Kisah DR Saharjo, Menteri Jujur Tak Punya Rumah dan Kehabisan Makanan
DR Saharjo sosok yang sangat sederhana. Berbagai jabatan strategis yang diembannya tidak membuatnya bergelimang harta. Bahkan dia masih menumpang di rumah mertua dan tidak punya rumah pribadi.
"Ada rumah yang dijual murah, Pak. Sebaiknya Bapak beli saja rumah itu."
"Dari mana saya dapat uang? Saya tidak punya uang sebanyak itu."
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana sejarah Lembah Anai terbentuk? Konon, dulunya air terjun ini menjadi saksi bisu pergerakan rakyat Minang dalam melawan penjajahan. Pada masa kolonial, masyarakat setempat dipaksa untuk menjadi pekerja membangun jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara Kota Padang dan Padang Panjang via Lembah Anai.Masyarakat Minang yang bekerja dalam proyek pembangunan jalan tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan bisa berhari-hari dari tempat mereka tinggal menuju lokasi pembangunan jalan.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
"Ambil sajalah Pak. Ada orang yang mau meminjamkan uang itu untuk Bapak. Asal Bapak mau ambil, soal pembayaran biar nanti diselesaikan oleh departemen."
"Dengan apa utang itu akan saya bayar? Gaji saya untuk makan saja tidak cukup. Apalagi untuk bayar utang. Ah, saya tidak mau."
Percakapan itu bukan terjadi antara seorang pegawai Departemen Kehakiman dengan orang biasa. Orang yang didesak terus untuk menerima pinjaman itu adalah DR Saharjo. Jabatannya mentereng, wakil menteri pertama bidang dalam negeri.
Tak Bergelimang Harta
DR Saharjo saat itu mengkoordinir Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Mahkamah Agung dan Departemen Kehakiman dalam Kabinet Kerja III tahun 1962. Di kabinet sebelumnya, dua kali beliau menjabat menteri kehakiman.
Namun DR Saharjo sosok yang sangat sederhana. Berbagai jabatan strategis yang diembannya tidak membuatnya bergelimang harta. Bahkan dia masih menumpang di rumah mertua dan tidak punya rumah pribadi.
Hal ini yang membuat para pegawai di Departemen Kehakiman prihatin. Mereka mencoba segala cara agar Pak Menteri punya rumah sendiri. Namun karena integritas, DR Sahardjo selalu menolak pemberian atau hadiah. Bahkan dari kantornya sendiri.
Keteladanan tersebut ditulis Zaidir Djalal dalam Buku DR Saharjo SH yang diterbitkan Penerbit Mutiara Jakarta tahun 1978.
Kehabisan Makanan di Rumah
Cerita lain soal kesederhanaan DR Saharjo terlihat dari kisah yang menyentuh soal makanan. Suatu pagi DR Saharjo datang ke kantor dalam keadaan lapar.
Rupanya sarapan yang disediakan istrinya habis dimakan oleh delapan anaknya. Pak Saharjo tidak kebagian.
"Ada makanan di kantor?" tanya Saharjo pada sekretarisnya yang bernama Rusiah Sarjono.
Rusiah kemudian segera meminta agar dibelikan makanan untuk atasannya. Bukan dari restoran mewah atau rumah makan mahal. Makanan untuk pejabat negara tersebut dibeli dari kantin karyawan biasa.
Selidik punya selidik, hal ini sering terjadi di rumahnya. Menjadi pejabat jujur dan mengandalkan gaji saja tidak cukup untuk biaya hidup keluarga.
Didesak Terima Rumah Dinas
Menjelang akhir hidupnya, DR Sahardjo terus didesak agar mau menempati rumah dinas. Masak pejabat sekelas menteri numpang terus di rumah mertua?
Atas desakan keluarga, DR Saharjo akhirnya mau juga menerima rumah dinas. Rumah itu sebenarnya kurang layak ditempati menteri. Lokasinya di Komplek Kehakiman, Utan Kayu, Jakarta Timur. Pasokan air sering tidak lancar dan aksesnya pun tidak mudah kala itu.
Tapi DR Saharjo tidak mempersoalkan apakah rumah itu sesuai kedudukannya atau tidak. Dia menerima saja kondisi rumah apa adanya.
"Yang penting lebih dekat dengan pegawai Departemen Kehakiman di luar jam kantor," katanya.
Rumah itu yang ditempatinya delapan bulan hingga meninggal dunia tanggal 13 November 1963, karena pendarahan otak. Dunia hukum Indonesia kehilangan sosok besar.
Jalan DR Saharjo
Pemerintah Indonesia mengangkat DR Saharjo sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional tanggal 29 November 1963. Selang beberapa hari setelah beliau meninggal.
Nama DR Saharjo kemudian diabadikan di satu ruas jalan mulai dari Pasar Rumput hingga Pancoran, Jakarta Selatan.
Sayang, tidak banyak yang tahu bagaimana kejujuran dan keteladanan sosok DR Saharjo.
"Saya hanya tahu nama pahlawan, tapi kurang tahu siapa itu Pak DR Saharjo," ujar Dimas, seorang pegawai swasta di kawasan Tebet.