Karir Mentereng Jenderal TNI Try Sutrisno, Ikut Tumpas Pemberontakan PRRI hingga Berhasil Jadi Wakil Presiden
Try Sutrisno memiliki karir politik yang mentereng. Pada tahun 1956, dia diterima menjadi taruna di Atekad.
Wakil Presiden Indonesia ke-6 Jenderal (Purn) TNI Try Sutrisno saat ini menjadi perbincangan publik, saat dia menghadiri HUT ke-79 TNI kemaren. Di acara tersebut, ada momen saat dia hendak bersalaman dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terekam kamera dan viral.
Dikutip dari website TNI, Try Sutrisno memiliki karir politik yang mentereng. Pada tahun 1956, dia diterima menjadi taruna di Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad).
Pengalaman militer Try Sutrisno pertama adalah pada tahun 1957, ketika ia berperang melawan pemberontakan (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) PRRI.
Sebelum menjadi ajudan Soeharto, Try Sutrisno sudah mengenal lebih dahulu di masa Operasi Pembebasan Irian Barat tahun 1962, ketika itu Mayor Jenderal Soeharto ditunjuk Presiden Soekarno menjadi Panglima Komando Mandala yang berpangkalan di Sulawesi.
Pada tahun 1974, Try terpilih menjadi ajudan Presiden Suharto. Di saat inilah karir suami dari Tuti Sutiawati yang dinikahinya 21 Januari 1961 itu meroket.
Pada tahun 1978, Try diangkat ke posisi Kepala Komando Daerah Staf di KODAM XVI/Udayana. Setahun kemudian, ia menjadi Panglima Daerah KODAM IV/Sriwijaya. Dan empat tahun kemudian, ia diangkat ke Panglima Daerah KODAM V/Jaya dan ditempatkan di Jakarta.
Agustus 1985 pangkatnya dinaikkan lagi menjadi Letjen TNI sekaligus diangkat menjabat Wakasad mendampingi Kasad. Jenderal TNI Rudhini ketika itu.
Tidak lama menjabat sebagai Wakasad, pada bulan Juni tahun 1986 atau sepuluh bulan sejak diangkat menjadi Wakasad, ia pun kemudian diangkat menjadi Kasad menggantikan Jenderal TNI Rudhini.
Selama menjadi Kasad, yang hanya sekitar satu setengah tahun, karena pada awal tahun 1988 ia dipromosikan menjadi Pangab menggantikan Jenderal TNI LB Moerdani.
Jenderal TNI Try Sutrisno akhirnya memimpin ABRI, sejak tahun 1988 hingga tahun 1993. Ketika itu ABRI masih terdiri dari institusi TNI AD, TNI AL, TNI AU, dan Polri.
Banyak peristiwa penting yang patut dicatat selama kepemimpinannya, seperti meletusnya kembali pemberontakan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) di Aceh pada pertengahan tahun 1989, menyusul dibubarkannya Kodam I/Iskandarmuda.
GPK separatis Aceh tersebut merupakan kelanjutan (kambuhan) dari GPLHT (Gerakan Pengacau Liar Hasan Tiro) yang lahir pada tahun 1976 dan yang telah berhasil ditumpas pada tahun 1982. selam dia memimpin, banyak peristiwa separatis yang terjadi. di antaranya peristiwa Santa qruz, GPK di Aceh dan juga peristiwa Tanjung Priok.
Kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat masa bakti 1992-1997 melalui sidang umum pada tahun 1993, akhirnya memilih Try Soetrisno menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Soeharto, presiden terpilih saat itu.
Adalah Fraksi ABRI MPR-RI yang lebih dahulu mencalonkannya, mendahului pilihan terbuka dari Presiden Soeharto ketika itu. Suatu hal yang tidak lazim pada era Orde Baru itu. Konon, Presiden Soeharto merasa di-fait accompli (ketentuan yang harus diterima).
Pada tahun 1998 tugasnya sebagai Wapres berakhir, dan kemudian digantikan oleh BJ Habibie pada Sidang Umum MPR 1998.