Melihat Tradisi Panjang Mulud yang Digelar Meriah di Banten, Ada Pawai “Masjid” sampai “Unta”
Tak sekedar meramaikan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, karena tradisi bernama Panjang Mulud khas Banten juga menyiratkan pesan kebaikan.
Masyarakat Banten punya tradisi unik untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahunnya. Agar semakin meriah, turut dihadirkan pawai “masjid” sampai “hewan unta” oleh warga setempat.
Pawai masjid dan kehadiran hewan unta ini bukanlah sungguhan, melainkan hanya sebuah replika hasil kreasi warga. Jadi, penduduk di banyak kampung selalu unjuk gigi dengan ragam pernak pernik yang identik dengan simbolisasi Islam.
-
Apa itu tradisi Dudus di Banten? Dudus jadi tradisi unik yang dimiliki warga Karundang Tengah, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten.Gambar: YouTube SCTV Banten Sesuai namanya, Dudus berarti tradisi mandi kembang dan sudah jadi warisan turun temurun dari leluhur di Cipocok Jaya.
-
Apa yang spesial dari tradisi tadarus di Masjid Agung Baiturrahman, Banyuwangi? Masjid Agung Baiturrahman di Kota Banyuwangi, Jawa Timur, juga memiliki tradisi tadarus Alquran selama bulan suci Ramadan. Namun, menariknya adalah Alquran yang digunakan terlihat tak biasa. Alquran tersebut berukuran cukup besar dan tersimpan pada kotak kayu.
-
Bagaimana warga Bantul membersihkan tikar masjid dalam tradisi umbah-umbah kloso? Tikar tersebut dicuci di sebuah saluran irigasi. Tikar tersebut dicuci dengan sabun cuci seadanya.
-
Apa tradisi unik yang dijalankan oleh masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas ketika Lebaran? Tradisi itu dinamakan Bada Riaya. Tradisi itu dilaksanakan setelah mereka melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan.
-
Kapan tradisi Dudus di Banten biasanya dilakukan? Biasanya Dudus dilaksanakan rutin setiap tahun di tanggal 27 bulan Safar dalam kalender Islam.
-
Kapan tradisi 'kepungan' di Masjid Saka Tunggal Banyumas dilakukan? Dilansir dari Liputan6.com, memasuki 10 hari terakhir Bulan Ramadan, atau malam likuran mulai dari selikur (malam 21), relikur (malam 23), selawe (malam 25), dan seterusnya ada tradisi lain yaitu kepungan. Tradisi kepungan yang rutin digelar pada akhir-akhir Ramadan memiliki makna tersendiri.
Tak sekedar meramaikan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, karena tradisi bernama Panjang Mulud ini juga menyiratkan pesan kebaikan. Ini juga menjadi saksi kuatnya akulturasi budaya dengan ajaran Rasulullah.
Sudah berlangsung puluhan tahun lamanya, kearifan lokal tersebut tetap dilestarikan hingga sekarang. Yuk kenalan fakta menariknya.
Digelar Meriah Sejak Masa Kesultanan Banten
Ditarik asal usulnya, ternyata tradisi Panjang Mulud sudah berlangsung sejak era Kesultanan Banten. Waktu itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengenalkan tradisi ini sebagai salah satu upaya dakwah agar kehadirannya diterima masyarakat.
Mengutip Kemdikbud, setelah masa kekuasaan berakhir antara 1651 M-1672 M, tradisi ini lambat laun mulai pudar karena kebijakan pemerintah kolonial Belanda dan Jepang.
Meski demikian, tradisi ini tidak pernah benar-benar dihilangkan oleh anggota keluarga keraton sebagai warisan yang baik dari pemimpin sebelumnya.
- FOTO: Kemeriahan Tradisi Ngarak Perahu yang Sudah Eksis Sejak 1939 Sambut Maulid Nabi Muhammad SAW di Tangerang
- Ragam Tradisi Unik Menyambut Maulid Nabi di Indonesia, dari Sekaten hingga Walima yang Sarat Makna
- Mengenal Lebih Dekat Tradisi Sekaten, Warisan Budaya Penuh Makna dalam Menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW
- 5 Tradisi Masyarakat Sumatra Utara Menyambut Datangnya Ramadan, Salah Satunya Pesta Tapai
Memeriahkan Kelahiran Nabi Muhammad
Panjang Mulud terdiri dari dua kata, yaitu Panjang dan Mulud. Dalam bahasa Sansekerta, "Panjang" berarti hiasan atau dekorasi, sementara "Mulud" adalah kelahiran.
Keduanya merupakan upacara besar dari keraton untuk menghormati kelahiran Nabi Muhammad sekaligus merayakannya dengan hiasan bersama warga.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa istilah "Panjang" tidak berkaitan dengan ukuran fisik. Sebaliknya, "Panjang" lebih memiliki arti untuk menunjukkan rasa cinta dan kekaguman kepada Rasulullah melalui benda yang dihias.
Dengan demikian, Panjang Mulud bukan hanya sekadar upacara, melainkan juga sebuah bentuk ekspresi sosial dari kayanya budaya Islam di kalangan masyarakat Indonesia.
Digelar Meriah karena Jadi Hari Raya Ketiga Umat Islam
Kemudian, alasan mengapa tradisi ini selalu digelar meriah karena masyarakat Banten menganggapnya sebagai hari raya ketiga setelah Idulfitri dan Iduladha.
Nabi Muhammad SAW dipandang sebagai nabi akhir zaman atau penutup yang juga dirayakan kelahirannya. Itulah mengapa, orang-orang yang hadir akan mendapatkan berkah dari aneka makanan hingga pecahan uang yang akan dibagikan setelah prosesi selesai.
Sebelumnya, replika mobil, masjid, hewan unta dan lain sebagainya yang sudah dihias dengan kertas warna warni, bendera, lampu hingga kaligrafi. Kemudian, replika ini diarak keliling kampung mulai pagi hingga siang menjelang salat zuhur.
Mendoakan Umat
Panjang Mulud juga diisi dengan pembacaan salawat dari masing-masing daerah, kemudian diakhiri doa bersama. Doa ini akan dimpin oleh tokoh agama setempat dan warga boleh meminta untuk anggota keluarga yang telah meninggal.
Tak jarang, dikumpulkan lagi sejumlah uang untuk disedekahkan kepada mereka yang membutuhkan. Bagian akhir dari prosesi adalah makan bersama dan salat berjemaah di dalam masjid.
Ajak Masyarakat Lestarikan Nilai Gotong Royong
Dalam tradisi Panjang Mulud, ada sejumlah nilai budaya yang disampaikan seperti kegotong-royongan dalam membuat replika, prosesi mengaraknya dari satu tempat ke tempat lain dan kebersamaan untuk mempersiapkan pelaksanaannya.
Lalu ada juga nilai Kepemimpinan dari sosok Kiayi atau tokoh agama untuk mengingatkan masyarakat agar tetap bertakwa kepada Allah. Kemudian, dimunculkan juga nilai kreatifitas dalam membuat panjang dan mengadakan berbagai acara untuk memeriahkannya.
Tak lupa, Panjang Mulud juga berperan merawat silaturahmi antar warga agar selalu terjalin harmonis dan terhindar dari konflik yang berkepanjangan.