Tragedi Peter Erberveld: Kebencian Seorang Indo Terhadap VOC
Merasa hak-nya diganggu, seorang tuan tanah peranakan Jerman diam-diam menyusun kekuatan untuk melawan VOC.
Merasa hak-nya diganggu, seorang tuan tanah peranakan Jerman diam-diam menyusun kekuatan untuk melawan VOC.
Penulis: Hendi Jo
-
Apa peran penting Tegal dalam sejarah VOC? Tegal adalah sebuah bandar kecil di pantai utara Jawa yang menjadi persinggahan Tome Pires pada abad ke-16. Bertahun-tahun kemudian, kota itu berkembang menjadi kota industri penting pada zaman VOC.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Bagaimana sejarah Lembah Anai terbentuk? Konon, dulunya air terjun ini menjadi saksi bisu pergerakan rakyat Minang dalam melawan penjajahan. Pada masa kolonial, masyarakat setempat dipaksa untuk menjadi pekerja membangun jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara Kota Padang dan Padang Panjang via Lembah Anai.Masyarakat Minang yang bekerja dalam proyek pembangunan jalan tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan bisa berhari-hari dari tempat mereka tinggal menuju lokasi pembangunan jalan.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Di mana warugan lemah tercatat dalam sejarah? Dalam catatan sejarah, naskah itu sudah ada sejak 1846 dan dikenalkan oleh Bupati Bandung, Wiranatakusumah IV kepada Masyarakat Batavia. Namun diduga pembuatannya sebelum runtuhnya Kerajaan Padjajaran, sekitar tahun 1400-an masehi.
Monumen tua itu masih berdiri kokoh. Tingginya sekitar dua meter. Warna putih pucat dimakan zaman. Tepat di puncaknya, sebongkah tengkorak terpancang lembing berdiri angker menantang langit. Persis di badan tengah tembok itu, bait-bait tulisan kuno berderet kaku.
"Sebagai kenang-kenangan yang menjijikan atas dihukumnya sang pengkhianat Pieter Erberveld. Karena itu dipermaklumkan kepada siapapun, mulai sekarang tidak diperkenankan untuk membangun dengan kayu, meletakan batu bata dan menanam apapun di tempat ini dan sekitarnya. Batavia, 14 April 1722," demikian kira-kira terjemahan bebas dari bunyi huruf-huruf berbahasa Belanda dan Jawa itu.
Bersama ratusan prasasti lainnya, monumen itu merupakan bagian dari Museum Prasasti, Jakarta Pusat. Aslinya benda tersebut berasal dari Kampung Pecah Kulit (sekarang Jalan Pangeran Jayakarta di Jakarta Utara).
Namun sejak dijalankannya proyek relokasi oleh Gubernur Ali Sadikin pada 1977, tembok berpenampilan angker itu dipindahkan ke sana. Lantas siapa Peter Erberveld yang disebut dalam prasasti itu?
"Saya tidak tahu pasti. Katanya sih dia itu dulu salah satu pemberontak yang paling dibenci kompeni," ujar Asim, salah seorang penjaga di Museum Prasasti.
Tanah Disita VOC
Keterangan Asim memang benar adanya. Adolf Heukeun dalam Historical Sites of Jakarta menyatakan pemberontakan Peter Erberveld memang tercatat dalam dokumentasi pemerintah Hindia Belanda. Cerita bermula dari sebuah peristiwa yang terjadi pada 1708.
Syahdan, pemerintah VOC (Maskapai Perdagangan Hindia Timur) lewat Dewan Hemradeen (Collage van Heemraden) menyita ratusan hektar tanah di Pondok Bambu atas nama kepemilikan Peter Erberverld. Alasannya, tanah itu tak memiliki akte yang disahkan oleh VOC.
Pieter Erberveld adalah seorang peranakan indo. Ayahnya bernama Peter Erberveld Senior, seorang pengusaha kulit binatang yang berasal dari kota Elberfeld (kini merupakan bagian kota Wuppertal di negara bagian Nordrhein-Westphalen, Jerman). Ibu Pieter sendiri berasal dari Siam (Thailand). Namun berbeda dengan Heukeun, jurnalis sejarah Alwi Sahab menyebut sang ibu justru berasal dari Jawa.
Bisa jadi karena memiliki darah pribumi, Pieter jadi memiliki hubungan baik dengan orang-orang lokal. Itu dibuktikan saat terjadi penyitaan tanah oleh VOC, rakyat kebanyakan berdiri di belakangnya.
Kendati Pieter didukung masyarakat, VOC tetap bersikeras menyita tanah juragan Jerman itu. Alih-alih membebaskannya, Gubernur Joan van Hoorn malah menambah hukuman dengan mewajibkan Pieter menyerahkan denda 3.330 ikat padi kepada VOC.
Kebencian yang Mendalam pada VOC
Pieter tak kuasa melawan keinginan VOC. Namun sejak peristiwa tersebut, diam-diam dia memendam rasa benci kepada perusahaan multinasional tersebut.
Pieter pun tahu jika dalam menjalankan bisnisnya, VOC berlaku licik, kejam dan korup. Semua praktik hitam itu kelak yang menurut Thomas B Ataladjar dalam buku Toko Merah Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepian Muara Ciliwung, akan menjadi biang keladi kebangkrutan VOC pada 1799.
Penyitaan tanah di Pondok Bambu menjadikan hubungan antara Pieter dengan VOC menjadi tegang dan penuh kecurigaan. Namun sebaliknya, dengan kalangan masyarakat pribumi, kejadian yang menimpa Pieter itu justru memunculkan sikap simpati yang lebih besar.
Sebagai tanda hubungan baik itu berlangsung, Pieter sering berkunjung ke rumah para tokoh masyarakat pribumi. Bahkan tak jarang dia mengadakan pertemuan dengan orang-orang local di rumahnya yang terletak di kawasan yang sekarang bernama Kampung Pecah Kulit.