Keistimewaan Malam Nisfu Syaban berdasarkan Penjelasan Ulama
Keutamaan malam nisfu Syaban memang terdengar luar biasa. Namun, banyak pula ulama yang menilai bahwa hadis-hadis tentang keutamaan malam nisfu Syaban tersebut adalah dhaif. Bahkan amalan di malam nisfu Syaban sendiri juga tidak ada tuntunannya.
Sebelum memasuki bulan Ramadhan, terlebih dulu kita akan melewati bulan Syaban. Berada setelah Rajab dan berdekatan dengan bulan suci Ramadhan, bulan Syaban memiliki keutamaan besar yang tak boleh dilewatkan begitu saja.
Bulan Syaban adalah bulan yang mulia. Bulan ini mendapatkan namanya karena di saat penamaan bulan ini, banyak orang Arab berpencar-pencar mencari air atau berpencar di gua-gua setelah melalui bulan Rajab. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan:
-
Kapan malam Nisfu Syaban? Mengenal Nisfu Syaban Sebelum mengetahui dosa yang tidak diampuni di malam Nisfu Syaban, perlu dipahami pengertiannya. Nisfu Syaban adalah malam pertengahan bulan Sya'ban dalam penanggalan Islam yang dirayakan oleh umat muslim.
-
Kapan malam Nisfu Syaban jatuh? Malam Nisfu Syaban adalah malam di pertengahan bulan Syaban dan dianggap sebagai malam yang mulia oleh sebagian orang.
-
Kapan momen Nisfu Syaban? Malam Nisfu Syaban atau malam 15 Sya’ban adalah malam yang dimuliakan oleh sebagian kalangan.
“Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram. Sebab penamaan ini lebih baik dari yang disebutkan sebelumnya. Dan disebutkan sebab lainnya dari yang telah disebutkan.” (Fathul-Bari, Bab Shaumi Sya’ban).
Baca juga: Doa Syaban Dibaca Kapan Begini Tata Caranya: Doa Bulan Rajab Sya Ban Dan Ramadhan
Dalam bulan Syaban ini, terdapat malam yang bagi sebagian orang disebut sebagai malam nisfu Syaban. Dikatakan bahwa pada malam nisfu Syaban, Allah SWT akan mendatangi makhluk-Nya, dan memberikan banyak ampunan kecuali pada orang musyrik dan yang bermusuhan.
Keutamaan malam nisfu Syaban memang terdengar luar biasa. Namun, banyak pula ulama yang menilai bahwa hadis-hadis tentang keutamaan malam nisfu Syaban tersebut adalah dhaif.
Dalam artikel kali ini kami akan sampaikan lebih lanjut tentang malam nisfu Syaban yang dilansir dari rumaysho.com dan konsultasisyariah.com.
Keistimewaan Malam Nisfu Syaban
Malam nisfu Syaban adalah malam di pertengahan bulan Syaban. Bagi sebagian kalangan, malam nisfu Syaban dianggap sebagai malam yang mulia. Bahkan ada amalan-amalan yang dikhususkan untuk dikerjakan pada malam tersebut.
Keistimewaan malam nisfu Syaban sendiri berdasarkan pada beberapa hadis. Dan salah satu yang populer di masyarakat tentang malam nisfu Syaban yaitu hadis dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, yang menyebut bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Syaban. Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa pada malam nisfu Syaban, Allah SWT akan mendatangi makhluk-Nya dan memberikan ampunan dosa.
Selain hadis tersebut, ada pula hadis dari Aisyah, di mana beliau menuturkan:
Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku keluar, ternyata beliau di Baqi, sambil menengadahkan wajah ke langit. Nabi bertanya; “Kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menipumu?” (maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi jatah Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai Rasulullah, saya hanya menyangka anda mendatangi istri yang lain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam nisfu syaban, kemudian Dia mengampuni lebih dari jumlah bulu domba bani kalb.”
Malam Turunnya Al Quran
Selain menjadi malam yang penuh ampunan, beberapa kaum muslimin juga menganggap bahwa malam nisfu Syaban adalah malam yang istimewa karena Al Quran diturunkan pada malam tersebut.
Dalam surat Ad Dukhan ayat 3 dan 4 disebutkan bahwa,
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di malam yang berkah, dan sesungguhnya Kami yang memberi peringatan. () Di malam itu diturunkan setiap takdir dari Yang Maha Bijaksana.”
Dari ayat tersebut, Ikrimah rahimahullah menjelaskan bahwa maksud malam yang diberkahi dalam ayat tersebut adalah malam nisfu Syaban.
Ikrimah mengatakan:
“Sesungguhnya malam tersebut adalah malam nisfu syaban. Di malam ini Allah menetapkan takdir setahun.” (Tafsir Al-Qurtubi, 16/126).
Penjelasan Ulama
Terkait keutamaan malam nisfu Syaban, Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah dari beberapa tabi’in yang merupakan fuqoha’ negeri Syam.” (Lathoif Al Ma’arif). Abul ‘Ala Al Mubarakfuri, penulis Tuhfatul Ahwadzi, juga mengatakan seperti itu.
