Perwira TNI Tolak Dijadikan Jenderal oleh Presiden RI, Ternyata ini Alasannya
Bambang Widjanarko menjadi ajudan Presiden Sukarno dari tahun 1960-1967. Perwira KKO (Kini Marinir) TNI AL ini sempat ditawari menjadi jenderal oleh Bung Karno. Namun Bambang menolak. Apa alasannya?
Bambang Widjanarko menjadi ajudan Presiden Sukarno dari tahun 1960-1967. Perwira KKO (Kini Marinir) TNI AL ini sempat ditawari menjadi jenderal oleh Bung Karno. Namun Bambang menolak. Apa alasannya?
Sebagai perwira menengah, Bambang tentu ingin mengikuti Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut. Hal ini merupakan syarat untuk peningkatan karirnya di masa depan.
-
Apa tugas utama Korps Marinir TNI AL? Sebagaimana kita tahu, Korps Marinir adalah satuan unit pada TNI AL yang memiliki tugas untuk menyelenggarakan operasi amfibi, pertahanan pantai, pengamanan pulau terluar, pembinaan potensi maritim, hingga pembina kekuatan serta kesiapan operasi satuan.
-
Bagaimana cara TNI AL mendukung kemerdekaan Aljazair? Satuan Elite Kapal Selam ALRI Diperintahkan Menyelundupkan Senjata ke Aljazair. Jumlah Senjata yang Dikirim Cukup Banyak. ""Cukuplah. Lebih kurang dua kapal selam penuh," kata Bung Karno.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Apa yang berhasil diamankan oleh prajurit TNI? Menariknya, penyusup yang diamankan ini bukanlah sosok manusia. Salah satu tugas prajurit TNI adalah menjaga segala macam bentuk ancaman demi kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Bambang mendaftar masuk Sesko tahun 1963 dan dinyatakan diterima. Ketika akan mengikuti pendidikan, dia melapor pada Bung Karno untuk meninggalkan tugasnya sebagai ajudan.
"Bung Karno terkejut dan menyatakan ketidaksetujuannya," tulis Bambang Widjanarko dalam buku Sewindu Dekat Bung Karno terbitan Kepustakaan Populer Gramedia.
Tak hanya itu, ketika bertemu Kepala Staf TNI AL. Bung Karno pun meminta agar pencalonan Bambang Widjanarko masuk Sesko dibatalkan. Tentu saja Kasal menuruti permintaan presiden. Masa tugas Bambang sebagai ajudan pun diperpanjang satu tahun.
Siapa Panglima Tertinggi?
Tahun berikutnya, Bambang mencoba mengajukan izin untuk ikut Sesko. Surat keputusan diterima di Sesko sudah dipegangnya. Namun lagi-lagi Bambang tidak diperbolehkan masuk Sesko oleh Bung Karno.
Januari 1965, kembali Bambang meminta izin Presiden. Pada permintaan ketiga ini Bung Karno agak kesal. Dipanggilnya Kasal Laksamana Martadinata dan Komandan KKO AL Mayjen Hartono ke Istana.
"Marta, dan kamu Hartono, siapa di antara kamu berdua yang jadi panglima tertinggi?" tanya Bung Karno pada dua pejabat itu.
"Pangti Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah Bapak," jawab mereka.
"Nah dengarkan, saya sebagai Pangti memerintahkan kalian agar jangan mengeluarkan keputusan Bambang masuk Sesko atau meninggalkan istana," tegas Bung Karno.
Menurut BK, Bambang adalah perwira yang baik. Presiden senang dengan pribadinya dan masih dibutuhkan. Hanya Bung Karno yang berhak memutuskan kapan Bambang berhenti sebagai ajudan.
"Siap Pak," jawab kedua pimpinan TNI AL tersebut.
Mau Diangkat Jadi Jenderal Agustus
Setelah mengantar Laksamana Martadinata dan Mayjen Hartono, Bung Karno bertanya pada Kolonel Bambang. Kenapa dia sangat ingin masuk Sesko?
Bambang menjawab dengan jujur dan sopan. Sebagai prajurit, dirinya memikirkan karirnya di masa depan. Dia ingin menjadi jenderal atau perwira tinggi di kemudian hari.
"Peraturan menyebutkan untuk menjadi jenderal harus masuk Sesko terlebih dahulu. Itu sebabnya saya ingin masuk Sesko," jawab Bambang.
"Siapa bilang hanya lulusan Sesko yang bisa jadi jenderal? Yang mengangkat orang menjadi jenderal adalah saya, Pangti ABRI. Nanti bulan Agustus saya naikkan pangkatmu jadi Brigjen," balas Bung Karno.
Alasan Menolak Jadi Jenderal
Kolonel Bambang terkejut mendengar ucapan presiden. Dia langsung berdiri dengan sikap sempurna. Meminta presiden membatalkan rencana pengangkatannya sebagai jenderal bintang satu.
"Pak, saya mohon dengan sangat. Sudilah Bapak membatalkan niat itu. Saya keberatan menjadi jenderal Bulan Agustus nanti," kata Bambang.
Bung Karno terkejut dengan perkataan Bambang. "Kenapa kamu menolak jadi jenderal?"
Bambang menjelaskan dia ingin menjadi jenderal sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam militer Indonesia. Dimulai dengan menjalani pendidikan di Sekolah Staf dan Komando, lalu diusulkan oleh atasannya di Angkatan Laut.
Bambang menolak menerima begitu saja pangkat jenderal dari presiden, tanpa prosedur yang berlaku. Itu justru akan membuatnya dicemooh oleh sesama perwira dan merusak sistem yang berlaku.
"Itu akan merusak l’esprit de corps. Saya tidak mau," tegas Bambang
Tetap Mendampingi Bung Karno
Mendengar penjelasan Bambang yang detil dan lugas, Bung Karno luluh. Dia membatalkan rencana pengangkatan ajudannya menjadi jenderal. Namun Bung Karno memintanya tetap tinggal di Istana sebagai ajudan. Bambang pun melaksanakan permintaan BK tersebut.
Setelah G30S PKI meletus pada 30 September 1965, peta politik Indonesia berubah. Kekuasaan Presiden Sukarno sedikit demi sedikit mulai beralih kepada Mayor Jenderal Soeharto.
Di akhir kekuasaan Presiden Sukarno inilah Bambang mendapat tawaran mengikuti pendidikan di Sesko. Sekitar tahun 1966-1967. Namun justru kali ini Bambang yang menolaknya. Dia meminta agar diberi tugas untuk mendampingi Bung Karno di saat-saat sulit.
Permintaan itu diluluskan oleh pimpinan TNI AL. Mereka berpesan agar Bambang menjaga Bung Karno sebaik-baiknya.
Kesempatan Bambang untuk benar-benar masuk Sesko tercapai pada tahun 1968. Saat itu Bung Karno sudah digantikan oleh Presiden Suharto.
Dia mengikuti pendidikan di Seskoad Bandung. Bambang sadar betul karirnya sudah sangat tertinggal setelah empat tahun batal masuk Seskoal. Namun dia mengaku tidak pernah menyesal dengan keputusannya. Bambang pensiun dengan pangkat kolonel.
"Yang penting saya merasa telah berusaha menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya," tutup Bambang.