6 Fakta Sulianti Saroso, Tokoh yang Dijadikan Nama Rumah Sakit Rujukan Corona
Mendengar nama Sulianti Saroso, tentu dibenak kita saat ini langsung terbayang sebuah nama dari Rumah Sakit di Jakarta. Terlebih di tengah mewabahnya Virus Corona akhir-akhir ini, nama rumah sakit tersebut selalu santer diperbincangkan.
Mendengar nama Sulianti Saroso, tentu dibenak kita saat ini langsung terbayang sebuah nama dari Rumah Sakit di Jakarta. Terlebih di tengah mewabahnya Virus Corona akhir-akhir ini, nama rumah sakit tersebut selalu santer diperbincangkan. Rumah Sakit Sulianti Saroso selalu menjadi rujukan untuk penyakit berbahaya seperti Corona.
Namun di balik nama Rumah Sakit khusus tersebut, ternyata terdapat nama seorang tokoh medis yang sangat menginspirasi di masa lalu. Berikut ulasan tentang tokoh Sulianti Saroso yang sudah Merdeka.com rangkum dari berbagai sumber.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Apa yang membuat kelelawar rentan terhadap penyebaran virus? Salah satu faktor utama yang membuat kelelawar menjadi vektor utama penyakit adalah keanekaragaman spesiesnya. Saat ini, diperkirakan ada sekitar 1.000 spesies kelelawar yang tersebar di seluruh dunia, menjadikannya salah satu ordo mamalia yang paling beragam. Keanekaragaman ini menciptakan peluang yang lebih besar bagi virus untuk bermutasi dan menginfeksi berbagai spesies kelelawar, sehingga meningkatkan kemungkinan penyebaran ke manusia.
-
Kenapa Covid Pirola mendapat perhatian khusus? Namun, para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka akan menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
-
Kenapa Situ Cipanten viral di media sosial? Tak ayal, lokasi wisata ini sempat viral di media sosial karena keindahannya, dan didatangi pengunjung dari berbagai daerah.
Seorang Dokter Spesialis dan Peneliti
Dr. Sulianti Sarosohistoria.id/ Merdeka.com
Dilansir dari indonesia.go.id, Sulianti Sarono merupakan seorang dokter yang lahir di Karangasem, Bali pada 10 Mei 1917. Ia meninggal di Jakarta pada 29 April 1991 pada usia 73 tahun.
Dokter bernama lengkap Julie Sulianti akrab di kalangan pencegahan dan pengendalian penyakit menular, serta keluarga berencana (KB). Ia merupakan seorang peneliti dan perancang kebijakan kesehatan.
Mendapat Gelar Kehormatan
Sulianti Saroso lulus sekolah kedokterannya pada tahun 1942 dari GHS (sekolah tinggi kedokteran) di Batavia (Jakarta). Kemudian Ia meneruskan pendidikannya di Inggris, Skandinavia, Amerika Serikat dan Malaya selama 2 tahun (1950 sampai 1951) dan mendapatkan Certificate of Public Health Administrasion dari Universitas London.
Pada tahun 1962 Ia memperoleh gelar MPH (Master of Public Health) dan TM (Tropical Medicine). Kemudian memperoleh gelar Doctor of Public Health (Epidemiologi) tahun 1965 setelah mempertahankan disertasi yang berjudul The Natural History of Enteropathogenic Escherechia Coli Infections di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana, Amerika Serikat.
Menduduki Berbagai Jabatan
Jenjang karir dr. Sulianti Saroso dimulai pada tahun 1967, di mana saat itu beliau diangkat menjadi Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) dan merangkap sebagai Ketua Research Kesehatan Nasional (LRKN) Departemen Kesehatan.
Pada tahun 1969, Ia dikukuhkan sebagai Profesor pada Universitas Airlangga Surabaya dengan mengucapkan pidato pengukuhan "Pendekatan Epidemiologis dalam Menanggulangi Penyakit".
Tahun 1975 Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Dirjen P4M dan diangkat menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan sampai dengan tahun 1978.
Pada tahun 1978 Ia diangkat menjadi anggota tim perumus dan evaluasi Program Utama Nasional Bidang Ristek yang diperbantukan pada Menteri Negara Ristek. Dan sejak 1 Januari 1979, Sulianti diangkat menjadi staf ahli Menteri Kesehatan.
Di tahun yang sama saat diangkat menjadistaf ahli Menteri Kesehatan, ia ditunjuk sebagai anggota Board of Trustess of the International Center of Diarhoeal Disease Research Bangladesh dan menjabat Chairman of the Board sampai 1980.
Pada tahun 1981 Sulianti menjadi penasihat Proyek Perintis Bina Keluarga dan Balita di bawah Menteri Muda Urusan Peranan Wanita. Setahun kemudian, dirinya diangkat menjadi dosen pada Lembaga Kedokteran Gigi Dinas Kesehatan Angkatan Laut.
Menjadi Dokter Perjuangan untuk Rakyat
Selain ikut dalam organisasi resmi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Sulianti terlibat dalam organisasi taktis seperti Wanita Pembantu Perjuangan, Organisasi Putera Puteri Indonesia. Dirinya benar-benar terjun sebagai dokter perjuangan. Ia mengirim obat-obatan ke kantung-kantung gerilyawan republik.
Pada 1947, Sulianti ikut delegasi KOWANI ke New Delhi. Dirinya dikirim untuk menghadiri Konferensi Perempuan se-Asia.
Di situ, Sulianti dan teman-teman menggalang pengakuan resmi bagi kemerdekaan Indonesia. Saat pasukan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda/NICA menyerbu dan menduduki Yogyakarta, pada Desember 1948, Sulianti termasuk ke dalam daftar panjang para pejuang kemerdekaan yang ditahan. Ia meringkuk di penjara dua bulan.
Merintis Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Menular
Selama mengemban masa jabatan di Research Kesehatan Nasional (LRKN), Profesor Sulianti Saroso memberikan perhatian besar pada Klinik Karantina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Klinik itu telah dikembangkannya menjadi RS penyakit menular sekaligus untuk keperluan riset penyakit menular.
Tidak cukup dengan observasi di RS karantina di Tanjung Priok, Dokter Sulianti pun membangun pos-pos kesehatan masyarakat di berbagai lokasi.
Dari observasi lapangan itu lantas lahir rekomendasi-rekomendasi. Di antaranya, vaksinasi massal, vaksinasi reguler (untuk anak usia dini), pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, produksi cairan oralit untuk korban dehidrasi akibat diare, ditambah perencanaan dan pengendalian kehamilan.
Tidak Pernah Menyuntik Orang
Menurut Dita Saroso, putri Sulianti Saroso, mengungkapkan bahwa Ibunya ketika menjadi seorang dokter tidak pernah menyuntik orang bahkan menulis resep untuk obat.
"Ibu itu hampir-hampir tak pernah menyuntik orang atau menulis resep," ungkap sang putri yang serorang mantan profesional perbankan yang kini menikmati masa pensiunnya di Bali.