Lalu, bagaimana dengan hadis-hadis yang dijelaskan sebelumnya?
Berkaitan dengan hadis dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Al-Mundziri dalam At-Targhib mengatakan, “Dikeluarkan oleh At-Thobroni dalam Al Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh Al-Baihaqi. Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi mengeluarkan yang semisal dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang tidak mengapa.”
Demikian perkataan Al Mundziri.
Penulis Tuhfatul Ahwadzi lantas mengatakan, “Pada sanad hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat Lahi’ah dan ia adalah perawi yang dinilai dha’if.”
Kemudian hadis dari Aisyah memiliki riwayat dari At-Turmudzi, Ibn Majah dari jalur Hajjaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah bin Zubair dari Aisyah.
At-Turmudzi menegaskan: “Saya pernah mendengar Imam Bukhari mendhaifkan hadis ini.” Lebih lanjut, Imam Bukhari menerangkan: “Yahya tidak mendengar dari Urwah, sementara Hajaj tidak mendengar dari Yahya.” (Asna Al-Mathalib, 1/84).
Ibnul Jauzi mengutip perkataan Ad-Daruquthni tentang hadis ini:
“Diriwayatkan dari berbagai jalur, dan sanadnya goncang, tidak kuat.” (Al-Ilal Al-Mutanahiyah, 3/556).
Meski begitu, hadis ini dishahihkan oleh Al-Albani, karena kelemahan yang ada di dalamnya bukanlah kelemahan yang parah, sementara hadis ini memiliki banyak jalur, dan bisa terangkat menjadi shahih dan diterima. (Silsilah Ahadits Dhaifah).
Dan berkaitan dengan malam nisfu Syaban sebagai malam diturunkannya Al Quran, Ibnu Katsir mengatakan:
Allah berfirman menceritakan tentang Al-Quran bahwa Dia menurunkan kitab itu pada malam yang berkah, yaitu lailatul qadar. Sebagaimana yang Allah tegaskan di ayat yang lain, (yang artinya); “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di lailatul qadar.” Dan itu terjadi di bulan ramadhan, sebagaimana yang Allah tegaskan, (yang artinya); “Bulan ramadhan, yang mana di bulan ini diturunkan Al-Quran. Karena itu, siapa yang mengatakan, yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam nisfu syaban – sebagaimana riwayat dari Ikrimah – maka itu pendapat yang terlalu jauh, karena nash Al-Quran dengan tegas bahwa malam itu terjadi di bulan ramadhan. (Tafsir Ibn Katsir).
Dengan demikian, pendapat yang kuat tentang malam yang berkah seperti yang disebutkan pada surat Ad Dukhan ayat 3 dan 4 adalah malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan, bukan malam nisfu Syaban.
Bagaimana dengan Amalan Nisfu Syaban?
Belum ditemukan satu pun riwayat shahih yang menganjurkan tentang amalan khusus maupun ibadah tertentu di malam nisfu Syaban. Hadis yang menjelaskan tentang malam nisfu syaban juga hanya menunjukkan bahwa Allah mengampuni semua hamba-Nya, tanpa dikaitkan dengan amalan tertentu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya untuk sholat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari hari lainnya untuk berpuasa.” (HR. Muslim).
Maksud dari hadis tersebut adalah, seandainya ada pengkhususan suatu malam tertentu untuk melakukan ibadah, tentu malam Jumat lebih utama untuk dikhususkan daripada malam lainnya. Karena malam Jumat lebih utama daripada malam-malam lainnya. Dan hari Jumat adalah hari yang lebih baik dari hari lainnya,
“Hari yang baik saat terbitnya matahari adalah hari Jum’at.” (HR. Muslim).
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan agar tidak mengkhususkan malam Jumat dari malam lainnya dengan sholat tertentu, ini menunjukkan bahwa malam-malam lainnya, termasuk malam nisfu Syaban, lebih utama untuk tidak dikhususkan dengan suatu ibadah kecuali jika ada dalil yang mendukungnya. (At Tahdzir minal Bida’).
Terakhir, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Malam nisfu Syaban sebenarnya seperti malam-malam lainnya. Janganlah malam tersebut dikhususkan dengan sholat tertentu. Jangan pula mengkhususkan puasa tertentu ketika itu. Namun yang perlu diperhatikan, kami sama sekali tidak mengatakan, “Barangsiapa yang biasa bangun sholat malam, janganlah ia bangun pada malam Nishfu Syaban. Atau barangsiapa yang biasa berpuasa pada ayyamul biid (tanggal 13, 14, 15 H), janganlah ia berpuasa pada hari Nisfu Syaban (15 Hijriyah).” Ingat, yang kami maksudkan adalah jangan mengkhususkan malam Nisfu Syaban dengan sholat tertentu atau siang harinya dengan puasa tertentu.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh).