Profil Lengkap Jenderal Sepuh yang Tak Disalami Jokowi di HUT ke-79 TNI
Sosok ini merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah politik dan militer Indonesia.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) menggelar perayaan Hari Ulang Tahun ke-79 di lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada Sabtu, 5 Oktober. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Dalam acara tersebut muncul momen yang menarik perhatian, Jokowi tidak menyalami Jenderal (Purn) TNI Try Sutrisno, Wakil Presiden ke-6 RI, yang hadir di acara tersebut. Sebelum mengambil posisi di mimbar kehormatan, Jokowi, bersama Iriana Jokowi dan Ma'ruf Amin, diminta oleh pemandu acara untuk beristirahat sejenak.
-
Kapan Jokowi tidak menyalami Try Sutrisno? Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai kritik publik saat menghadiri upacara perayaan HUT ke-79 TNI di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Sabtu (5/10). Jokowi tertangkap kamera tidak menyalami Wakil Presiden (Wapres) ke-6 RI, Jenderal (Purn) TNI Try Sutrisno.
-
Kenapa Jokowi tidak menyalami Try Sutrisno? Dalam video yang merekam momen tersebut, terlihat Try Sutrisno telah bersiap menyambut Presiden Jokowi yang menyalami tamu undangan satu pe rsatu. Saat itulah Jokowi melewati Try Sutrisno tanpa memberi salam sebagaimana Jokowi kepada para wakil presiden sebelumnya.
-
Apa jabatan Try Sutrisno sebelum jadi Wapres? Saat itu, ABRI terdiri dari TNI AD, TNI AL, TNI AU, dan POLRI.
-
Siapa yang tidak disalami oleh Jokowi? Dalam video yang merekam momen tersebut, terlihat Try Sutrisno telah bersiap menyambut Presiden Jokowi yang menyalami tamu undangan satu pe rsatu. Saat itulah Jokowi melewati Try Sutrisno tanpa memberi salam sebagaimana Jokowi kepada para wakil presiden sebelumnya.
-
Siapa yang diusulkan Jokowi jadi Panglima TNI? Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan Jenderal TNI Agus Subiyanto sebagai calon Panglima TNI.
-
Siapa yang bertemu dengan Presiden Jokowi? Dalam lawatannya ke Jakarta, Paus Fransiskus bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta.
Saat itu, Jokowi dan Ma'ruf Amin menyempatkan diri untuk bersalaman dengan sejumlah tamu penting, termasuk Wapres ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, Wapres ke-11 Boediono, serta istri Presiden ke-4, Sinta Nuriyah. Namun, ketika Jokowi melanjutkan untuk bersalaman, ia tampak mengabaikan Try Sutrisno, yang duduk di sebelah Boediono.
Meskipun Try Sutrisno dan istrinya sudah berusaha untuk berdiri dari kursi mereka, Jokowi tidak memberikan salaman kepada keduanya.
Lantas siapakah Try Sutrisno, jenderal sepuh yang tidak disalami Jokowi?
Melansir dari berbagai sumber, Try Sutrisno, lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 15 November 1935, merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah politik dan militer Indonesia.
Ia dibesarkan dalam keluarga sederhana ayahnya, Subandi, bekerja sebagai sopir ambulans, sementara ibunya, Mardiyah, adalah ibu rumah tangga.
Saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, keluarga Try terpaksa pindah ke Mojokerto akibat invasi Belanda yang berusaha mengembalikan kekuasaannya.
Dalam kondisi sulit tersebut, Try terpaksa berhenti sekolah dan bekerja sebagai penjual rokok dan koran untuk membantu ekonomi keluarganya.
Masuk Sekolah Militer
Di usia yang masih muda, tepatnya 13 tahun, Try memiliki semangat untuk bergabung dengan Batalyon Poncowati dan melawan penjajahan.
Meskipun tidak dianggap serius oleh orang dewasa di sekitarnya, ia akhirnya berperan sebagai kurir. Tugasnya meliputi pengambilan informasi dari daerah yang diduduki Belanda dan mendistribusikan obat-obatan untuk Angkatan Darat Indonesia.
Setelah Belanda mundur pada tahun 1949, Try dan keluarganya kembali ke Surabaya, di mana ia menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Bagian B pada tahun 1956.
Setelah lulus, Try Sutrisno bercita-cita melanjutkan pendidikan di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD). Meskipun awalnya gagal dalam pemeriksaan fisik, perhatian Mayor Jenderal GPH Djatikusumo membawanya kembali dan lulus dalam pemeriksaan psikologis di Bandung.
Di ATEKAD, ia menjalin persahabatan dengan Benny Moerdani, yang kelak menjadi rekan sejawatan dalam militer. Kariernya di dunia militer dimulai setelah ia menjadi taruna di ATEKAD, di mana ia bertugas dengan penuh dedikasi.
Try meniti karier militer yang gemilang dan mencapai pangkat Jenderal TNI. Ia menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ke-7 dari tahun 1988 hingga 1993. Selama masa jabatannya, ia terlibat dalam banyak operasi militer penting, termasuk dalam penanganan konflik separatis, yang menguji kepemimpinan dan kemampuan strategisnya.
Selain itu, sebelum menjadi ajudan Presiden Soeharto, Try Sutrisno sudah menjalin hubungan dengan Soeharto sejak masa Operasi Pembebasan Irian Barat pada tahun 1962. Saat itu, Walikota Jenderal Soeharto menunjuk Presiden Soekarno sebagai Panglima Komando Mandala yang berpusat di Sulawesi.
Jadi Ajudan Soeharto
Pada tahun 1974, Try terpilih sebagai ajudan Presiden Soeharto, yang menandai awal dari kariernya yang semakin cemerlang. Setelah itu, pada tahun 1978, ia diangkat sebagai Kepala Staf Komando Daerah di KODAM XVI/Udayana.
Setahun kemudian, ia menjabat sebagai Panglima Daerah KODAM IV/Sriwijaya, dan empat tahun setelahnya, ia diangkat sebagai Panglima Daerah KODAM V/Jaya yang berpusat di Jakarta.
Pada Agustus 1985, Try Sutrisno dipromosikan menjadi Letnan Jenderal TNI dan diangkat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, mendampingi Jenderal TNI Rudhini. Tak lama setelah menjabat sebagai Wakil Kepala Staf, pada Juni 1986, ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat menggantikan Jenderal TNI Rudhini.
Selama menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, yang berlangsung sekitar satu setengah tahun, Try kemudian dipromosikan menjadi Panglima Angkatan Bersenjata pada awal tahun 1988, menggantikan Jenderal TNI LB Moerdani.
Puncak kariernya di bidang politik datang ketika ia menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia ke-6, mendampingi Presiden Soeharto dari tanggal 11 Maret 1993 hingga 10 Maret 1998.
Ia dipilih dalam Sidang Umum MPR tahun 1993, Try Sutrisno dikenal sebagai sosok yang jujur, bersahaja, dan berintegritas. Meskipun berada di puncak kekuasaan, ia tidak dikenal sebagai sosok yang ambisius dalam hal jabatan. Masa jabatannya sebagai Wapres berakhir setelah reformasi di Indonesia, di mana ia digantikan oleh BJ Habibie.
Setelah pensiun dari dunia politik, Try tetap aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan organisasi. Ia merupakan anggota partai politik Golkar dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.
Hingga saat ini, Try Sutrisno dihormati sebagai seorang negarawan yang telah berkontribusi besar terhadap bangsa dan negara, serta diakui atas dedikasi dan pengabdiannya sepanjang hidupnya.