Kisah Pilot TNI AU Diberi Selamat Sekaligus Ditegur Usai Berhasil Mengebom PKI
Dari hasil laporan intelijen diketahui, pengeboman ternyata efektif membuat PKI kocar-kacir. Saat bom dijatuhkan, ternyata pimpinan PKI baru akan rapat untuk menentukan nasib para tawanan.
Sebuah pesawat tua peninggalan Jepang mendarat di Maospati, Madiun. Penumpangnya Kolonel Hidayat dari Markas Besar Angkatan Perang.
Hidayat membawa perintah langsung dari Menteri Pertahanan Mohammad Hatta untuk Batalyon Daeng.
-
Bagaimana TNI AU mengebom Purwodadi yang dikuasai PKI? TNI AU Mengebom Purwodadi yang dikuasai PKI. Serangan udara itu berhasil membuat pasukan PKI kocar-kacir dan batal melakukan eksekusi pada sejumlah tawanan. Kadet Udara I Aryono menerbangkan pesawat, sementara Kapten Mardanus duduk di belakangnya menjadi observer udara. Mereka terbang rendah kemudian menjatuhkan bom di komplek kantor kabupaten. Misi itu sukses.
-
Dimana pasukan TNI merebut daerah yang dikuasai PKI? Setelah melewati berbagai pertempuran sengit, satu per satu daerah yang dikuasai PKI bisa direbut Pasukan TNI.
-
Kenapa PKI dan TNI AD berkonflik? Rivalitas antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya tahun 1965.
-
Bagaimana Suparna Sastra Diredja tergabung dalam PKI? Pergerakannya yang masif bersama rakyat membuatnya banyak terlibat di Partai Komunis Indonesia terutama setelah pemilihan 1955. Di sana ia menjadi anggota dewan yang mengurusi konstitusi baru pengganti undang-undang dasar semetara.
-
Siapa yang menjadi tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia, yang juga terlibat dalam berdirinya PKI? Alimin bin Prawirodirjo, Tokoh PKI yang Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional Indonesia Seorang tokoh pergerakan nasional asal Surakarta ini terlibat aktif dalam pergerakan nasional Indonesia, organisasi politik maupun ikut serta dalam berdirinya PKI. Namanya mungkin tidak begitu dikenal masyarakat Indonesia, bahkan jarang sekali muncul di buku-buku sejarah. Namun, peran selama hidupnya cukup memberikan pengaruh besar terhadap bangsa dan negara ini.
-
Siapa yang memimpin sidang PPKI? Sidang bersejarah itu dipimpin oleh Soekarno.
"Batalyon Daeng diperintahkan untuk bergerak ke utara, merebut Cepu, agar sebagai kota minyak tetap berproduksi untuk dapat melayani kebutuhan bahan bakar bagi kepentingan perjuangan kita," demikian isi perintah Bung Hatta.
Baru beberapa hari lalu Mayor Daeng dan pasukannya merebut Lapangan Terbang Maospati dari tangan tentara Front Demokrasi Rakyat (FDR)/Partai Komunis Indonesia (PKI) yang memberontak. Kini tugas lain sudah menunggu.
Tanggal 27 September 1948, laskar rakyat yang mengikuti PKI Muso menyerang markas TNI di Cepu. Mereka juga menguasai kilang minyak. Kekuatan kaum merah di sana cukup besar.
Bukan perkara mudah merebut Cepu. Gerombolan PKI yang melarikan diri dari Madiun, kini bertahan di Purwodadi, Blora, Kudus dan Pati. Mereka cukup kuat dan telah memiliki posisi bertahan yang strategis.
Brigade I/Siliwangi mengerahkan kekuatan dari tiga penjuru. Sayap kiri Satuan Tugas Kosasih, bagian tengah Batalyon Kemal Idris. Sementara Batalyon Daeng akan menyerang dari kanan.
Minta Bantuan TNI AU
Awalnya, Gubernur Militer Jenderal Gatot Soebroto meminta Panglima Besar Soedirman agar memerintahkan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) terus menembaki jalan menuju Purwodadi.
Namun hal itu tidak bisa dilakukan. Lantaran tidak ada alat komunikasi antara pasukan di darat dengan pilot. Kondisi ini berisiko tembakan akan mengenai kawan sendiri.
Kepala Staf Operasi, Kolonel AH Nasution kemudian mengutus Kapten Mardanus untuk mengantar surat kepada Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Komodor Soerjadi Soerjadarma.
Nasution meminta TNI AU mengebom Purwodadi untuk memberikan pukulan psikologis kepada pasukan merah dan gerombolan PKI. Soerjadarma menyetujui permintaan itu.
"Ikuti ajudan saya," kata Soerjadarma pada Kapten Mardanus.
Ternyata di Lanud Maguwo sudah tersedia sebuah pesawat Cureng TNI AU yang siap mengudara.
Pesawat Cureng dan Bom 50 kg
Cureng adalah pesawat tua peninggalan Jepang. Biasanya pesawat ini digunakan sebagai pesawat latih. Namun karena keterbatasan dan kekurangan pesawat, Cureng difungsikan sebagai pesawat pengebom oleh TNI AU.
Pesawat bersayap ganda ini mampu terbang tiga jam nonstop dan membawa dua bom seberat 50 kg yang dilepaskan manual oleh pilotnya.
Kadet Udara I Aryono menerbangkan pesawat, sementara Kapten Mardanus duduk di belakangnya menjadi observer udara.
Inilah pengalaman terbang pertama untuk Mardanus yang sehari-hari menjadi kepala bagian personalia Markas Besar Angkatan Perang itu.
Cuaca cerah saat Kadet Aryono lepas landas. Dalam waktu setengah jam, pesawat itu mencapai Purwodadi. Dulu pilot mengenali daerah ini, sehingga tak sulit menentukan sasaran.
Diberi Selamat Sekaligus Ditegur
Aryono memilih Kompleks Gedung Kabupaten sebagai target pengeboman. Dia terbang rendah, nyaris setinggi pohon. Dua bom dijatuhkan di halaman gedung. Ledakan keras terdengar saat bom meledak.
Setelah melaksanakan misi tersebut, pesawat Cureng pulang ke Lanud Maguwo. Kepala Staf Angkatan Udarab Komodor Soerjadarma telah menunggu.
Dia memberikan selamat atas keberhasilan pengeboman. Tapi Kasau kemudian juga menegur kadet Aryono.
Soerjadarma menilai keputusan pilot untuk terbang rendah sangat membahayakan. Pesawat mudah sekali jadi sasaran tembak dari darat.
Sebuah kerugian yang sangat besar jika pesawat tersebut jatuh ditembak pemberontak. TNI saat itu sedang serba kekurangan. Tak mudah pula membeli persenjataan karena blokade Belanda.
PKI Kocar-Kacir
Dari hasil laporan intelijen diketahui, pengeboman ternyata efektif membuat PKI kocar-kacir. Saat bom dijatuhkan, ternyata pimpinan PKI baru akan rapat untuk menentukan nasib para tawanan.
Kerjasama antarangkatan dalam pengeboman di Purwodadi ini merupakan salah satu yang pertama dilakukan TNI.
Karena takut ada pengeboman lagi, PKI berangsur-angsur menarik diri dari Purwodadi. Mayor Kosasih berhasil merebut Purwodadi tanggal 5 Oktober 1948.
Pasukan Siliwangi terus bergerak ke arah Utara dan akhirnya berhasil merebut Kilang Minyak di Cepu tanggal 8 Oktober lewat pertempuran sengit.