya Hamka.
Oleh karena itu, banyak pihak menganggap tuduhan tersebut sebagai langkah yang dibuat-buat.Buya Hamka dipenjara selama dua tahun. Selama di penjara, Hamka menulis karyanya yang dikenal dengan Tafsir al-Azhar yang berjumlah lima jilid.
Buya Hamka dibebaskan pada tahun 1966 karena adanya peristiwa Gerakan 30 September (G30S) di mana peristiwa tersebut berdampak pada jatuhnya rezim Sukarno.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti