Mengenal Tan Deseng, Pejuang Musik Sunda yang Berjuluk "Setan" Melodi dari Bandung
Budaya Sunda mengakar kuat di tubuh Mohammad Deseng atau Tan Deseng. Pria kelahiran Kota Bandung, 22 Agustus 1942 ini mengabdikan hidupnya untuk terus mengangkat musik karawitan dan pelog agar tetap bertahan.
Budaya Sunda mengakar kuat di tubuh Mohammad Deseng atau Tan Deseng. Pria kelahiran Kota Bandung, 22 Agustus 1942 ini mengabdikan hidupnya untuk terus mengangkat musik karawitan dan pelog agar tetap bertahan.
Mengutip buku Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia keluaran Kepustakaan Populer Gramedia, Kamis (10/11), Tan Deseng banyak menghabiskan waktunya dengan menekuni musik tradisional Sunda juga mempelajari musik Tionghoa dan barat.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Apa yang dilakukan Polda Bali untuk menindaklanjuti berita hoaks tersebut? Penelusuran "Kami juga sudah berkoordinasi dengan Sibercrim Ditreskrimsus Polda Bali, untuk melacak akun tersebut," katanya.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Siapa yang diduga berselingkuh dalam berita tersebut? Tersandung Dugaan Selingkuh, Ini Potret Gunawan Dwi Cahyo Suami Okie Agustina Gunawan Dwi Cahyo suami Okie Agustina kini sedang menjadi sorotan usai foto diduga dirinya menyebar di sosial media.
-
Bagaimana pernyataan tersebut dibantah? Seorang dokter kulit di negara bagian Maryland, AS yang berspesialisasi dalam terapi cahaya untuk penyakit kulit membantah klaim kacamata hitam yang dikaitkan dengan kanker."Apakah kacamata hitam yang menghalangi sinar UV bersifat melindungi? Ya. Apakah ada bukti bahwa memakai kacamata hitam berbahaya bagi kesehatan mata atau kulit? Tidak," dikutip dari AFP.
Sejak kecil, ia memang sudah aktif memainkan beberapa instrumen seperti suling, hingga kecapi berkat arahan dari sang ayah. Hingga akhir hayatnya, Tan Deseng masih terus mengangkat kesenian lokal Parahyangan, dengan menjadi bintang tamu di berbagai platform media sosial.
Berkenalan dengan Musik Sunda melalui Radio
©2022 Dokumentasi Jurnal Untirta/Merdeka.com
Tan Deseng pernah mengungkapkan bahwa dirinya memulai dengan musik Sunda saat merantau bersama sang ayah, di wilayah Sumatra Selatan. Bukan musik daerah setempat yang ia biasa dengarkan di Radio Republik Indonesia (RRI), namun lagu-lagu Sunda.
Kemudian, ia belajar, dengan bermain suling dan harmonika dari keluarganya hingga menekuninya. Di usia 16 tahun, ia memutuskan pulang kembali ke kampungnya di Bandung, agar bisa bersinggungan langsung dengan musik yang ia sukai.
Selain menjadi pedangan, ayah Tan Deseng juga merupakan ahli lukis, termasuk instrumentalis tradisional Tiongkok sehingga ia menyerap ilmu tersebut untuk dikembangkan. Dari delapan bersudara, hanya Tan Deseng dan kakaknya yang menuruni bakat seni dan musik, hingga fokus di bidang tersebut.
Perjuangan Tan Deseng di Musik Sunda
Tan Deseng banyak mengabdikan hidupnya di dunia musik tradisional Sunda, dengan seniman lokal lain seperti Titin Fatimah, Upit Sarimanah, dan Tati Saleh. Dahulu, ia kerap membuatkan berbagai ilustrasi instrumen untuk penampilan musik tradisional di khalayak umum maupun dunia film.
Bahkan di tahun 1990-an, dirinya pernah membawa musik karawitan Sunda untuk ditampilkan secara internasional dengan disaksikan audiens asal Jepang dan Tiongkok, hingga mendapatkan apresiasi. Kepiawaiannya terus berlanjut, dirinya juga sangat mahir memainkan kawih atau nyanyian Sunda, dan mengabadikannya dalam bentuk kaset. Di rumah, ia memiliki studio rekaman musik tradisional Sunda, yang merupakan warisan dari seniman Titin Fatimah.
“Alat-alat ini yang dibelikan oleh Titin Fatimah tidak boleh hilang, bukan nilai angka dari ini, tapi sejarahnya yang harus dijaga,” kata Tan Deseng tahun 2021 lalu, dikutip dari kanal Youtube Dedi Mulyadi.
Tan Deseng juga fasih mengalunkan kawih yaitu salah satu jenis nyanyian Sunda bahkan menciptakan banyak kawih yang banyak disimpannya dalam bentuk rekaman kaset.
Dapat Penghargaan dari Presiden
Sebagai pelaku kesenian Sunda, Tan Deseng juga pernah mendapat penghargaan dari Pemprov Jabar dan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Di tahun 2004, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan apresiasi, karena ia terus melestarikan warisan Sunda, salah satunya melalui arsip berupa kaset yang terbilang jarang.
Di tahun 2008, ia sempat memperoleh penghargaan sebagai maestro musik Sunda, hingga dipanggil ke istana oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena menyimpan dokumentasi berbagai kesenian tradisional Sunda yang sudah sangat langka, seperti Angklung Buhun dari Tasikmalaya.
”Aya hiji catetan ti umur belasan taun dugi ka ayeuna di imah kuring tara tingaleun kacapi, goong,jeung kendang jeung suling (Ada satu catatan dari umur belasan tahun sampai sekarang di rumah selalu ada kecapi, gong dan suling)," katanya.
Punya Julukan "Setan" Melodi dari Bandung
Selain dekat dengan musik lokal, ternyata Tan Deseng juga rutin memainkan musik ala barat, dengan berbagai genre seperti Country, Blues, Jazz bahkan yang berat sekelas Rock and Roll.
Di kanal YouTube Dedi Mulyadi, dirinya menampilkan kepiawaian dalam memetik gitar dengan cepat. Bahkan dengan menguasai berbagai genre dan memainkannya dengan cepat, ia pernah mendapat julukan “Setan Melodi dari Bandung”.
“Tah iyeu kuring mainkeun Jazz, Country, Bee Gees, John Lennon (Rock and Roll) komo deui atuh (nih saya mainkan Jazz, Country, Rock and Roll apalagi),” katanya.
Saat muda, dirinya juga pernah tergabung di beberapa grup musik Kota Bandung, salah satunya Harmning Youth.
Bangga Jadi Orang Sunda hingga Akhir Hayatnya
Tan Deseng menyebut dirinya sangat bangga bisa dilahirkan dan dibesarkan di tanah Sunda, termasuk ikut serta mengangkat tradisi setempat.
“Jadi saya itu karena takdir Tuhan, dilahirkan di sebuah tanah bernama tatar Sunda, tepatnya Bandung, 78 tahun silam. Jadi sejak kecil saya merasa, tubuh say aitu Tionghoa, namun nasi yang ada di Sunda sudah menjadi daging saya dan air sudah menjadi darah saya,” katanya, mengutip YouTube Napak Jagat Pasundan.
Tan Deseng diketahui meninggal dunia di usianya yang ke-80 tahun pada Minggu (6/11) lalu. Sebelumnya, ia sempat menderita sejumlah penyakit seperti pernapasan, pencernaan hingga stroke ringan. Dirinya sempat menjalani sejumlah rumah sakit di wilayah Bandung, Jawa Barat. Kini beberapa anak dan cucunya masih tetap melanjutkan warisan seni Sunda agar terus bertahan.